4 Nov 2018

Muhammad Iqbal, Sang Sastrawan Besar yang Menjadi Inspirasi Muslim Intelektual



Muhammad Iqbal lahir di Sialkot, Punjab, Pakistan 9 November 1877 – meninggal di Lahore, 21 April 1938 pada umur 60 tahun, dikenal juga sebagai Allama Iqbal adalah seorang penyair, politisi, dan filsuf besar abad ke-20.

Ia dianggap sebagai salah satu tokoh paling penting dalam sastra Urdu, dengan karya sastra yang ditulis baik dalam bahasa Urdu maupun Persia. Iqbal dikagumi sebagai penyair klasik menonjol oleh sarjana-sarjana sastra dari Pakistan, India, maupun secara internasional. Meskipun Iqbal dikenal sebagai penyair yang menonjol, ia juga dianggap sebagai "pemikir filosofis Muslim pada masa modern".

Bersama puisi Urdu dan Persia-nya, berbagai kuliah dan surat dalam bahasa Urdu dan Bahasa Inggris-nya telah memberikan pengaruh yang sangat besar pada perselisihan budaya, sosial, religius dan politik selama bertahun-tahun. Pada 1922, ia diberi gelar bangsawan oleh Raja George V, dan memberinya titel "Sir".

Ketika mempelajari hukum dan filsafat di Inggris, Iqbal menjadi anggota "All India Muslim League" cabang London. Kemudian dalam salah satu ceramahnya yang paling terkenal, Iqbal mendorong pembentukan negara Muslim di Barat Daya India. Ceramah ini diutarakan pada ceramah kepresidenannya di Liga pada sesi Desember 1930. Saat itu ia memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Quid-i-Azam Mohammad Ali Jinnah.

Iqbal dikenal sebagai Shair-e-Mushriq  yang berarti "Penyair dari Timur". Ia juga disebut sebagai Muffakir-e-Pakistan ("The Inceptor of Pakistan") dan Hakeem-ul-Ummat ("The Sage of the Ummah"). Di Iran dan Afganistan ia terkenal sebagai Iqbāl-e Lāhorī (اقبال لاهوری "Iqbal dari Lahore"), dan sangat dihargai atas karya-karya berbahasa Persia-nya. Pemerintah Pakistan menghargainya sebagai "penyair nasional", hingga hari ulang tahunnya merupakan hari libur di Pakistan.
Pengaruh Muhammad Iqbal Terhadap Para Intelektual Indonesia

Muhammad Iqbal merupakan sastrawan, filsuf, dan negarawan sekaligus. Menurut penyair Angkatan 60, Taufiq Ismail dalam artikelnya, “Memikir dan Memikirkan Kembali” (1968), warisan terbesar dari pria kelahiran Punjab, India, 9 November 1877, tersebut adalah penafsiran peran Islam bagi dunia modern.

The Reconstuction of Religious Thought in Islam (terbitan Lahore, 1951) dapat dikatakan sebagai karya pamuncak Iqbal. Di sanalah, percik-percik gagasannya memancar dan terus menginspirasi hingga zaman kini.

Di Indonesia, karya tersebut telah diterjemahkan sedikitnya dua kali, yakni oleh Prof Osman Raliby (Januari 1966, Penerbit Bulan Bintang, Jakarta) dan tim yang terdiri atas Taufiq Ismail, Goenawan Mohammad, dan Ali Audah (1966).

Dan tahukan Anda jika, pemikiran Iqbal menginspirasi ilmu sosial profetik yang pernah digagas oleh cendekiawan Muslim Kuntowijoyo.  Di Indonesia, pengaruh Muhammad Iqbal diakui jelas oleh pelopor Ilmu Sosial Profetik (ISP), almarhum Kuntowijoyo. Akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM) ini menegaskan, asal-usul ISP adalah buku The Reconstuction of Religious Thought in Islam.

Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment