2 Nov 2018

Filosofi Layang-layang



Diantara permainan masa kecil yang selalu berkesan di hati adalah permainan adu layangan. Ketika muslim main layangan tiba, kita sangat antusias dan segera berkerumun di lapangan atau di petak-petak sawah yang baru dipanen. Ketika musim adu layangan tiba, langit begitu semarak dengan liukan ratusan layang-layang yang diterbangkan dengan berbagai warna.

Permainan ini memang sangat populer, terutama untuk masyarakat pedesaan. Tidak hanya anak-anak dan remaja, orang tua pun sangat menyukainya.

Satu hal yang belum pernah saya paham dari permainan ini adalah untuk apa susah payah menerbangkan layang-layang jika pada akhirnya harus kehilangannya karena putus benang? Maka dari sinilah saya berusaha menggali sebuah filosofi berharga yang saya sebut filosofi layang-layang.

Mari kita umpamakan bahwa layang-layang yang kita terbangkan itu adalah mimpi dan cita-cita kita. Terkadang mimpi itu harus kandas dan hilang begitu saja. sebagaimana layangan yang putus dari benang yang mengikat dan mengendalikannya.

Tapi coba kita perhatikan apa yang terjadi dengan layangan putus tersebut. Apakah layangan itu dibiarkan jatuh begitu saja? oh tidak! Layangan itu diburu oleh anak-anak lain. Mereka mengejar layang-layang putus itu kemana pun layangan terbang dibawa angin. Bahkan ketika layangan itu tersangkut di dahan pohon, beberapa anak berusaha mengambilnya dengan memanjatnya. Jika layangan itu masuk ke pekarangan rumah orang, maka sebagian anak dengan beraninya memanjat pagar dan mengambil layangan tersebut.

Begitupun dengan harapan dan cita-cita kita. Ketika kita gagal ‘menerbangkannya’ bukan berarti cita-cita itu 100 persen kandas dan tidak mungkin membangunnya kembali. Ketika kita gagal menggapai asa kita, ada orang-orang yang peduli kepada kita, memberi dukungan moril dan mencoba membuat kita optimis. Sehingga kita kembali memperbaiki visi dan misi kita. Setelah itu kita mencoba untuk yang kedua kalinya untuk menerbangkan kembali cita-cita dan mimpi kita. Sebagaimana layang-layang yang jatuh dan robek diperbaiki oleh anak yang memungutnya, kemudian mencoba peruntungan untuk menerbangkannya kembali.
Jadi, jangan pernah mengeluh ketika cita-citamu luruh dan jatuh, karena si penerbang layangan pun tidak pernah takut kalah. Buktinya, dia berani bermain layangan. Maka kita pun berani bercita-cita dan melakukan aksi.

Ada satu lagi filosofi bagus tentang layangan yang bagus untuk menjadi bahan renungan. Kita umpamakan layangan itu adalah diri kita, dan benang pengikatnya adalah syariat Allah subhanahu wata'ala. Ketika benang putus, maka layangan tidak memiliki tujuan hingga jatuh kemana angin membawanya atau tersangkut di pohon dan atap. Begitu juga ketika kita putus dari hukum dan syariat Allah subhanahu wata'ala. Maka hidup kita terombang ambing dalam kebingungan dan keputus asaan. Maka dari itu, perkuat benang pengulurnya.

Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment