Setiap jiwa pasti akan merasakan yang namanya kematian. – (Q.S Ali Imran: 185)
Di mana saja kamu berada, kematian pasti akan menghampirimu, meskipun kamu berlindung di dalam sebuah benteng yang sangat tinggi dan kokoh. – (Q.S An-Nisa’: 78)
Sesungguhnya kita semua adalah milik Allah, dan kepada-Nya lah kita semua pasti akan kembali. – (Q.S Al-Baqarah: 156)
Kematikan adalah hal yang pasti dan tidak bisa
dihindari. Lambat atau cepat kita akan menghadapi kematian kita. Mayoritas manusia
takut pada kematian sehingga berusaha untuk menghindarinya. Apa pun dilakukan
untuk berumur panjang. Tapi tidak peduli bagaimana kita makan, tidak peduli
seberapa sering kita berolahraga, tidak peduli seberapa sering kita pergi ke
dokter, tidak peduli berapa banyak suplemen yang kita konsumsi, pada akhirnya
kita akan mati juga.
Bukan berarti kita harus menjalani hidup tanpa
peduli dengan kesehatan, olahraga, makanan yang dikonsumsi dan gaya hidup
sehat. Bukan. Bukan itu intinya. Yang menjadi inti dari pembahasan ini adalah
bahwa kematian itu begitu dekat dan tidak bisa dihalangi oleh hal apa pun. Jika
waktunya tiba, maka malaikat maut itu akan mendatangi kita.
Ketika kita sudah memahami ini, maka kita akan
kembali mendekati Allah Subhanahu wata'ala dengan amal dan kebaikan. Hal ini
bisa mengubah cara pandang kita sehingga
kita tidak lagi takut dengan kematian. Kita siap menghadapinya dengan amal
kebaikan yang kita persiapkan.
Sudah berapa kematian yang kita lihat? Sudah berapa
banyak teman dan orang terdekat yang telah meninggalkan kita? Tentunya kita
sedih ketika kita kehilangan mereka dan bahkan kita setengah tidak percaya
mereka telah berganti alam. Pun kita akan mengalami hal yang sama. Kematian kita
meninggalkan duka dan kesedihan bagi orang-orang terdekat dan mereka yang
mencintai kita. Mereka juga setengah tidak percaya kita meninggalkan mereka
tanpa pernah mereka duga. Tapi bukan mustahil jika kematian kita malah
menerbitkan senyuman bagi mereka yang membenci kita atau mereka yang telah kita
dzalimi selama hidup kita.
Sebagai muslim, kita tidak berharap mati tapi
kita meminta kepada Allah Subhanahu wata'ala agar kita diberi anugerah berupa
kesehatan dan umur panjang yang bisa kita gunakan di jalan yang diridhai-Nya. Sehingga
kita memiliki bekal yang cukup ketika kita meninggalkan dunia ini.
Sayangnya, kehidupan dunia ini banyak melupakan kita dari pemutus
nikmat (kematian) dan hari akhirat. Kita sibuk membangun kehidupan dunia yang
akan kita tinggalkan. Dan kita tak sadar merobohkan bangunan akhirat dengan
kemaksiatan dan kefajiran padahal disitulah kita akan tinggal selamanya.
Segalanya kita kerahkan untuk meraup sekeping kenikmatan dunia, yang nilainya
tak lebih dari setetes air yang merembes dari sela-sela jemari kita yang baru
diangkat dari samudera, bila dibanding dengan samudera itu sendiri.
Kita telah melupakan kehidupan akhirat dan memilih untuk sibuk
dengan kehidupan dunia. Mungkin kita berharap bisa mencintai keduanya, tapi itu
mustahil. Kita hanya memiliki satu hati yang bisa kita berikan kepada dunia
atau kepada akhirat. Hati kita ibarat dua skala timbangan. Ketika salahsatu
sisinya berat, maka sisi yang lain akan menjadi ringan. Ketika satu skala berat
pada akhirat, maka dunia menjadi ringan. Begitu juga sebaliknya.
Sungguh benar apa yang dianalogikan
Wahab bin Munabbih, beliau pernah berkata, “Perumpamaan dunia dan
akhirat seperti dua istri. Jika kamu menyenangkan salahsatuna, maka kamu akan
membuat cemburu yang lain.”(Hilyat al-Auliya)
Sementara kita sibuk dengan dunia, sementara kita tidak sadar bahwa
panah kematian sedang dibidikan ke dada kita ketika kita tengah bernaung di
bawah bayang-bayang dunia yang terasa meneduhkan. Dan panah itu akan dilepaskan
dari busurnya ketika peluit kematian telah dibunyikan.
Kita lupa dengan akhirat dan kematian yang mengintai karena nafsu
telah membius kita dengan kesenangan dunia. Nafsu memberikan kepada kita hasrat
dan keinginan yang tidak terkendali. Sehingga kita mengisi hari-hari kita
dengan penuh angan, padahal kematian terbentang di hadapan dan mengintai dari
semua sisi. Kita tak pernah berangan-angan sampai kematian menghentikannya.
Kita begitu bangga mengumpulkan kemegahan dunia dari kendaraan yang
mewah, tempat tinggal yang nyaman dan harta yang berlimpah. Sehingga kita tidak
pernah mempersiapkan ‘harta’ untuk akhirat kita. harta akhirat yang dimaksud
adalah amal kebaikan dan harta yang kita tabung dalam bentuk sedekah. Ya,
sejatinya harta yang kita keluarkan di jalan Allah subhanahu wata'ala adalah
tabungan kita untuk akhirat.
Kita begitu bangga dengan apa yang kita miliki, apa yang kita
dapatkan dan apa yang orang-orang katakan tentang kita. kita bangga dengan
kedudukan dan jabatan yang berada dalam genggaman kita. Mungkin kita seorang
miliarder dan bisnisman yang sukses. Mungkin kita seorang pejabat yang memiliki
kekuatan dan disegani. Mungkin kita seorang selebriti yang banyak disanjung dan
diidolakan oleh banyak orang. Bagi dunia kita mungkin sesuatu yang yang
istimewa, tapi bagi malaikat maut, kita hanyalah sebuah nama yang sudah ada
dalam daftar.
Kita tidak memiliki jaminan bagaimana akhir kehidupan kita.
jabatan, harta dan pujian manusia bukanlah jaminan baiknya akhir kehidupan
kita. mari kita simak apa yang dikatakan oleh Mufti Ismail Menk. Beliau
berkata, “Tidak ada jaminan sama sekali dalam hidup ini. Tapi kematian lah yang
benar-benar menjamin segalanya. Tapi mengapa kita masih saja terlalu sibuk
memperhatikan hidup daripada kematian?”
Kita juga tidak pernah sadar bahwa kebutuhkan orang kaya dan miskin
saat dia mati adalah sama, yaitu selembar kain kafan. Hanya kain kafan. Tetapi
bisa saja mereka berbeda di dalam kubur. Apakah kubur itu menjadi taman surga
atau justru menjadi lubang neraka.
Jika kehidupan kita di dunia ini kita bandingkan dengan kehidupan
kita di akhirat, maka tentu akan sangat jauh berbeda nilainya. Lamanya
kehidupan dunia hanyalah setitik jika dibanding dengan durasi kehidupan
akhirat. Maka sudah seharusnya kita bekerja untuk kehidupan dunia sebanding
dengan panjangnya kehidupan kita di dunia. Sebaliknya, beramallah untuk akhirat
sebanding dengan kehidupan kita di akhirat kelak.
Mari kita tutup bagian ini dengan kutipan penuh makna dari Abdullah
bin Mubarak, “Wahai manusia, siapkan dirimu untuk akhirat. Taatilah Allah
sesuai kadar keperluanmu kepada-Nya dan marahlah kepada-Nya sesuai tingkat
kemampuanmu untuk bersabar menghuni neraka.”
Orang yang tidur tidak akan tahu kalau dirinya sedang bermimpi
kecuali setelah bangun, begitu juga orang yang lalai akan akhirat tidak akan
tahu kalau dirinya sedang menyia-nyiakan amal akhirat kecuali setelah datangnya
kematian. Oleh karena itu, jangan pernah melupakan kematian. Jangan pernah
menyepelekannya barang sejenak pun.
Peringatan Sebelum Kematian
Ajal itu pasti, khusnul khatimah itu pilihan.
Kematian bukanlah bencana terbesar dalam hidup ini. Bencana
terbesar dalam hidup adalah ketika ketakutan kita kepada Allah sudah mati saat
kita masih hidup.
Demi Allah, seandainya jenazah yang kalian tangisi bisa berbicara
sekejap lalu menceritakan (pengalaman sakaratul mautnya) pada kalian, niscaya
kalian akan melupakan jenazah tersebut dan mulai menangisi diri kalian sendiri.
– (Imam Al-Ghazali)
Banyak manusia yang tertipu dengan usia. Dia menganggap bahwa
hidupnya masih panjang sehingga tidak perlu berpikir tentang kematian. Dia juga
menganggap masih memiliki waktu yang lapang untuk bertaubat hanya karena
melihat usianya yang masih muda. Padahal, betapa banyak penyesalan yang tidak
terungkapkan di dunia. Penyesalan mereka adalah penyesalan abadi di dalam kubur
dan di akhirat. Kuburan penuh dengan orang-orang yang dahulu berpikir bahwa
mereka akan mengamalkan Islam saat mereka tua. Usia tua tidak dijanjikan kepada
siapa pun, tapi kepastian surga dan neraka sudah menjadi jaminan.
Allah subhanahu wata'ala berfirman,
Tidak ada seorangpun yang tahu apa yang akan diusahakannya besok.
Dan tidak ada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. – (Q.S Luqman: 34)
Ada juga orang-orang yang beruntung diberi umur panjang. Mereka mengisi
kehidupan mereka dengan kesibukan untuk dunia hingga tidak terasa tanda-tanda
telah Allah subhanahu wata'ala kirimkan dalam hidupnya. Apa tanda-tanda itu?
Tersebut dalam sebagian riwayat bahwa ada seorang Nabi dari
nabi-nabi Allah subhanahu wata'ala, berkata kepada Malaikat Maut, apakah engkau
memiliki para utusan yang engkau kirimkan dari sisi engkau agar menjadi
peringatan bagi manusia?”
Malaikat tersebut menjawab, “Benar, demi Allah di sisiku ada banyak
utusan; penyakit, uban, kesedihan, berubahnya pendengaran dan penglihatan.”
Allah subhanahu wata'ala berfirman,
“Dan (apakah tidak) datang kepadamu pemberi peringatan.” (Fathir
(35):37)
Sebagian ulama mengatakan bahwa maksud dari pemberi peringatan dari
ayat di atas adalah al-Quran. Ada pula yang mengatakan bahwa ia adalah para
Rasul. Sedangkan Ibnu Abbas mengatakan, “Ia adalah uban.”
Oleh karena itu, selalu ingatlah akan kematian tidak peduli kita
masih muda atau sudah tua. Karena ad-Daqaq rahimahullah pernah berkata, “Barangsiapa
yang banyak mengingat kematian, maka dia akan dimuliakan dengan tiga hal;
disegerakan taubatnya, qana’ah (merasa cukup dengan pemberian yang ada padanya)
dalam hatinya, semangat dalam beribadah. Dan barangsiapa yang melupakan
kematian, maka dia akan ditimpa tiga hal; ditangguhkan taubatnya, tidak ridha
(tidak merasa cukup) dengan pemberian yang ada dan bermalas-malasan dalam
beribadah.”
Ada masa di mana tanah menjadi tempat pembaringannya, ulat menjadi
temannya, munkar dan nakir menjadi tamunya, kuburan menjadi tempat tinggalnya,
perut bumi menjadi tempat menetapnya, surga atau neraka menjadi tempat
kembalinya.
No comments:
Post a Comment