Diantara permainan masa kecil yang selalu berkesan di hati
adalah permainan adu layangan. Ketika muslim main layangan tiba, kita sangat
antusias dan segera berkerumun di lapangan atau di petak-petak sawah yang baru
dipanen. Ketika musim adu layangan tiba, langit begitu semarak dengan liukan
ratusan layang-layang yang diterbangkan dengan berbagai warna.
Permainan ini memang sangat populer, terutama untuk
masyarakat pedesaan. Tidak hanya anak-anak dan remaja, orang tua pun sangat
menyukainya.
Satu hal yang belum pernah saya paham dari permainan ini
adalah untuk apa susah payah menerbangkan layang-layang jika pada akhirnya
harus kehilangannya karena putus benang? Maka dari sinilah saya berusaha
menggali sebuah filosofi berharga yang saya sebut filosofi layang-layang.
Mari kita umpamakan bahwa layang-layang yang kita terbangkan
itu adalah mimpi dan cita-cita kita. Terkadang mimpi itu harus kandas dan
hilang begitu saja. sebagaimana layangan yang putus dari benang yang mengikat
dan mengendalikannya.
Tapi coba kita perhatikan apa yang terjadi dengan layangan
putus tersebut. Apakah layangan itu dibiarkan jatuh begitu saja? oh tidak! Layangan
itu diburu oleh anak-anak lain. Mereka mengejar layang-layang putus itu kemana
pun layangan terbang dibawa angin. Bahkan ketika layangan itu tersangkut di
dahan pohon, beberapa anak berusaha mengambilnya dengan memanjatnya. Jika layangan
itu masuk ke pekarangan rumah orang, maka sebagian anak dengan beraninya
memanjat pagar dan mengambil layangan tersebut.
Begitupun dengan harapan dan cita-cita kita. Ketika kita
gagal ‘menerbangkannya’ bukan berarti cita-cita itu 100 persen kandas dan tidak
mungkin membangunnya kembali. Ketika kita gagal menggapai asa kita, ada
orang-orang yang peduli kepada kita, memberi dukungan moril dan mencoba membuat
kita optimis. Sehingga kita kembali memperbaiki visi dan misi kita. Setelah itu
kita mencoba untuk yang kedua kalinya untuk menerbangkan kembali cita-cita dan
mimpi kita. Sebagaimana layang-layang yang jatuh dan robek diperbaiki oleh anak
yang memungutnya, kemudian mencoba peruntungan untuk menerbangkannya kembali.
Jadi, jangan pernah mengeluh ketika cita-citamu luruh dan
jatuh, karena si penerbang layangan pun tidak pernah takut kalah. Buktinya, dia
berani bermain layangan. Maka kita pun berani bercita-cita dan melakukan aksi.
Ada satu lagi filosofi bagus tentang layangan yang bagus
untuk menjadi bahan renungan. Kita umpamakan layangan itu adalah diri kita, dan
benang pengikatnya adalah syariat Allah subhanahu wata'ala. Ketika benang
putus, maka layangan tidak memiliki tujuan hingga jatuh kemana angin membawanya
atau tersangkut di pohon dan atap. Begitu juga ketika kita putus dari hukum dan
syariat Allah subhanahu wata'ala. Maka hidup kita terombang ambing dalam
kebingungan dan keputus asaan. Maka dari itu, perkuat benang pengulurnya.
No comments:
Post a Comment