Amina datang
tiga puluh menit kemudian. Ia tidak memerlukan waktu yang begitu lama untuk
bisa sampai ke rumah Emily. Seperti biasa, Sara ikut dengannya, karena rumah
mereka berdekatan. Lagi pula mereka bekerja di apotek dan supermarket milik
muslim Pakistan dari sore hari sampai jam sepuluh malam . Jadi mereka memiliki
banyak waktu di pagi hari. Setidaknya Emily bisa mendiskusikan masalah ini
dengan mereka.
Amina
sendiri yang membawa mobil mustang milik suaminya, Zaheed. Emily menyambut
mereka berdua dengan senyuman yang merekah. “Assalamu alaikum Amina, Sara.”
“Wa alaikum
Emily. Bagaimana kabarmu?”
“Alhamdulillah,
aku baik-baik saja.”
Sara tertawa
mendengar ungkapan pujian muslim yang diucapkan Emily,”Sejak kapan kau mahir
mengucapkan hamdalah.”
“Sejak
berteman denganmu tentu saja.”jawab Emily enteng.”Oke, mari masuk. Aku akan
buatkan menu sarapan jika kalian belum sarapan.”
“Oh, kami
sudah sarapan sejak sejam yang lalu. Buatkan kami teh manis saja.”jawab Amina.
“Oh, aku
kopi saja.”celetuk Sara sembari mengempaskan pantatnya di sofa.
“Oke.” Emily
beranjak ke dapur.
***
”Mulai malam
nanti aku ingin menginap di rumah kalian. Aku merasa takut tidur sendiri di
sini.”
“Tentu
dengan senang hati kami menerimamu Emlily. Setidaknya kau tidak kesepian di
rumah sendirian.”
“Ini bukan
masalah kesepian atau aku butuh teman. Ini masalah ancaman. Semalam ada
seseorang yang masuk ke rumahku. Tidak sampai ke dalam rumah sih, hanya saja
dia membuka garasi yang lupa aku gembok dan masuk ke bunker.”
Amina dan
Sara tampak terkejut.
Kemudian
Emily menceritakan hasil analisanya sendiri mengenai naskah-naskah kuno dan
hubungannya dengan kakek buyutnya Mason yang menurut Mom seorang
abnormal-sexual dan penganut okultisme.”Besar kemungkinan orang itu mengincar
naskah-naskah kuno tersebut. Ayo, akan aku tunjukan kepada kalian.”
Amina dan
Sara tampak bersemangat dan mengangguk berbarengan. Kemudian mereka beranjak ke
kamar Emily untuk melihat naskah yang dimaksud.
“Ini
dia.”Emily menyodorkan buku The Glory of Masonic. Amina meraihnya dan mulai
berkomentar sebelum dia membuka halaman pertama,”Ini lambang kaum freemason dan
penyembah setan.” Serunya. Kemudian tangannya mulai membuka lembar demi lembar
dengan seksama. Sara tak kalah antusiasnya. Dia duduk di samping Amina dan
mencondongkan tubuhnya sehingga setiap halaman itu jelas di matanya. Ah! Dia
lupa membawa kacamatanya. Dia biasa memakai kacamata ketika membaca dan
menonton film. Selebihnya matanya terbebas dari bingkai kaca.
“Banyak
terdapat lambang-lambang penyembah setan di sini, dan juga dewa-dewa yunani yang
menjadi legenda.”tambah Amina. Aku tak heran dia bisa menganalisis lebih dalam.
dia kuliah di bidang Sejarah dan mengambil pascasarjana di kajian naskah kuno.
Jadi Emily memang sengaja mengundangnya ke rumah.
Sara menatap
Emily penuh arti.”Jadi sebaiknya kau melelangnya atau menjualnya ke museum
kota. Kau akan mendapatkan uang yang banyak.”
Amina
menatap Sara dengan tatapan yang seakan berkata; aku-kurang-setuju-dengan-pendapatmu.
“Kita berarti telah mengakui dan mendukung aliran kepercayaan penyembah setan
jika kita melelangnya.”
“Jadi?”
Tanya Emily penasaran.”Apa yang harus kita lakukan?”
“Memusnahkannya.
Paling tidak kau membakarnya.”saran Amina tampa pikir panjang.
“Jangan!”
seru Emily.” Aku akan menyimpannya. Bagaimana pun juga ini bisa kita teliti lebih
jauh lagi.”
“Terserah
kamu Emily. Toh naskah ini milik keluargamu. Tapi jika aku yang memilikinya,
aku akan memusnahkannya.”
Emily
terdiam. Tapi di dalam hatinya ia tidak yakin bisa menyingkirkan naskah-naskah
itu. ada banyak hal yang ingin ia ketahui. Ia ingin mengungkap ajaran kakek
buyutnya lebih dalam. jadi, tak akan ia biarkan naskah itu lenyap atau dicuri
oleh seseorang.
Sara menatap
Amina dan Emily secara bergantian.”Tunggu, ada sesuatu yang terlewat kita
pikirkan.”
“Apa?”Tanya
Emily penasaran.
“Maaf ini
membuatmu sedih Emily. Ini tentang pembunuhan April. Kau mungkin tahu dari
hasil pemeriksaan Forensik. Dan aku juga tahu setelah membaca halaman utama di
Koran yang kemarin aku baca.”
“Tentang
apa?”
“kau ingat,
April terbunuh dengan leher yang seakan diisap vampire. Banyak pembuluh darah
yang menggumpal di leher dan tengkuknya. Jadi, ini mirip seperti apa yang kau
ceritakan tadi tentang kelainan seksual yang diderita oleh kakek buyutmu yang
bernama Mason. Bisa jadi, April korban dari pemerkosaan penganut kepercayaan
tersebut. Walau pun mungkin ini tidak ada sangkut pautnya. Tapi ini hasil
analisaku saja.”
Amina dan
Emily terbelalak. Kini di benak mereka ada satu hal yang lebih urgent untuk
dibicarakan.”Kau jenius Sara.” Seru Amina.
Emily
mendesah.”Ini bisa saja kebetulan, bisa juga memang kenyataan.”
“Dan
seseorang yang datang ke rumahmu semalam setelah kematian April adalah orang
yang membunuh April pada hari sebelumnya.” Kini analisa Sarah semakin dalam.
Emily
semakin mendesah.”Aku tak mau lagi membahasnya. Aku pening.”
“Maafkan aku
Emily.”desah Sara dengan perasaan bersalah.
***
Jadi, Emily
akhirnya menginap di rumah Amina. Sara juga datang tepat setelah dia pulang
dari apotek dimana dia bekerja. Amina membawa lahmacun dan Kebab turki untuk
makan malam mereka.
Emily
merasakan kehangatan dan rasa bahagia. Tapi tetap saja ia khawatir seseorang
yang datang pada malam kemarin akan datang pada malam ini ke rumahnya;
mengambil naskah-naskah kuno itu dari lemarinya yang terkunci.
Emily juga
masih memikirkan analisa Sara. Diam-diam hatinya mengakui bahwa memang ada satu
benang merah yang bisa menyimpulkan adanya hubungan antara okultisme dan
kematian April.
Emily
beranjak mendekati Sara yang tengah membaca majalah di ruang depan.”Dengar, aku
sependapat dengan apa yang kau katakana pagi tadi. Bisa saja orang yang datang
ke rumahku kemarin adalah orang yang sama yang membunuh April.”
Sara menatap
Emily prihatin.”Kau jangan terlalu banyak berpikir tentang masalah itu. oke,
lupakan saja kata-kataku dan lupakan mengenai kakakmu. Kau harus menerima
kenyataan ini dan kau harus memulai hari yang baru yang_
“Sara.”
Emily cepat memotong sebelum Sara menuntaskan ‘ceramah’nya.”Bagaimana pun juga
April meninggal dengan tidak wajar. Dan boleh jadi ancaman itu mengintaiku. Aku
menerima kenyataan dan takdir. Hanya saja aku perlu hati-hati. Jadi,
terimakasih atas analisamu kemarin.”
No comments:
Post a Comment