28 Mar 2017

[2] Wild Man

Emily segera mengunci semua jendela dan mengambil kunci mobil di buffet. Setelah itu segera beranjak ke garasi dan menghidupkan mesin lotusnya. Tanpa menunggu lama, lotus merahnya segera menembus gerimis tipis menuju tempat dimana polisi itu mengklaim telah menemukan April  yang sudah tidak bernyawa.

Sepanjang perjalanan Emily hanya terdiam dan memikirkan apa yang dikatakan polisi di telepon tadi. Benaknya penuh dengan kekalutan yang begitu kentara. Untuk mengusir rasa resahnya, Emily menghidupkan radio dan mencari frekuensi yang melantunkan lagu-lagu. 


Sialan! Tak ada satupun frekuensi radio yang sesuai dengan seleranya. Akhirnya ia menyerah dan membiarkan frekuensi radio yang menyiarkan berita malam. Benar-benar membosankan! Tak lebih seputar berita olah raga dan politik yang bahkan dia sendiri sudah bosan mendengarkannya. Salah satunya, berita Donald Trump yang berniat memindahkan kedutaan Amerika Serikat ke Yerusalem, krisis kemanusiaan dan kelaparan di Somalia dan pembantaian muslim di Burma! Emily pikir dunia ini tidak pernah berhenti dari semua masalah.


Dan terakhir menyiarkan berita criminal di distriknya. Emily mendengar penyiar menyiarkan berita tentang pembunuhan seorang gadis di taman kota. Tunggu! Bukankah itu yang sekarang membuat dia frustasi? Tak menunggu lama, dia memperbesar volume radio dan mendengarkan suara melengking dari seorang penyiar wanita.

Telah ditemukan seorang mayat perempuan yang diduga berusia kurang lebih 25 tahun di taman kota. Perempuan itu diketahui bernama April berasal dari sebuah desa di Virginia. Hal itu diketahui dari identitas pribadinya yang ditemukan di tas kecilnya.

Polisi distrik menemukan wanita malang itu sudah tewas di selokan dengan leher yang nyaris putus karena digorok. Sementara banyak dari bagian tubuhnya yang memar dan membengkak. Diduga akibat mengalami penyiksaan dan pemukulan oleh benda tumpul.

Polisi masih belum mengetahui apa motif dari pembunuhan tersebut. Yang jelas, sampai sekarang polisi masih berusaha mencari pelaku dan barang bukti yang setidaknya bisa membuka misteri pembunuhan tersebut.

Emily mematikan radionya dan mempercepat laju Lotus merahnya.

***

Emily membelokan mobilnya menuju taman. Hujan sudah membesar dan sepertinya akan terjadi badai dengan hembusan angin yang semakin kencang. Dia menemukan kerumunan orang-orang berseragam di sebelah utara di bawah sebuah pelindung berwarna kuning. Tak salah lagi, kerumunan polisi.

Lotusnya melaju perlahan dan berhenti tepat di belakang mobil patrol polisi distrik yang sedari tadi berbunyi memekakan telinga. Dan tentu saja membuat penduduk sekitar penasaran dan bertanya-tanya. Emily melihat orang-orang berkerumun tak jauh dari kerumunan polisi. Tidak peduli dengan cuaca dingin dan hujan. Orang-orang bermantel itu menatap satu terpal kuning yang tergeletak di bawah sebuah pohon.

Dengan tangan gemetar karena gugup, Emily membuka pintu lotusnya dan menjulurkan kakinya ke luar. Cipratan air hujan langsung membasahi sekujur tungkai kakinya. Dia merasa kedinginan. Tapi itu tidak menjadi masalah baginya. Yang jelas ia ingin segera berlari menuju kerumunan polisi dan memastikan apakah orang yang terpujur di terpal kuning itu April atau memang orang lain yang mirip dengan April. Dan itu memang harapannya. April ada di tempat lain, jika sedang tidak menikmati pesta berarti sedang kencan dengan lelaki barunya.

Seorang polisi tambun yang menyadari kedatangannya segera menghampirinya dengan berlari kecil. Seakan-akan berat tubuhya merepotkannya. Emily jadi berpikir, bagaimana mungkin ia bisa menangkap penjahat jika gerakannya saja lamban. Dan bagaimana mungkin kepolisian bisa menerimanya?
Polisi itu menjulurkan jas hujan yang lumayan lebar kea rah Emily dengan tersenyum lebar. Tetes air hujan membasahi mukanya. “Nona Emily?”

“Yeah.”jawab Emily pendek. Rahangnya mulau bergetar karena menahan dingin dari hembusan angin.

“Mari ikut kami.”ujar polisi tambun itu. Namun Emily lebih gesit dan segera memakai jas hujan yang telah ada di tangannya dan berlari menuju terpal kuning.

Emily berdiri tepat satu meter dari sosok jenazah yang terbungkus terpal itu. Hatinya mulai berdegup tidak karuan dan entah kenapa, ia menjadi takut untuk melihat jenazah itu. Ia takut itu benar-benar sosok April yang dia cintai.
Kali ini seorang polisi berbadan tegap dan berumur masih muda menghampirinya.”kenalkan, saya sersan Liam. Saya hanya ingin memastikan bahwa itu kakak anda.”

Emily hanya mengangguk lemah dan tidak banyak komentar.
“kami menemukan tas tangan korban dan beberapa batang rokok di dalamnya.” Polisi itu memperlihatkan tas tangan yang dibungkus pelastik. Tas tangan ungu yang sudah sedikit basah karena air hujan.

Emily terbelalak dalam beberapa saat. Itu tas tangan April. Oh Tuhan!
Emily menatap polisi bernama Liam itu dengan tatapan sayu,”hanya tas tangan? Kalian tidak menemukan smartphonenya?”

“Sayang sekali, kami tidak menemukannya. “

“Lalu darimana kalian mengetahui dia kakakku?”

Sersan Liam tersenyum dan seakan-akan senyumnya itu mengatakan bahwa Emily terlalu bodoh untuk urusan kasus seperti itu.”tentu saja kami menemukan kartu identitas kakakmu di tas tangannya. Dan di sana tertulis alamat dan nomor telepon rumah.”

Emily mendesah dan menyadari kebodohannya.

“kapan kalian menemukannya.”kali ini Emily mulai gemetar dan benar-benar menangis. Air mata mulai membanjiri kelopak matanya. Tapi air hujan menyamarkan air matanya sehingga ia tampak terlihat wajar.

“Jam tujuh sore kami segera datang ke sini setelah ada seorang pengunjung taman yang menghubungi kami. Dia menemukannya di selokan.”

Emily benar-benar terguncang. Ia sesenggukan dan kali ini tak mampu menyembunyikan tangisnya.

Sersan Liam tampak prihatin. Tapi dia harus berbicara lebih.”Nona, malam ini kami akan membawa jenazahnya ke rumah sakit untuk keperluan otopsi.”

Emily mengangkat kepalanya.”boleh aku melihatnya terlebih dahulu?” kata-katanya menggambarkan ketidak yakinan, karena memang dia tidak siap untuk melihat kenyataan.

Sersan Liam mengangguk dan berjalan beberapa langkah mendekati jenazah. Kemudian ia berjongkok dan menatap Emily,”Aku harap kau akan kuat melihatnya.”

Emily mendekat dan merunduk disamping sersan Liam. Kali ini lututnya yang bergetar karena gugup dan rasa takut yang berlebih. Sersan Liam menyibak terpal dan Emily benar-benar melihat apa yang belum pernah ia bayangkan sebelumnya. Emliy seketika menjerit tak sadarkan diri.

To Be Continue>>>
Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment