19 Jun 2019

Sahabat Surga



Jika yang kamu cari adalah seorang teman yang sempurna, maka kamu tidak akan pernah punya teman. – Rumi

Kita sebagai makhluk sosial tentunya sangat membutuhkan eksistensi orang lain dalam kehidupan kita. Selain keluarga yang selalu membersamai kita, kita juga membutuhkan sahabat yang dengan kehadirannya bisa memberi warna dalam episode kehidupan kita.

Adanya sahabat yang membersamai kita akan mewarnai kehidupan kita dengan makna kehidupan yang lebih semarak. Tanpa kehadiran sahabat kita akan merasakan kehambaran. Didera rasa sepi yang berkepanjangan dan kesedihan.

Sosok sahabat bisa memberi kita motivasi ketika kita down, menghibur ketika sedih, menasihati ketika kita salah dan mendukung ketika kita menggapai mimpi yang kita harapkan. Teman juga akan datang membantu ketika kita membutuhkan uluran tangan. Dia akan mendengarkan setiap keluh kesah kita dan mencoba memahami apa yang kita rasakan dengan sepenuh hati.

Saya ingin berbagi sebuah kisah ilustratif untuk memahami makna penting dari sebuah persahabatan. Mari kita simak kisahnya.

Dua orang sahabat sedang melakukan safar. Mereka mengarungi padang pasir yang luas. Suatu hari mereka berdebat tentang sesuatu.

Salah seorang dari kedua sahabat itu menampar temannya, dan yang ditampar itu merasa sakit tetapi dia tak berkata apa apa. Ia hanya menulis di atas pasir, “Hari ini teman baikku menamparku.”

Mereka tetap berjalan sampai mereka menemukan sebuah oasis (sumber air), mereka sepakat untuk mandi, teman yang telah ditampar tergelincir dan hampir saja tenggelam di oasis tersebut, tetapi temannya datang dan menolongnya, dan setelah diselamatkan oleh temannya dari bahaya, dia menulis di Batu "Hari ini teman baikku menyelamatkan nyawaku."

Teman yang telah menampar dan yang telah menyelamatkan nyawa teman baiknya itu bertanya kepadanya, “Setelah saya menyakitimu, kamu menulisnya di atas pasir dan sekarang, kamu menulisnya diatas batu, mengapa?”

Temannya pun menjawab, "Ketika seseorang menyakiti kita, kita harus menulisnya diatas pasir, agar angin dapat menghapus jejaknya. Sehingga kita dapat memaafkan. Tetapi ketika seseorang melakukan sesuatu yang baik kepada kita, kita harus mengukirnya di atas batu dimana tak ada angin atau hujan yang dapat menghapusnya.”

"Tulislah sakit hatimu di atas tanah, dan Ukirlah kebaikan dia atas batu"

Nah, filosofi ini bisa kita jadikan sebagai moto persahabatan kita. Dengan siapa pun kita bersahabat hendaknya kita memegang prinsip ini. Jangan sampai satu kesalahan yang dilakukan oleh seorang sahabat menghancurkan tali yang telah terjalin. Jangan sampai satu kekeliruan yang dilakukan seorang sahabat membuat kita lupa dengan ribuan kebaikannya kepada kita.

Hindari Teman yang Buruk

Sayangnya betapa banyak orang yang tersesat tersebab karena teman dekatnya. Dia salah dalam memilih teman hidup sehingga justru temannya menyeretnya ke dalam neraka yang membinasakan.
Allah subhanahu wata'ala berfirman,

Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: "Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul". Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan sifulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Quran ketika Al Quran itu telah datang kepadaku. Dan adalah syaitan itu tidak mau menolong manusia.  (Al-Quran 25: 27-29)

Lalu bagaimana sikap seharusnya? Apakah kita harus pilah-pilih teman? Bukankah guru dan orang tua kita mengatakan bahwa kita tidak layak untuk pilah-pilih dalam berteman. Apalagi pilih kasih dalam menyikapi mereka.

Memang, nasihat tersebut benar adanya. Kita bisa berteman dengan siapa pun kita mau dan kita juga tidak layak pilah-pilih teman. Kita bisa berteman dengan orang kaya atau orang miskin. Kita tidak boleh membedakan sikap terhadap teman yang populer dengan orang yang kurang populer. Kita juga bisa berteman dengan seseorang yang berbeda keyakinan dengan kita.

Tapi yang saya maksudkan dalam bahasan ini adalah teman-teman yang menjerumuskan ke dalam keburukan. Misal, berteman dengan seorang pemabuk yang dikhawatirkan bisa mengiringmu menjadi seorang pemabuk seperti dirinya. Bergaul dengan seorang pezina yang bisa jadi membujuk kita untuk mencicipi zina dan semacamnya.

Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Agama seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)

Temanmu akan menggambarkan siapa kamu dan level keimananmu. Maka pilihlah teman secara bijak. Jika kamu banyak berteman dengan orang-orang ahli maksiat, maka bisa dipastikan level imanmu rendah dan besar kemungkinan kamu terpengaruh oleh gaya kehidupan mereka.

Kecuali kamu bergaul dengan mereka bukan untuk berbaur dengan gaya hidup mereka yang salah. Alih-alih ikut-ikutan mengerjakan kesalahan yang sama, kamu justru mengajak mereka kepada kebenaran. Mendakwahi mereka dan menyadarkan mereka bahwa apa yang mereka lakukan itu adalah kesalahan. Intinya, akankah kita mewarnai atau malah diwarnai oleh mereka. Jawabannya kembali kepada diri kita masing-masing.

Teman yang baik Selalu Memberi Nasihat

Seorang teman sejati adalah, dia yang memberi nasehat ketika melihat kesalahanmu dan dia yang membelamu saat kamu tidak ada. (Ali bin Abi Thalib)

Teman sejatimu adalah orang yang selalu mengingatkanmu untuk peduli terhadap urusan akhiratmu. – Abdul Qadir Jillani

Teman yang baik adalah teman yang selalu meluruskan kesalahan yang kita perbuat. Teman yang baik adalah mereka yang tidak pernah merasa sungkan untuk menunjukan kepada kita dimana kesalahan kita dan apa yang harus kita lakukan untuk memperbaikinya. Dia memberikan kita saran dan kritik yang membangun demi kebaikan kita. Teman yang baik juga tidak suka menjilat dengan pujian-pujian yang membuat kita melambung dan tinggi hati. Justru sahabat yang sejati adalah sahabat yang mampu meletakan pujian pada tempatnya. Dia akan memuji kita ketika kita layak menerimanya dan tak takut serta tak merasa bersalah ketika harus menasihati kita.

Benarlah apa yang dikatakan Umar bin Khatab radiyallahu anhu, “Orang yang mau menunjukkan di mana letak kesalahanmu, itulah temanmu yang sesungguhnya. Sedangkan orang-orang yang menyebar omong kosong dengan selalu memujimu, mereka sebenarnya adalah para algojo yang akan membinasakanmu.”

Kritik dan nasihat yang mereka berikan adalah bentuk kepedulian dan kasih sayang mereka sebagai sahabat. Karena mereka tidak ingin kita jatuh kepada kesalahan yang sama dan tidak rela jika kita masuk ke dalam neraka karena dosa dan kemaksiatan yang kita perbuat.

Betapa sering kita mendengar bahwa ada seseorang yang mengikuti kemaksiatan yang dilakukan temannya atas nama solidaritas persahabatan yang meraka jalin. Atau sebaliknya, seseorang mengikuti ajakan temannya untuk melakukan kesalahan dengan alasan sungkan untuk menolak ajakan seorang teman karib.

Sebaliknya, betapa ada orang yang membenci temannya yang menasihatinya dengan tulus. Dia tidak suka temannya menasihati dan memberi saran. Dia menganggap sahabatnya terlalu ikut campur dan mengganggu privasinya.

Padahal Ibnu Hazm berkata, “Orang yang bersedia mengkritikmu, berarti ia peduli tentang persahabatan denganmu. Sementara mereka yang menyembunyikan atau menutup-nutupi kesalahanmu, sesungguhnya mereka tidak peduli apapun tentang kamu.”

Rasulullah pernah ditanya, “Seperti apakah orang yang bisa dijadikan teman baik?”. “Teman yang baik adalah Dia yang membantumu untuk selalu mengingat Allah dan mengingatkanmu ketika kamu melupakan Allah.”jawab Rasulullah.

Berteman di Dunia, Bermusuhan di Akhirat

“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertakwa.” (Q.S Az-Zukhruf: 67)

Tentunya kita berharap pertemanan yang kita jalin langgeng hingga negeri akhirat. Tak ada yang bisa memisahkan dan memutuskan tali persahabatan itu kecuali jeda kematian. Kita berteman di dunia kemudian akan berlanjut menjalinnya di akhirat yang penuh dengan keabadian.

Tapi persahabatan palsu yang dibangun di atas kefajiran dan dosa tidak akan pernah langgeng. Bahkan tidak hanya di akhirat, di dunia pun mereka bisa bermusuhan satu sama lain jika kepentingannya dirasa terancam.

Bisa jadi dua orang berteman di dunia karena sama-sama pengonsumsi dan penyalur narkoba. Mereka sangat akrab satu sama lain. Bahkan sudah seperti saudara. Kemudian mereka mengikrarkan, “Kita harus saling berbagi dalam keadaan senang ataupun susah.”

Namun keadaan berbalik ketika kebusukan mereka terungkap oleh pihak berwenang. Mereka akan saling menyalahkan satu sama lain. Mereka saling mengelak dan saling menuduh siapa yang membeli dan menghadirkan narkoba pertama kali.

Demikianlah keadaan teman akrab di dunia yang tidak dibangun berdasarkan pertemanan karena Allah subhanahu wata'ala.

“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. Az-Zukhruf: 67)

Ahli Tafsir At-Thabari menjelaskan,”Orang-orang yang saling bersahabat di atas maksiat kepada Allah di dunia, di hari kiamat akan saling bermusuhan satu sama lain dan saling berlepas diri, kecuali mereka yang saling bersahabat di atas takwa kepada Allah.” (Lihat Tafsir At-Thabari)

Di dalam ayat yang lain Allah subhanahu wata'ala berfirman,

“Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya (yakni: sangat menyesal), seraya berkata: “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si Fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Quran ketika Al Quran itu telah datang kepadaku.” Dan adalah setan itu tidak mau menolong manusia.” (QS. Al-Furqan: 27-29)

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar (jujur).” (QS. At-Taubah: 119)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Seseorang itu mengikuti diin (agama; tabiat; akhlaq) kawan dekatnya. Oleh karena itu, hendaknya seseorang di antara kalian memperhatikan siapa yang dia jadikan kawan dekat.” (HR. Abu Dawud, Silsilah ash-Shahihah no. 927)

Syafaat Seorang Sahabat

Bahkan dengan persahabatan yang tulus dalam bingkai iman, seseorang bisa mengangkat temannya dari neraka. Dia menjadi sebab datangnya syafaat karena mereka selalu bersinergi dalam kesalihan selama hidup di dunia. 

Ketika di dunia, mereka saling mengingatkan satu sama lain tentang keridhoan Allah subhanahu wata'ala. Mengajaknya kepada kebaikan dan mencegah dari berbuat keburukan. Mungkin mereka melangkah bersama ke majlis ilmu. Mungkin juga mereka saling setor hafalan al-quran dan saling mengoreksi hafalannya. Mungkin juga mereka aktif bersama di lembaga dakwah dan selalu bersinergi untuk menebar kebaikan. Mungkin juga sahabat itu datang memarahi kita ketika kita masih berleha-leha ketika adzan berkumandang. Kemudian mengajak kita untuk segera ke masjid. Mungkin sahabat itu cemberut ketika kita berbicara mesra dengan lawan jenis lewat telepon di tengah malam. Kemudian menasihati kita tentang pentingnya menjaga kehormatan. Mungkin sahabat itu selalu rutin mengirim pesan kepada kita untuk menjaga amal shalih harian yang biasa dilakukan, sehingga kita tidak lagi melewatkannya. Dan masih banyak lagi moment-moment indah lainnya.

Sehingga ketika masa itu tiba, surga terbentang di hadapan, maka yang pertama kali dicarinya adalah sahabat yang membersamainya dalam kebaikan di dunia dulu.

Suatu hari, Ibnul Jauzi rahimahullah berkata kepada sahabat-sahabatnya,

“Jika kalian tidak menemukan aku di surga, maka tanyakanlah tentang aku kepada Allah. Ucapkan: ’Wahai Rabb kami, hambaMu fulan, dulu dia pernah mengingatkan kami untuk mengingat Engkau.”
Kemudian beliau menangis.

Hasan Al- Bashri berkata, “Perbanyaklah berteman dengan orang-orang yang beriman. Karena mereka memiliki syafaat pada hari klamat.” (Ma’alimut Tanzil 4/268)

Apa yang diungkapkan Imam Ibnu Jauzi rahimahullah dan Hasan al-Basri rahimahullah tidaklah salah. Karena Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang syafaat di hari kiamat,

“Setelah orang-orang mukmin itu dibebaskan dari neraka, demi Allah, Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh kalian begitu gigih dalam memohon kepada Allah untuk memperjuangkan hak untuk saudara-saudaranya yang berada di dalam neraka pada hari kiamat. Mereka memohon: Wahai Tuhan kami, mereka itu (yang tinggal di neraka) pernah berpuasa bersama kami, shalat, dan juga haji.
Dijawab: ”Keluarkan (dari neraka) orang-orang yang kalian kenal.” Hingga wajah mereka diharamkan untuk dibakar oleh api neraka.

Para mukminin inipun mengeluarkan banyak saudaranya yang telah dibakar di neraka, ada yang dibakar sampai betisnya dan ada yang sampai lututnya.

Kemudian orang mukmin itu berkata kepada Allah, “Ya Allah, orang-orang yang Engkau perintahkan untuk diselamatkan dari neraka sudah tidak tersisa.”

Allah berfirman, ”Kembali lagi, keluarkanlah yang masih memiliki iman seberat dinar.”

Maka banyak orang mukmin yang dikeluarkan dari siksa neraka. Kemudian mereka melapor, “Wahai Tuhan kami, kami tidak meninggalkan seorang pun dari yang Engkau perintahkan untuk diselamatkan.” (HR. Muslim no. 183).

Analogi Teman

“Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR Bukhari 5534 dan Muslim 2628)

Imam Al-Ghazali rahimahullah mengatakan, “Bersahabat dan bergaul dengan orang-orang yang pelit, akan mengakibatkan kita tertular pelitnya. Sedangkan bersahabat dengan orang yang zuhud, membuat kita juga ikut zuhud dalam masalah dunia. Karena memang asalnya seseorang akan mencontoh teman dekatnya.” (Tuhfah Al-Ahwadzi, 7: 94)

Teman yang shalih punya pengaruh untuk menguatkan iman dan terus istiqamah karena kita akan terpengaruh dengan kelakuan baiknya hingga semangat untuk beramal.

Abdullah bin Al-Mubarak mengatakan, “Jika kami memandang Fudhail bin ‘Iyadh, kami akan semakin sedih dan merasa diri penuh kekurangan.”

Ja’far bin Sulaiman mengatakan, “Jika hati ini ternoda, maka kami segera pergi menuju Muhammad bin Waasi’.” (Ta’thir Al-Anfas min Hadits Al-Ikhlas)

Ya, teman yang sesungguhnya adalah mereka yang kehadirannya membuat kita selalu ingat kepada Allah subhanahu wata'ala. Bahkan walau hanya dengan melihat wajahnya atau mendengar namanya saja membuat kita ingat kepada Allah subhanahu wata'ala dan ingat kepada kebenaran.

‘Kenangan saya bersamanya adalah ketika setiap hari kami selalu murojaah bareng.’

‘Dia selalu mengingatkan saya untuk selalu melaksanakan shalat tahajud dan dhuha. Dan saya tidak pernah melupakannya.’

Ada banyak manfaat yang kita peroleh ketika kita berteman dengan orang-orang yang shalih.
Pertama, dia akan mengingatkan kita untuk beramal shalih, juga mengingatkan kita saat kita terjatuh dalam kesalahan.

Diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mempersaudarakan antara Salman dan Abu Darda. Tatkala Salman bertandang ke rumah Abu Darda, ia melihat Ummu Darda’ (istri Abu Darda) dalam keadaan mengenakan pakaian yang serba kusut. Salman pun bertanya padanya, “Mengapa keadaan kamu seperti itu?” Wanita itu menjawab, “Saudaramu Abu Darda sudah tidak mempunyai hajat lagi pada keduniaan.”

Kemudian Abu Darda datang dan ia membuatkan makanan untuk Salman. Setelah selesai Abu Darda’ berkata kepada Salman, “Makanlah, karena saya sedang berpuasa.” Salman menjawab, “Saya tidak akan makan sebelum engkau pun makan.” Maka Abu Darda pun makan. Pada malam harinya, Abu Darda bangun untuk mengerjakan shalat malam. Salman pun berkata padanya, “Tidurlah.” Abu Darda’ pun tidur kembali.

Ketika Abu Darda’ bangun hendak mengerjakan shalat malam, Salman kembali berkata padanya, “Tidurlah!” Hingga pada akhir malam, Salman berkata, “Bangunlah.” Lalu mereka shalat bersama-sama. Setelah itu, Salman berkata kepadanya, “Sesungguhnya bagi Rabbmu ada hak, bagi dirimu ada hak, dan bagi keluargamu juga ada hak. Maka penuhilah masing-masing hak tersebut.”

Kemudian Abu Darda mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu menceritakan apa yang baru saja terjadi. Beliau lantas bersabda, “Salman benar.” (HR. Bukhari).

Kedua, sahabat akan selalu mendoakan kita dalam kebaikan

Teman akan selalu hadir untuk mendukung setiap langkah kita. bahkan sahabat yang selalu mengingatkan kita untuk tidak pantang menyerah dalam menggapai mimpi yang kita harapkan.
Ketiga, sahabat dekat yang shalih akan dibangkitkan bersama kita pada hari kiamat.
Dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

Ada yang berkata pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Ada seseorang yang mencintai suatu kaum, namun ia tak pernah berjumpa dengan mereka.’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, ‘Setiap orang akan dikumpulkan bersama orang yang ia cintai.’” (HR. Bukhari; Muslim,)

Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment