27 May 2019

Dosa yang Membinasakan



Setiap saat kita tenggelam dalam kenikmatan yang tiada batats. Setiap saat kita mengecap manisnya semua anugerah Allah subhanahu wata'ala yang telah diberikan secara Cuma-Cuma. Betapa kenikmatan itu telah menjadi nafas kita lewat oksigen, kekuatan dan kesehatan kita lewat makanan dan minuman dan kehormatan lewat pakaian dan tempat tinggal.

Di setiap tarikan nafas kita ada nikmat yang layak untuk kita syukuri. Dari mulai bangun tidur hingga tidur kembali ada nikmat yang melingkupi kehidupan kita. Maka benarlah apa yang telah Allah subhanahu wata'ala firmankan,

Maka nikmat Rabb kalian yang manakah yang kalian berdua (bangsa jin dan manusia) dustakan?”
 Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang mau bersyukur.” (Saba’: 13)

Ketika rasa syukur itu telah hilang dari hati manusia, maka secara perlahan hati itu akan terpalingkan dari Allah subhanahu wata'ala yang telah memberinya nikmat. Ketika hati sudah terpaling dari Allah, maka setan datang dengan dagangannnya yang menggiurkan berupa kemaksiatan. Dan setelah itu setan akan menawarkan satu persatu  barang dagangannya sehingga manusia menjadi ketagihan. Disinilah petaka itu dimulai. Manusia sudah tercebur dalam kubangan dosa yang membinasakan. Sejatinya, kenikmatan yang ditawarkan mengandung racun yang membinasakan.

Ibnul Qayyim Rahimahullah menjabarkan beberapa dampak buruk dari kemaksiatan. Beberapa diantaranya adalah

Kemaksiatan menghalangi cahaya ilmu dan kebenaran masuk ke hati seorang hamba

Dikisahkan bahwa Imam Syafi’i Rahimahullah belajar kepada Imam Malik Rahimahullah. Imam Malik terkagum-kagum dengan kecerdasannya sehingga dia berpesan kepada muridnya, “Aku yakin bahwa Alah subhanahu wata'ala telah memasukan cahaya ilmu ke hatimu. Maka janganlah engkau padamkan cahaya ilmu itu dengan kemaksiatan.”

Di kesempatan yang lain, Imam Syafi’i pernah menuturkan bahwa dia pernah secara tidak sengaja melihat betis perempuan yang tersingkap. Dan saat itulah beberapa hafalannya lenyap dari benaknya. Kemudian Imam Syafi’i mengingat nasihat bijak gurunya, Waki Rahimahullah, “Ketahuilah bahwa ilmu itu keutamaan dan keutamaan tidak akan diberikan kepada ahli maksiat.”

Saya pernah mendengar tentang seorang siswa yang memiliki prestasi yang luar biasa di sekolahnya. Nilainya selalu nyaris sempurna. Dan rahasia dari semua itu adalah kedekatannya dengan al-quran dengan cara menghafal dan memahaminya. Dari sini saya memahami bahwa ada relasi yang kuat antara keimanan dan ketakwaan dengan kecerdasan dan kejernihan berpikir seseorang. Semakin beriman seseorang, maka dia akan menjelma menjadi manusia yang bijaksana dan cerdik.

Betapa kita telah mengetahui bahwa masa keemasan islam zaman dahulu telah melahirkan manusia-manusia jenius multitalent yang kapabel dalam segala bidang. Kita mengenal al-Khawarizmi, Ibnu Sina, Ibnu Batutah, Ibnu Rusyd, dan masih banyak lagi yang lainnya. Hebatnya, dari peradaban islamlah bangsa Eropa mendapatkan masa keemasannya. Karena memang pada saat itu Eropa  berada di lembah kegelapan dan kebodohan, sementara peradaban islam berada dalam masa keeemasan.

Sejarah mencatat bahwa kota metropolitan pertama di dunia dengan sistem irigasi dan pelayanan publinya adalah Cordoba di Andalusia (yang saat itu berada di bawah kekuasaan islam). Kemudian orang-orang mulai berbondong-bondong ke Andalusia untuk belajar. Sampai-sampai pakaian para syaikh menjadi kebanggaan para mahasiswa dari luar Andalusia. Dari sanalah asal usul kenapa toga mirip dengan jubah yang biasa dikenakan syaih.

Jika selama ini kita merasa bahwa kita memiliki banyak kelemahan dalam belajar, lambat berpikir dan tidak bisa fokus ketika belajar, maka alangkah baiknya melihat bagaimana kondisi hati kita. Apakah hati kita terpaut kepada Allah subhanahu wata'ala atau jauh dari-Nya karena kemaksiatan yang kita lakukan. Jika memang itu yang terjadi, segera perbaiki keimanan dan ketakwaan sehingga ilmu-Nya mengisi hati kita. Jangan lupa untuk berdoa untuk diberi hati yang lapang untuk menerima ilmu yang akan Dia limpahkan.

Rabbi zidni ilma, warzuqni fahma. Ya Allah, tambahkan kepadaku ilmu dan berikan kepadaku pemahaman.

Maksiat menyebabkan seorang hamba terhalang dari rezeki dan urusannya dipersulit

Jika selama ini kita merasa urusan hidup kita semakin pelik dan mengenaskan, maka itu bisa jadi ujian, bisa juga sebagai hukuman dari Allah subhanahu wata'ala karena kemaksiatan kita. Kita merasa putus asa karena tidak menemukan jalan keluar dari masalah kita. Kita tidak tahu harus melakukan apa lagi. Disanalah kita harus segera kembali kepada Allah subhanahu wata'ala sehingga Allah akan memberi kita jalan untuk keluar dari segala kepedihan dan penderitaan yang mendera.

Ingatlah firman Allah subhanahu wata'ala,

“Siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan bagi orang tersebut jalan keluar (dari permasalahannya) dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (Ath-Thalaq: 2-3)

“Siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (Ath-Thalaq: 4)

Kemaksiatan akan melemahkan jiwa dan raga

Hamba yang selalu bermaksiat kepada Rabbnya sama saja telah menjemput kehancuran hidupnya. Hatinya akan lemah dan perlahan cahaya iman meredup dan lenyap. Jiwanya akan melemah sehingga dia tidak lagi membedakan kebaikan dan keburukan. Bahkan raganya pun ikut lemah. Mungkin sepintar raganya kuat dan segar bugar, tapi sejatinya tidak ada kekuatan yang bisa membuat orang lain takut. Orang pendosa adalah selemah-lemahnya makhluk karena dia telah lepas dari perlindungan Allah subhanahu wata'ala.

Ingatlah bagaimana Umar bin Khatab Radiyallahu anhu berwasiat kepada pasukan perang di medan yarmuk,

“Aku memerintahkanmu dan seluruh anggota pasukanmu untuk berhati-hati terhadap perbuatan maksiat, lebih dari hati-hati kalian terhadap musuhmu. Karena maksiat yang kalian perbuat lebih aku khawatirkan daripada kekuatan pasukan musuh.

Allah Subhanahu wata'ala  memberikan kemenangan kepada pasukan Islam disebabkan musuh-musuhnya yang berbuat kemaksiatab. Kalau bukan karena itu, niscaya pasukan Islam tidak akan berdaya menghadapi pasukan musuh. Karena jumlah pasukan Islam tak seberapa dibanding jumlah pasukan musuh; persenjataan pasukan Islam pun tak ada apa-apanya dibandingkan persenjataan musuh. Sehingga seandainya pasukan Islam dan pasukan musuh sama-sama berbuat maksiat, maka pasukan musuh akan menang karena mereka lebih kuat dari segi jumlah dan senjata. Jika pasukan Islam tidak berbuat maksiat, maka pasukan Islam akan menang, karena keshalihan mereka, bukan karena kekuatan mereka.”

Kemaksiatan akan memperpendek umur dan menghilangkan keberkahan dari seorang hamba

Kehidupan yang hakiki bagi seorang hamba adalah hidupnya hati. Sementara orang yang hatinya mati, dia berjalan di muka bumi dipandang sebagai orang mati.  Hakikatnya dia adalah bangkai yang berjalan. Oleh karena itulah Allah subhanahu wata'ala menyatakan di dalam firman-Nya, “Mereka itu adalah orang-orang mati yang tidak hidup.” (An-Nahl: 21)

Satu kemaksiatan akan mengundang kemaksiatan yang lain

Satu maksiat akan mengundang maksiat lainnya, sehingga terasa berat bagi si hamba untuk meninggalkan kemaksiatan. Sebagaimana ucapan sebagian salaf: “Termasuk hukuman perbuatan jelek adalah pelakunya akan jatuh ke dalam kejelekan yang lain. Dan termasuk balasan kebaikan adalah kebaikan yang lain. Seorang hamba bila berbuat satu kebaikan maka kebaikan yang lain akan berkata, ‘Lakukan pula aku.’ Bila si hamba melakukan kebaikan yang kedua tersebut, maka kebaikan ketiga akan berucap yang sama. Demikian seterusnya. Hingga menjadi berlipatgandalah keuntungannya, kian bertambahlah kebaikannya.

Demikian pula kejelekan. Ketika seorang melakukan kejelekan, maka kejelekan yang lain akan berkata, ‘Lakukan pula aku.’ Sehingga dia melakukan kemaksiatan yang kedua. Dan kemaksiatan yang ketiga memanggilnya. Pada akhirnya, keburukan dan kemaksiatan itu akan menjadi kebiasaan yang sulit dihilangkan dari dirinya. Bahkan tidak malu lagi untuk menampakan kemaksiatannya. Lebih parah lagi, dia bangga dengan melakukan kemaksiatan tersebut dan mengajak orang lain untuk melakukannya.

Rasulullah shallallahu Alaihi wassalam bersabda,

Setiap umatku akan dimaafkan kesalahan/dosanya kecuali orang-orang yang berbuat dosa dengan terang-terangan. Dan termasuk berbuat dosa dengan terang-terangan adalah seseorang melakukan suatu dosa di waktu malam dan Allah menutup perbuatan jelek yang dilakukannya tersebut namun di pagi harinya ia berkata pada orang lain, “Wahai Fulan, tadi malam aku telah melakukan perbuatan ini dan itu.” Padahal ia telah bermalam dalam keadaan Tuhannya menutupi kejelekan yang diperbuatnya. Namun ia berpagi hari menyingkap sendiri tutupan (tabir) Allah yang menutupi dirinya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Setiap kemaksiatan yang dilakukan di muka bumi ini merupakan warisan dari umat terdahulu yang telah dibinasakan oleh Allah subhanahu wata'ala,

Perbuatan homoseksual adalah warisan kaum Luth. Mengambil hak sendiri lebih dari yang semestinya dan memberi hak orang lain dengan menguranginya, adalah warisan kaum Syu’aib. Berlaku sombong di muka bumi dan membuat kerusakan adalah warisan dari kaum Fir’aun dan Namruz.

Maksiat merupakan sebab dihinakannya seorang hamba oleh Rabbnya. Bila Allah telah menghinakan seorang hamba maka tak ada seorang pun yang akan memuliakannya. Hal ini sebagaimana yang telah Allah subhanahu wata'ala firmankan, “Siapa yang dihinakan Allah niscaya tak ada seorang pun yang akan memuliakannya.” (Al-Hajj: 18)

Bila dosa telah menumpuk, hatipun akan tertutup dan mati, hingga ia termasuk orang-orang yang lalai.  Inilah yang telah Alllah subhanahu wata'ala peringatkan kepada kita, “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.” (Al-Muthaffifin: 14)

Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment