Jika yang kamu cari adalah seorang teman yang sempurna, maka kamu
tidak akan pernah punya teman. – Rumi
Kita sebagai makhluk sosial tentunya sangat membutuhkan eksistensi
orang lain dalam kehidupan kita. Selain keluarga yang selalu membersamai kita,
kita juga membutuhkan sahabat yang dengan kehadirannya bisa memberi warna dalam
episode kehidupan kita.
Adanya sahabat yang membersamai kita akan mewarnai kehidupan kita
dengan makna kehidupan yang lebih semarak. Tanpa kehadiran sahabat kita akan
merasakan kehambaran. Didera rasa sepi yang berkepanjangan dan kesedihan.
Sosok sahabat bisa memberi kita motivasi ketika kita down,
menghibur ketika sedih, menasihati ketika kita salah dan mendukung ketika kita
menggapai mimpi yang kita harapkan. Teman juga akan datang membantu ketika kita
membutuhkan uluran tangan. Dia akan mendengarkan setiap keluh kesah kita dan
mencoba memahami apa yang kita rasakan dengan sepenuh hati.
Saya ingin berbagi sebuah kisah ilustratif untuk memahami makna
penting dari sebuah persahabatan. Mari kita simak kisahnya.
Dua orang sahabat sedang melakukan safar. Mereka mengarungi padang
pasir yang luas. Suatu hari mereka berdebat tentang sesuatu.
Salah seorang dari kedua sahabat itu menampar temannya, dan yang
ditampar itu merasa sakit tetapi dia tak berkata apa apa. Ia hanya menulis di
atas pasir, “Hari ini teman baikku menamparku.”
Mereka tetap berjalan sampai mereka menemukan sebuah oasis (sumber
air), mereka sepakat untuk mandi, teman yang telah ditampar tergelincir dan
hampir saja tenggelam di oasis tersebut, tetapi temannya datang dan
menolongnya, dan setelah diselamatkan oleh temannya dari bahaya, dia menulis di
Batu "Hari ini teman baikku menyelamatkan nyawaku."
Teman yang telah menampar dan yang telah menyelamatkan nyawa teman
baiknya itu bertanya kepadanya, “Setelah saya menyakitimu, kamu menulisnya di
atas pasir dan sekarang, kamu menulisnya diatas batu, mengapa?”
Temannya pun menjawab, "Ketika seseorang menyakiti kita, kita
harus menulisnya diatas pasir, agar angin dapat menghapus jejaknya. Sehingga
kita dapat memaafkan. Tetapi ketika seseorang melakukan sesuatu yang baik
kepada kita, kita harus mengukirnya di atas batu dimana tak ada angin atau
hujan yang dapat menghapusnya.”
"Tulislah sakit hatimu di atas tanah, dan Ukirlah kebaikan dia
atas batu"
Nah, filosofi ini bisa kita jadikan sebagai moto persahabatan kita.
Dengan siapa pun kita bersahabat hendaknya kita memegang prinsip ini. Jangan
sampai satu kesalahan yang dilakukan oleh seorang sahabat menghancurkan tali
yang telah terjalin. Jangan sampai satu kekeliruan yang dilakukan seorang
sahabat membuat kita lupa dengan ribuan kebaikannya kepada kita.
Hindari Teman yang Buruk
Sayangnya betapa banyak orang yang tersesat tersebab karena teman
dekatnya. Dia salah dalam memilih teman hidup sehingga justru temannya
menyeretnya ke dalam neraka yang membinasakan.
Allah subhanahu wata'ala berfirman,
Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang
zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: "Aduhai kiranya (dulu) aku
mengambil jalan bersama-sama Rasul". Kecelakaan
besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan sifulan itu teman
akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Quran ketika Al Quran
itu telah datang kepadaku. Dan adalah syaitan itu tidak mau menolong manusia. (Al-Quran 25: 27-29)
Lalu bagaimana sikap seharusnya? Apakah kita
harus pilah-pilih teman? Bukankah guru dan orang tua kita mengatakan bahwa kita
tidak layak untuk pilah-pilih dalam berteman. Apalagi pilih kasih dalam
menyikapi mereka.
Memang, nasihat tersebut benar adanya. Kita
bisa berteman dengan siapa pun kita mau dan kita juga tidak layak pilah-pilih
teman. Kita bisa berteman dengan orang kaya atau orang miskin. Kita tidak boleh
membedakan sikap terhadap teman yang populer dengan orang yang kurang populer.
Kita juga bisa berteman dengan seseorang yang berbeda keyakinan dengan kita.
Tapi yang saya maksudkan dalam bahasan ini
adalah teman-teman yang menjerumuskan ke dalam keburukan. Misal, berteman
dengan seorang pemabuk yang dikhawatirkan bisa mengiringmu menjadi seorang
pemabuk seperti dirinya. Bergaul dengan seorang pezina yang bisa jadi membujuk
kita untuk mencicipi zina dan semacamnya.
Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Agama seseorang
sesuai dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian melihat siapakah yang
menjadi teman dekatnya.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
Temanmu akan menggambarkan siapa kamu dan level keimananmu. Maka
pilihlah teman secara bijak. Jika kamu banyak berteman dengan orang-orang ahli
maksiat, maka bisa dipastikan level imanmu rendah dan besar kemungkinan kamu
terpengaruh oleh gaya kehidupan mereka.
Kecuali kamu bergaul dengan mereka bukan untuk
berbaur dengan gaya hidup mereka yang salah. Alih-alih ikut-ikutan mengerjakan
kesalahan yang sama, kamu justru mengajak mereka kepada kebenaran. Mendakwahi
mereka dan menyadarkan mereka bahwa apa yang mereka lakukan itu adalah
kesalahan. Intinya, akankah kita mewarnai atau malah diwarnai oleh mereka.
Jawabannya kembali kepada diri kita masing-masing.
Teman yang baik Selalu Memberi Nasihat
Seorang teman sejati adalah, dia yang memberi nasehat ketika
melihat kesalahanmu dan dia yang membelamu saat kamu tidak ada. (Ali bin Abi
Thalib)
Teman sejatimu adalah orang yang selalu mengingatkanmu untuk peduli
terhadap urusan akhiratmu. – Abdul Qadir Jillani
Teman yang baik adalah teman yang selalu
meluruskan kesalahan yang kita perbuat. Teman yang baik adalah mereka yang
tidak pernah merasa sungkan untuk menunjukan kepada kita dimana kesalahan kita
dan apa yang harus kita lakukan untuk memperbaikinya. Dia memberikan kita saran
dan kritik yang membangun demi kebaikan kita. Teman yang baik juga tidak suka
menjilat dengan pujian-pujian yang membuat kita melambung dan tinggi hati.
Justru sahabat yang sejati adalah sahabat yang mampu meletakan pujian pada
tempatnya. Dia akan memuji kita ketika kita layak menerimanya dan tak takut
serta tak merasa bersalah ketika harus menasihati kita.
Benarlah apa yang dikatakan Umar bin Khatab
radiyallahu anhu, “Orang yang mau menunjukkan di mana letak kesalahanmu, itulah
temanmu yang sesungguhnya. Sedangkan orang-orang yang menyebar omong kosong
dengan selalu memujimu, mereka sebenarnya adalah para algojo yang akan
membinasakanmu.”
Kritik dan nasihat yang mereka berikan adalah bentuk kepedulian dan
kasih sayang mereka sebagai sahabat. Karena mereka tidak ingin kita jatuh
kepada kesalahan yang sama dan tidak rela jika kita masuk ke dalam neraka
karena dosa dan kemaksiatan yang kita perbuat.
Betapa sering kita mendengar bahwa ada seseorang yang mengikuti
kemaksiatan yang dilakukan temannya atas nama solidaritas persahabatan yang
meraka jalin. Atau sebaliknya, seseorang mengikuti ajakan temannya untuk
melakukan kesalahan dengan alasan sungkan untuk menolak ajakan seorang teman
karib.
Sebaliknya, betapa ada orang yang membenci temannya yang
menasihatinya dengan tulus. Dia tidak suka temannya menasihati dan memberi
saran. Dia menganggap sahabatnya terlalu ikut campur dan mengganggu privasinya.
Padahal Ibnu Hazm berkata, “Orang yang bersedia mengkritikmu, berarti ia peduli
tentang persahabatan denganmu. Sementara
mereka yang menyembunyikan atau menutup-nutupi kesalahanmu, sesungguhnya mereka
tidak peduli apapun tentang kamu.”
Rasulullah pernah ditanya, “Seperti apakah orang yang bisa
dijadikan teman baik?”. “Teman yang baik adalah Dia yang membantumu untuk
selalu mengingat Allah dan mengingatkanmu ketika kamu melupakan Allah.”jawab
Rasulullah.
Berteman di Dunia, Bermusuhan di Akhirat
“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi
sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertakwa.” (Q.S Az-Zukhruf: 67)
Tentunya kita berharap pertemanan yang kita jalin langgeng hingga
negeri akhirat. Tak ada yang bisa memisahkan dan memutuskan tali persahabatan
itu kecuali jeda kematian. Kita berteman di dunia kemudian akan berlanjut
menjalinnya di akhirat yang penuh dengan keabadian.
Tapi persahabatan palsu yang dibangun di atas kefajiran dan dosa
tidak akan pernah langgeng. Bahkan tidak hanya di akhirat, di dunia pun mereka
bisa bermusuhan satu sama lain jika kepentingannya dirasa terancam.
Bisa jadi dua orang berteman di dunia karena sama-sama pengonsumsi
dan penyalur narkoba. Mereka sangat akrab satu sama lain. Bahkan sudah seperti
saudara. Kemudian mereka mengikrarkan, “Kita harus saling berbagi dalam keadaan
senang ataupun susah.”
Namun keadaan berbalik ketika kebusukan mereka terungkap oleh pihak
berwenang. Mereka akan saling menyalahkan satu sama lain. Mereka saling
mengelak dan saling menuduh siapa yang membeli dan menghadirkan narkoba pertama
kali.
Demikianlah keadaan teman akrab di dunia yang tidak dibangun
berdasarkan pertemanan karena Allah subhanahu wata'ala.
“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi
sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. Az-Zukhruf: 67)
Ahli Tafsir At-Thabari menjelaskan,”Orang-orang yang saling
bersahabat di atas maksiat kepada Allah di dunia, di hari kiamat akan saling
bermusuhan satu sama lain dan saling berlepas diri, kecuali mereka yang saling
bersahabat di atas takwa kepada Allah.” (Lihat Tafsir At-Thabari)
Di dalam ayat yang lain Allah subhanahu wata'ala berfirman,
“Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua
tangannya (yakni: sangat menyesal), seraya berkata: “Aduhai kiranya (dulu) aku
mengambil jalan bersama-sama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku
(dulu) tidak menjadikan si Fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah
menyesatkan aku dari Al Quran ketika Al Quran itu telah datang kepadaku.” Dan
adalah setan itu tidak mau menolong manusia.” (QS. Al-Furqan: 27-29)
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah, dan
hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar (jujur).” (QS. At-Taubah: 119)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Seseorang itu mengikuti diin (agama; tabiat; akhlaq) kawan
dekatnya. Oleh karena itu, hendaknya seseorang di antara kalian memperhatikan
siapa yang dia jadikan kawan dekat.” (HR. Abu Dawud, Silsilah ash-Shahihah no.
927)
Syafaat Seorang Sahabat
Bahkan dengan persahabatan yang tulus dalam bingkai iman, seseorang
bisa mengangkat temannya dari neraka. Dia menjadi sebab datangnya syafaat
karena mereka selalu bersinergi dalam kesalihan selama hidup di dunia.
Ketika di dunia, mereka saling mengingatkan satu sama lain tentang
keridhoan Allah subhanahu wata'ala. Mengajaknya kepada kebaikan dan mencegah
dari berbuat keburukan. Mungkin mereka melangkah bersama ke majlis ilmu.
Mungkin juga mereka saling setor hafalan al-quran dan saling mengoreksi
hafalannya. Mungkin juga mereka aktif bersama di lembaga dakwah dan selalu
bersinergi untuk menebar kebaikan. Mungkin juga sahabat itu datang memarahi
kita ketika kita masih berleha-leha ketika adzan berkumandang. Kemudian
mengajak kita untuk segera ke masjid. Mungkin sahabat itu cemberut ketika kita
berbicara mesra dengan lawan jenis lewat telepon di tengah malam. Kemudian
menasihati kita tentang pentingnya menjaga kehormatan. Mungkin sahabat itu
selalu rutin mengirim pesan kepada kita untuk menjaga amal shalih harian yang
biasa dilakukan, sehingga kita tidak lagi melewatkannya. Dan masih banyak lagi
moment-moment indah lainnya.
Sehingga ketika masa itu tiba, surga terbentang di hadapan, maka
yang pertama kali dicarinya adalah sahabat yang membersamainya dalam kebaikan
di dunia dulu.
Suatu hari, Ibnul Jauzi rahimahullah berkata kepada
sahabat-sahabatnya,
“Jika kalian tidak menemukan aku di surga, maka tanyakanlah tentang
aku kepada Allah. Ucapkan: ’Wahai Rabb kami, hambaMu fulan, dulu dia pernah
mengingatkan kami untuk mengingat Engkau.”
Kemudian beliau menangis.
Hasan Al- Bashri berkata, “Perbanyaklah berteman dengan orang-orang
yang beriman. Karena mereka memiliki syafaat pada hari klamat.” (Ma’alimut
Tanzil 4/268)
Apa yang diungkapkan Imam Ibnu Jauzi rahimahullah dan Hasan
al-Basri rahimahullah tidaklah salah. Karena Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda tentang syafaat di hari kiamat,
“Setelah orang-orang mukmin itu dibebaskan dari neraka, demi Allah,
Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh kalian begitu gigih dalam memohon
kepada Allah untuk memperjuangkan hak untuk saudara-saudaranya yang berada di
dalam neraka pada hari kiamat. Mereka memohon: Wahai Tuhan kami, mereka itu
(yang tinggal di neraka) pernah berpuasa bersama kami, shalat, dan juga haji.
Dijawab: ”Keluarkan (dari neraka) orang-orang yang kalian kenal.”
Hingga wajah mereka diharamkan untuk dibakar oleh api neraka.
Para mukminin inipun mengeluarkan banyak saudaranya yang telah
dibakar di neraka, ada yang dibakar sampai betisnya dan ada yang sampai
lututnya.
Kemudian orang mukmin itu berkata kepada Allah, “Ya Allah,
orang-orang yang Engkau perintahkan untuk diselamatkan dari neraka sudah tidak
tersisa.”
Allah berfirman, ”Kembali lagi, keluarkanlah yang masih memiliki
iman seberat dinar.”
Maka banyak orang mukmin yang dikeluarkan dari siksa neraka.
Kemudian mereka melapor, “Wahai Tuhan kami, kami tidak meninggalkan seorang pun
dari yang Engkau perintahkan untuk diselamatkan.” (HR. Muslim no. 183).
Analogi Teman
“Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang
penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan
memberimu minyak wangi atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan
kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai
besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu dan kalaupun tidak, engkau
tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR Bukhari 5534 dan Muslim
2628)
Imam Al-Ghazali rahimahullah mengatakan, “Bersahabat dan bergaul
dengan orang-orang yang pelit, akan mengakibatkan kita tertular pelitnya.
Sedangkan bersahabat dengan orang yang zuhud, membuat kita juga ikut zuhud
dalam masalah dunia. Karena memang asalnya seseorang akan mencontoh teman
dekatnya.” (Tuhfah Al-Ahwadzi, 7: 94)
Teman yang shalih punya pengaruh untuk menguatkan iman dan terus
istiqamah karena kita akan terpengaruh dengan kelakuan baiknya hingga semangat
untuk beramal.
Abdullah bin Al-Mubarak mengatakan, “Jika kami memandang Fudhail
bin ‘Iyadh, kami akan semakin sedih dan merasa diri penuh kekurangan.”
Ja’far bin Sulaiman mengatakan, “Jika hati ini ternoda, maka kami
segera pergi menuju Muhammad bin Waasi’.” (Ta’thir Al-Anfas min Hadits
Al-Ikhlas)
Ya, teman yang sesungguhnya adalah mereka yang kehadirannya membuat
kita selalu ingat kepada Allah subhanahu wata'ala. Bahkan walau hanya dengan
melihat wajahnya atau mendengar namanya saja membuat kita ingat kepada Allah
subhanahu wata'ala dan ingat kepada kebenaran.
‘Kenangan saya bersamanya adalah ketika setiap hari kami selalu
murojaah bareng.’
‘Dia selalu mengingatkan saya untuk selalu melaksanakan shalat
tahajud dan dhuha. Dan saya tidak pernah melupakannya.’
Ada banyak manfaat yang kita peroleh ketika kita berteman dengan
orang-orang yang shalih.
Pertama, dia akan mengingatkan kita untuk beramal shalih, juga
mengingatkan kita saat kita terjatuh dalam kesalahan.
Diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
mempersaudarakan antara Salman dan Abu Darda. Tatkala Salman bertandang ke
rumah Abu Darda, ia melihat Ummu Darda’ (istri Abu Darda) dalam keadaan
mengenakan pakaian yang serba kusut. Salman pun bertanya padanya, “Mengapa
keadaan kamu seperti itu?” Wanita itu menjawab, “Saudaramu Abu Darda sudah
tidak mempunyai hajat lagi pada keduniaan.”
Kemudian Abu Darda datang dan ia membuatkan makanan untuk Salman.
Setelah selesai Abu Darda’ berkata kepada Salman, “Makanlah, karena saya sedang
berpuasa.” Salman menjawab, “Saya tidak akan makan sebelum engkau pun makan.”
Maka Abu Darda pun makan. Pada malam harinya, Abu Darda bangun untuk
mengerjakan shalat malam. Salman pun berkata padanya, “Tidurlah.” Abu Darda’
pun tidur kembali.
Ketika Abu Darda’ bangun hendak mengerjakan shalat malam, Salman
kembali berkata padanya, “Tidurlah!” Hingga pada akhir malam, Salman berkata,
“Bangunlah.” Lalu mereka shalat bersama-sama. Setelah itu, Salman berkata
kepadanya, “Sesungguhnya bagi Rabbmu ada hak, bagi dirimu ada hak, dan bagi
keluargamu juga ada hak. Maka penuhilah masing-masing hak tersebut.”
Kemudian Abu Darda mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
lalu menceritakan apa yang baru saja terjadi. Beliau lantas bersabda, “Salman benar.”
(HR. Bukhari).
Kedua, sahabat akan selalu mendoakan kita dalam kebaikan
Teman akan selalu hadir untuk mendukung setiap langkah kita. bahkan
sahabat yang selalu mengingatkan kita untuk tidak pantang menyerah dalam
menggapai mimpi yang kita harapkan.
Ketiga, sahabat dekat yang shalih akan dibangkitkan bersama kita
pada hari kiamat.
Dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
Ada yang berkata pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Ada
seseorang yang mencintai suatu kaum, namun ia tak pernah berjumpa dengan
mereka.’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, ‘Setiap orang akan
dikumpulkan bersama orang yang ia cintai.’” (HR. Bukhari; Muslim,)
No comments:
Post a Comment