29 May 2019

Tentang Kematian yang Terlupakan



Setiap jiwa pasti akan merasakan yang namanya kematian. – (Q.S Ali Imran: 185)
Di mana saja kamu berada, kematian pasti akan menghampirimu, meskipun kamu berlindung di dalam sebuah benteng yang sangat tinggi dan kokoh. – (Q.S An-Nisa’: 78)
Sesungguhnya kita semua adalah milik Allah, dan kepada-Nya lah kita semua pasti akan kembali. – (Q.S Al-Baqarah: 156)

Kematikan adalah hal yang pasti dan tidak bisa dihindari. Lambat atau cepat kita akan menghadapi kematian kita. Mayoritas manusia takut pada kematian sehingga berusaha untuk menghindarinya. Apa pun dilakukan untuk berumur panjang. Tapi tidak peduli bagaimana kita makan, tidak peduli seberapa sering kita berolahraga, tidak peduli seberapa sering kita pergi ke dokter, tidak peduli berapa banyak suplemen yang kita konsumsi, pada akhirnya kita akan mati juga.

Bukan berarti kita harus menjalani hidup tanpa peduli dengan kesehatan, olahraga, makanan yang dikonsumsi dan gaya hidup sehat. Bukan. Bukan itu intinya. Yang menjadi inti dari pembahasan ini adalah bahwa kematian itu begitu dekat dan tidak bisa dihalangi oleh hal apa pun. Jika waktunya tiba, maka malaikat maut itu akan mendatangi kita.

Ketika kita sudah memahami ini, maka kita akan kembali mendekati Allah Subhanahu wata'ala dengan amal dan kebaikan. Hal ini bisa mengubah  cara pandang kita sehingga kita tidak lagi takut dengan kematian. Kita siap menghadapinya dengan amal kebaikan yang kita persiapkan.

Sudah berapa kematian yang kita lihat? Sudah berapa banyak teman dan orang terdekat yang telah meninggalkan kita? Tentunya kita sedih ketika kita kehilangan mereka dan bahkan kita setengah tidak percaya mereka telah berganti alam. Pun kita akan mengalami hal yang sama. Kematian kita meninggalkan duka dan kesedihan bagi orang-orang terdekat dan mereka yang mencintai kita. Mereka juga setengah tidak percaya kita meninggalkan mereka tanpa pernah mereka duga. Tapi bukan mustahil jika kematian kita malah menerbitkan senyuman bagi mereka yang membenci kita atau mereka yang telah kita dzalimi selama hidup kita.

Sebagai muslim, kita tidak berharap mati tapi kita meminta kepada Allah Subhanahu wata'ala agar kita diberi anugerah berupa kesehatan dan umur panjang yang bisa kita gunakan di jalan yang diridhai-Nya. Sehingga kita memiliki bekal yang cukup ketika kita meninggalkan dunia ini.

Sayangnya, kehidupan dunia ini banyak melupakan kita dari pemutus nikmat (kematian) dan hari akhirat. Kita sibuk membangun kehidupan dunia yang akan kita tinggalkan. Dan kita tak sadar merobohkan bangunan akhirat dengan kemaksiatan dan kefajiran padahal disitulah kita akan tinggal selamanya. Segalanya kita kerahkan untuk meraup sekeping kenikmatan dunia, yang nilainya tak lebih dari setetes air yang merembes dari sela-sela jemari kita yang baru diangkat dari samudera, bila dibanding dengan samudera itu sendiri.

Kita telah melupakan kehidupan akhirat dan memilih untuk sibuk dengan kehidupan dunia. Mungkin kita berharap bisa mencintai keduanya, tapi itu mustahil. Kita hanya memiliki satu hati yang bisa kita berikan kepada dunia atau kepada akhirat. Hati kita ibarat dua skala timbangan. Ketika salahsatu sisinya berat, maka sisi yang lain akan menjadi ringan. Ketika satu skala berat pada akhirat, maka dunia menjadi ringan. Begitu juga sebaliknya.

Sungguh benar apa yang dianalogikan  Wahab bin Munabbih, beliau pernah berkata, “Perumpamaan dunia dan akhirat seperti dua istri. Jika kamu menyenangkan salahsatuna, maka kamu akan membuat cemburu yang lain.”(Hilyat al-Auliya)

Sementara kita sibuk dengan dunia, sementara kita tidak sadar bahwa panah kematian sedang dibidikan ke dada kita ketika kita tengah bernaung di bawah bayang-bayang dunia yang terasa meneduhkan. Dan panah itu akan dilepaskan dari busurnya ketika peluit kematian telah dibunyikan.
Kita lupa dengan akhirat dan kematian yang mengintai karena nafsu telah membius kita dengan kesenangan dunia. Nafsu memberikan kepada kita hasrat dan keinginan yang tidak terkendali. Sehingga kita mengisi hari-hari kita dengan penuh angan, padahal kematian terbentang di hadapan dan mengintai dari semua sisi. Kita tak pernah berangan-angan sampai kematian menghentikannya.
Kita begitu bangga mengumpulkan kemegahan dunia dari kendaraan yang mewah, tempat tinggal yang nyaman dan harta yang berlimpah. Sehingga kita tidak pernah mempersiapkan ‘harta’ untuk akhirat kita. harta akhirat yang dimaksud adalah amal kebaikan dan harta yang kita tabung dalam bentuk sedekah. Ya, sejatinya harta yang kita keluarkan di jalan Allah subhanahu wata'ala adalah tabungan kita untuk akhirat.

Kita begitu bangga dengan apa yang kita miliki, apa yang kita dapatkan dan apa yang orang-orang katakan tentang kita. kita bangga dengan kedudukan dan jabatan yang berada dalam genggaman kita. Mungkin kita seorang miliarder dan bisnisman yang sukses. Mungkin kita seorang pejabat yang memiliki kekuatan dan disegani. Mungkin kita seorang selebriti yang banyak disanjung dan diidolakan oleh banyak orang. Bagi dunia kita mungkin sesuatu yang yang istimewa, tapi bagi malaikat maut, kita hanyalah sebuah nama yang sudah ada dalam daftar.

Kita tidak memiliki jaminan bagaimana akhir kehidupan kita. jabatan, harta dan pujian manusia bukanlah jaminan baiknya akhir kehidupan kita. mari kita simak apa yang dikatakan oleh Mufti Ismail Menk. Beliau berkata, “Tidak ada jaminan sama sekali dalam hidup ini. Tapi kematian lah yang benar-benar menjamin segalanya. Tapi mengapa kita masih saja terlalu sibuk memperhatikan hidup daripada kematian?”

Kita juga tidak pernah sadar bahwa kebutuhkan orang kaya dan miskin saat dia mati adalah sama, yaitu selembar kain kafan. Hanya kain kafan. Tetapi bisa saja mereka berbeda di dalam kubur. Apakah kubur itu menjadi taman surga atau justru menjadi lubang neraka.

Jika kehidupan kita di dunia ini kita bandingkan dengan kehidupan kita di akhirat, maka tentu akan sangat jauh berbeda nilainya. Lamanya kehidupan dunia hanyalah setitik jika dibanding dengan durasi kehidupan akhirat. Maka sudah seharusnya kita bekerja untuk kehidupan dunia sebanding dengan panjangnya kehidupan kita di dunia. Sebaliknya, beramallah untuk akhirat sebanding dengan kehidupan kita di akhirat kelak.

Mari kita tutup bagian ini dengan kutipan penuh makna dari Abdullah bin Mubarak, “Wahai manusia, siapkan dirimu untuk akhirat. Taatilah Allah sesuai kadar keperluanmu kepada-Nya dan marahlah kepada-Nya sesuai tingkat kemampuanmu untuk bersabar menghuni neraka.”

Orang yang tidur tidak akan tahu kalau dirinya sedang bermimpi kecuali setelah bangun, begitu juga orang yang lalai akan akhirat tidak akan tahu kalau dirinya sedang menyia-nyiakan amal akhirat kecuali setelah datangnya kematian. Oleh karena itu, jangan pernah melupakan kematian. Jangan pernah menyepelekannya barang sejenak pun.

Peringatan Sebelum Kematian

Ajal itu pasti, khusnul khatimah itu pilihan.

Kematian bukanlah bencana terbesar dalam hidup ini. Bencana terbesar dalam hidup adalah ketika ketakutan kita kepada Allah sudah mati saat kita masih hidup.

Demi Allah, seandainya jenazah yang kalian tangisi bisa berbicara sekejap lalu menceritakan (pengalaman sakaratul mautnya) pada kalian, niscaya kalian akan melupakan jenazah tersebut dan mulai menangisi diri kalian sendiri. – (Imam Al-Ghazali)

Banyak manusia yang tertipu dengan usia. Dia menganggap bahwa hidupnya masih panjang sehingga tidak perlu berpikir tentang kematian. Dia juga menganggap masih memiliki waktu yang lapang untuk bertaubat hanya karena melihat usianya yang masih muda. Padahal, betapa banyak penyesalan yang tidak terungkapkan di dunia. Penyesalan mereka adalah penyesalan abadi di dalam kubur dan di akhirat. Kuburan penuh dengan orang-orang yang dahulu berpikir bahwa mereka akan mengamalkan Islam saat mereka tua. Usia tua tidak dijanjikan kepada siapa pun, tapi kepastian surga dan neraka sudah menjadi jaminan.

Allah subhanahu wata'ala berfirman,

Tidak ada seorangpun yang tahu apa yang akan diusahakannya besok. Dan tidak ada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. – (Q.S Luqman: 34)

Ada juga orang-orang yang beruntung diberi umur panjang. Mereka mengisi kehidupan mereka dengan kesibukan untuk dunia hingga tidak terasa tanda-tanda telah Allah subhanahu wata'ala kirimkan dalam hidupnya. Apa tanda-tanda itu?

Tersebut dalam sebagian riwayat bahwa ada seorang Nabi dari nabi-nabi Allah subhanahu wata'ala, berkata kepada Malaikat Maut, apakah engkau memiliki para utusan yang engkau kirimkan dari sisi engkau agar menjadi peringatan bagi manusia?”

Malaikat tersebut menjawab, “Benar, demi Allah di sisiku ada banyak utusan; penyakit, uban, kesedihan, berubahnya pendengaran dan penglihatan.”

Allah subhanahu wata'ala berfirman,

“Dan (apakah tidak) datang kepadamu pemberi peringatan.” (Fathir (35):37)

Sebagian ulama mengatakan bahwa maksud dari pemberi peringatan dari ayat di atas adalah al-Quran. Ada pula yang mengatakan bahwa ia adalah para Rasul. Sedangkan Ibnu Abbas mengatakan, “Ia adalah uban.”

Oleh karena itu, selalu ingatlah akan kematian tidak peduli kita masih muda atau sudah tua. Karena ad-Daqaq rahimahullah pernah berkata, “Barangsiapa yang banyak mengingat kematian, maka dia akan dimuliakan dengan tiga hal; disegerakan taubatnya, qana’ah (merasa cukup dengan pemberian yang ada padanya) dalam hatinya, semangat dalam beribadah. Dan barangsiapa yang melupakan kematian, maka dia akan ditimpa tiga hal; ditangguhkan taubatnya, tidak ridha (tidak merasa cukup) dengan pemberian yang ada dan bermalas-malasan dalam beribadah.”

Ada masa di mana tanah menjadi tempat pembaringannya, ulat menjadi temannya, munkar dan nakir menjadi tamunya, kuburan menjadi tempat tinggalnya, perut bumi menjadi tempat menetapnya, surga atau neraka menjadi tempat kembalinya.
Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment