Emily segera
mengunci semua jendela dan mengambil kunci mobil di buffet. Setelah itu segera
beranjak ke garasi dan menghidupkan mesin lotusnya. Tanpa menunggu lama, lotus
merahnya segera menembus gerimis tipis menuju tempat dimana polisi itu mengklaim
telah menemukan April yang sudah tidak
bernyawa.
Sepanjang perjalanan
Emily hanya terdiam dan memikirkan apa yang dikatakan polisi di telepon tadi. Benaknya
penuh dengan kekalutan yang begitu kentara. Untuk mengusir rasa resahnya, Emily
menghidupkan radio dan mencari frekuensi yang melantunkan lagu-lagu.
Sialan! Tak
ada satupun frekuensi radio yang sesuai dengan seleranya. Akhirnya ia menyerah
dan membiarkan frekuensi radio yang menyiarkan berita malam. Benar-benar
membosankan! Tak lebih seputar berita olah raga dan politik yang bahkan dia
sendiri sudah bosan mendengarkannya. Salah satunya, berita Donald Trump yang
berniat memindahkan kedutaan Amerika Serikat ke Yerusalem, krisis kemanusiaan
dan kelaparan di Somalia dan pembantaian muslim di Burma! Emily pikir dunia ini
tidak pernah berhenti dari semua masalah.
Dan terakhir
menyiarkan berita criminal di distriknya. Emily mendengar penyiar menyiarkan
berita tentang pembunuhan seorang gadis di taman kota. Tunggu! Bukankah itu
yang sekarang membuat dia frustasi? Tak menunggu lama, dia memperbesar volume
radio dan mendengarkan suara melengking dari seorang penyiar wanita.
Telah ditemukan
seorang mayat perempuan yang diduga berusia kurang lebih 25 tahun di taman
kota. Perempuan itu diketahui bernama April berasal dari sebuah desa di
Virginia. Hal itu diketahui dari identitas pribadinya yang ditemukan di tas
kecilnya.
Polisi distrik
menemukan wanita malang itu sudah tewas di selokan dengan leher yang nyaris
putus karena digorok. Sementara banyak dari bagian tubuhnya yang memar dan
membengkak. Diduga akibat mengalami penyiksaan dan pemukulan oleh benda tumpul.
Polisi masih
belum mengetahui apa motif dari pembunuhan tersebut. Yang jelas, sampai
sekarang polisi masih berusaha mencari pelaku dan barang bukti yang setidaknya
bisa membuka misteri pembunuhan tersebut.
Emily
mematikan radionya dan mempercepat laju Lotus merahnya.
***
Emily membelokan
mobilnya menuju taman. Hujan sudah membesar dan sepertinya akan terjadi badai
dengan hembusan angin yang semakin kencang. Dia menemukan kerumunan orang-orang
berseragam di sebelah utara di bawah sebuah pelindung berwarna kuning. Tak
salah lagi, kerumunan polisi.
Lotusnya melaju
perlahan dan berhenti tepat di belakang mobil patrol polisi distrik yang sedari
tadi berbunyi memekakan telinga. Dan tentu saja membuat penduduk sekitar
penasaran dan bertanya-tanya. Emily melihat orang-orang berkerumun tak jauh
dari kerumunan polisi. Tidak peduli dengan cuaca dingin dan hujan. Orang-orang
bermantel itu menatap satu terpal kuning yang tergeletak di bawah sebuah pohon.
Dengan tangan
gemetar karena gugup, Emily membuka pintu lotusnya dan menjulurkan kakinya ke
luar. Cipratan air hujan langsung membasahi sekujur tungkai kakinya. Dia merasa
kedinginan. Tapi itu tidak menjadi masalah baginya. Yang jelas ia ingin segera
berlari menuju kerumunan polisi dan memastikan apakah orang yang terpujur di
terpal kuning itu April atau memang orang lain yang mirip dengan April. Dan itu
memang harapannya. April ada di tempat lain, jika sedang tidak menikmati pesta
berarti sedang kencan dengan lelaki barunya.
Seorang polisi
tambun yang menyadari kedatangannya segera menghampirinya dengan berlari kecil.
Seakan-akan berat tubuhya merepotkannya. Emily jadi berpikir, bagaimana mungkin
ia bisa menangkap penjahat jika gerakannya saja lamban. Dan bagaimana mungkin
kepolisian bisa menerimanya?
Polisi itu
menjulurkan jas hujan yang lumayan lebar kea rah Emily dengan tersenyum lebar. Tetes
air hujan membasahi mukanya. “Nona Emily?”
“Yeah.”jawab
Emily pendek. Rahangnya mulau bergetar karena menahan dingin dari hembusan angin.
“Mari ikut
kami.”ujar polisi tambun itu. Namun Emily lebih gesit dan segera memakai jas
hujan yang telah ada di tangannya dan berlari menuju terpal kuning.
Emily
berdiri tepat satu meter dari sosok jenazah yang terbungkus terpal itu. Hatinya
mulai berdegup tidak karuan dan entah kenapa, ia menjadi takut untuk melihat
jenazah itu. Ia takut itu benar-benar sosok April yang dia cintai.
Kali ini
seorang polisi berbadan tegap dan berumur masih muda menghampirinya.”kenalkan,
saya sersan Liam. Saya hanya ingin memastikan bahwa itu kakak anda.”
Emily hanya
mengangguk lemah dan tidak banyak komentar.
“kami
menemukan tas tangan korban dan beberapa batang rokok di dalamnya.” Polisi itu
memperlihatkan tas tangan yang dibungkus pelastik. Tas tangan ungu yang sudah
sedikit basah karena air hujan.
Emily
terbelalak dalam beberapa saat. Itu tas tangan April. Oh Tuhan!
Emily menatap
polisi bernama Liam itu dengan tatapan sayu,”hanya tas tangan? Kalian tidak
menemukan smartphonenya?”
“Sayang
sekali, kami tidak menemukannya. “
“Lalu
darimana kalian mengetahui dia kakakku?”
Sersan Liam
tersenyum dan seakan-akan senyumnya itu mengatakan bahwa Emily terlalu bodoh
untuk urusan kasus seperti itu.”tentu saja kami menemukan kartu identitas
kakakmu di tas tangannya. Dan di sana tertulis alamat dan nomor telepon rumah.”
Emily mendesah
dan menyadari kebodohannya.
“kapan
kalian menemukannya.”kali ini Emily mulai gemetar dan benar-benar menangis. Air
mata mulai membanjiri kelopak matanya. Tapi air hujan menyamarkan air matanya
sehingga ia tampak terlihat wajar.
“Jam tujuh
sore kami segera datang ke sini setelah ada seorang pengunjung taman yang
menghubungi kami. Dia menemukannya di selokan.”
Emily benar-benar
terguncang. Ia sesenggukan dan kali ini tak mampu menyembunyikan tangisnya.
Sersan Liam
tampak prihatin. Tapi dia harus berbicara lebih.”Nona, malam ini kami akan
membawa jenazahnya ke rumah sakit untuk keperluan otopsi.”
Emily mengangkat
kepalanya.”boleh aku melihatnya terlebih dahulu?” kata-katanya menggambarkan
ketidak yakinan, karena memang dia tidak siap untuk melihat kenyataan.
Sersan Liam
mengangguk dan berjalan beberapa langkah mendekati jenazah. Kemudian ia
berjongkok dan menatap Emily,”Aku harap kau akan kuat melihatnya.”
Emily
mendekat dan merunduk disamping sersan Liam. Kali ini lututnya yang bergetar
karena gugup dan rasa takut yang berlebih. Sersan Liam menyibak terpal dan
Emily benar-benar melihat apa yang belum pernah ia bayangkan sebelumnya. Emliy seketika menjerit tak sadarkan diri.
To Be Continue>>>
No comments:
Post a Comment