Waktu berjalan tidak terasa, hingga tiga bulan lamanya nur
telah bekerja di kafe siang milik tante viola. Meski gajinya tidak sebesar gaji
ninon dan sekar, tapi nur selalu bersyukur dan merasa beruntung dengan apa yang
ia dapat. Namun, nur sudah bertekad untuk bisa merasakan kerja di kafe malam
seperti dua rekannya. Sebenarnya nur sudah beberapa kali meminta kepada tante
viola untuk bisa bekerja dikafe malam, tapi tante viola selalu menunda-nunda
dengan berbagai alasan. Hingga pada akhirnya nur menyadari, bahwa dia tak punya
hak untuk memaksa tante viola, karena dia sebagai bosnya di sini, sebagai
pemilik kafe dan yang menggaji dirinya. Mungkin ini yang terbaik untuknya.
Hari sudah sore. Nur menunggu hingga pelanggan yang tersisa
keluar. Setelah itu dia membalikan kertas tebal yang digantung di depan toko.
Tulisan yang bertuliskan OPEN pada satu sisi ia balik sehingga tulisan CLOSE
terpampang jelas di depan pintu kafe. Ia mulai membrsihkan beberapa meja yang
berserakan dan menumpuk piring-piring kotor di tempat pencucian. Setelah itu
menutup semua jendela, menguncinya dan tak lupa mengecek semua yang ada; kompor
gas, rak-rak piring dan kue, kamar mandi. Sempurna.
Nur menyambar tas kulit yang baru sebulan ia beli dari
plaza. Kemudian beranjak keluar dan menunci pintu kafe. Berdiri di trotoar
untuk mencegat taksi yang lewat.
Pak hari tanpak terkantuk-kantuk di pos jaganya. Tiba-tiba
timbul niat nakal di hati nur. Hmmm, dia sudah terinspirasi oleh
tindakan-tindakan ninon dan sekar kepada pak hari, ya, sudah beberapa kali
meraka membuat ulah kepada satpam rumah yang berbadan kekar dan bercambang
lebat itu. Paling barter adalah mengagetkannya ketika pak hari terkantuk-kantuk
di posnya. Itu mereka lakkan sepulang dari kafe. Anehnya, pak hari tak pernah
marah dengan semua kejahilan anak buah tante viola itu.,
“DOORRR!!!”
“HAHH!!”teriak pak hari kaget. Dia terperanjat dan
menucek-ngucek matanya yang sayu.”ah, neng nur bikin kaget saja!”
Nur hanya tertawa kecil dan melangkah pergi. Tapi sebelum
dia melangkahsempurna, tangan kekar pak hari sudah mencengkram pergelangan
tangannya hingga terasa sakit di kulitnya. Nur terperanjat. Ia tak tahu, apakah
perlakuannya tadi membuat marah pak hari. Setahu nur, pak hari tak pernah marah
sebelumnya.
Nur mengerutkan keningnya.”pak?”
Pak hari tersenyum dengan ssetengah bibirnya dan dia
mendesis,”awas jika bikin kaget saya lagi.”
“maaf, sa…saya minta maaf pak.”
Pak hari tertawa terbahak-bahak dan tiba-tiba tawa itu
tenggelam dengan suara baritonnya yang khas.”kenapa kau tanpak ketakutan seperti
itu nur, aku bukan hantu kan?”
Nur kembali mengerutkan keningnya.
“kau boleh menggangguku asal….”
Nur masih mengerutkan keningnya. Ia tak tahu, apa maksud
dari perkataan pak hari tadi. Ia juga baru mendengar ada orang yang mau
diganggu dengan sebuah syarat. Nutr tahu, kata asal adalah sinonim dari syarat.
Setidaknya dia tidak salah dengan prediksinya.a”asal apa pak?”
“asal kau mau….”suara baritonnya terdengar pelan.”asal saya
bisa melumat bibir manismu.”
Tiba-tiba dia mencengkram tanggan kanan nur dan
mencondongkan wajahnya yang bercambang dan berkumis lebat. Tanggan kirinya
menjambak rambutnya yang dikepang dan mendekatkannya ke wajahnya. Bau keringat.
Nur gemetar,’apa yang akan kau lakukan pak hari? Aku akan
lapor ke tante viola!”
“nur yang cantik, kenapa? Kenapa kamu harus lapor ke
tantemu. Toh dia juga pernah memberiku ciuman.
Nur semakin gemetar.
“bahkan kedua rekanmu lebih dari itu. Mereka bersikap baik
denganku. Mereka gadis-gadis yang manis. Sayangnya, kamu tidak seagresif
mereka.”
Nur masih gemetar,”aku tidak seperti mereka. Aku tidak
seperti apa yang mereka lakukan pak hari. Tolong lepaskan aku pak hari.”
Tangan kekarnya mulai mengendur dan nur bisa membebaskan
tangannya yang merah karena cengkraman. Mukanya bersemu merah. Tanpa menunggu
lama, dia segera berlari kecil dan menutup pintu dengan pelan. Tidak, bahkan
kata-kata yang pak hari ucapkan barusan masih terngiang-ngiang di kedua
telinganya. Bahkan ia masih tidak bisa berfikir normal dan membayangkan tante
dan dua rekannya. Benarkah apa yang dikatakan pak hari, ataukah dia telah
berbohong?
Ah,nur tak mau berpikir terlalu panjang,. Kepalanya terasa
sakit jika memikirkan hal itu. Nur melemparkan tasnya ke sofa. Dilihatnya ajeng
sedang memasukan pakaian-pakaian kotor ke dalam mesin cuci.”ajeng.”
“ya.”sapa gadis jawa itu pendek.
Nur merebahkan dirinya di sofa dan mengipasi tubuhnya yang
kegerahan dengan majalah. AC ruangan tengah sedang rusak dan masih di service. Ajeng
muncul di ambang pintu dan berkata,”tadi ada surat dari kampong buat teh nur.”
Nur merubah posisi tubuhnya dan duduk dengan sempurna,”mana
suratnya?”
Ajeng beranjak ke cabinet dan meraih sebuah amplop berwarna
cokelat dan menyerahkannya kepada nur.”dari bibi santi.”
Tangan nur menyambar surat itu dan segera merobek sampulnya.
Ia beranjak dari ruang tengah menuju tangga dan hendak ke kamarnya. Ia hanya
ingin membacanya sendiri saja. Sementara ajeng kembali ke dapur dan berkutat
dengan mesin cuci dan piring-piring kotor.
Dari;
Bibi santi dan paman
salim
Untuk;
Ananda tercinta nurani
hasanah
Assalamualaikum
warahmatullahi wabarokatuh.
Nur, bagaimana
kabarnya disana. Bibi harap kamu betah
dan menikmati pekerjaanmu. Kami selalu mendoakanmu. Semoga saja kau tak merasa
kesepian walau jauh dari kedua adikmu. Bukankah kamu juga punya sahabat disana?
Alhamdulillah arti
sudah masuk ke madrasah al-anshoriyah. Dia merasa senang dan gembira dengan
kegiatan barunya. Dia juga selalu meminjam buku-buku dari perpustakaan sekolah
dan membawanya ke rumah. Kadang dia pulang sampai sore. Katanya, dia ikutan
ekstrakulikuler pramuka, dan paskibra. Jadi dia harus latihan selepas pelajaran
sekolah usai. Bibi juga ikut senang dengan kegiatan-kegiatannya. Kamu juga
pasti senang mendengarnya.
Tapi beda halnya
dengan dani. Sudah sebulan ini dia tidak masuk selokah. Sebenarnya berat bagi
tante unutk menceritakannya kepadamu. Tapi harus bagaimana lagi?
Dani akhir-akhir ini
sering mengeluh sakit di bagian kepala. Terutama sakit di kepala bagian
belakang. Kadang, tengah malam dia suka menjerit-jerit sembari memegang leher
bagian belakangnya. Hingga ia sudah beberapa kali pinsan di kelas, saat jam
sekolah berlangsung. Pada akhirnya, bu guru titin, wali kelasnya menganjurkan
supaya dani istirahat di rumah saja dan segera di perikaa ke puskesmas.
Bibi sudah membawanya
ke puskesmas dua minggu yang lalu. Tapi dokter tidak bisa mendiagnosis
penyakitnya. Akhirnya dokter parman merujuk dai ke rumah sakit kota. Tak ingin
menunggu lama, bibi membawa dani ke rumah sakit kota. Sungguh dii luar dugaan,
kami di sana terkendala dengan biaya.
Pak RT sama pak Kades
bilang bahwa nanti di rumah sakit bibi hanya pelu menunjukan kartu jamkesmas
kepada rumah sakit, dan katanya, dani akan ditangani secepatnya. Berbekal
jamkesmas, bibi dan paman berangkat ke kota. Tapi apa yang dikatakan pak RT dan
pak Kades tidak terbukti sama sekali. Kami diterima dengan perlakuan yang
kurang meyakinkan. Petugas mengacuhkan kami dan mereka hanya menyuruh bibi dan
paman menunggu panggilan. Tapi tetap saja,
nama kami tidak pernah di sebut. Akhirnya paman habis kesabaran. Dia
menghubungi pihak administrasi rumah sakit dan entah apa yang dikatakan paman
kepada mereka hingga dani berhasil mereka tangani. Dani didiagnosis mengidap
kanker otak. Bibi sangat terkejut mendengarnya. Paman dan bibi hanya bias
pasrah dengan apa yang dokter vonis dengan penyakit yang diderita Dani. Sejak
minggu yang lalu paman Dani mencari pinjaman sana sini untuk bisa membiayai
biaya operasi. Jika dana sudah ada tentunya pihak rumahsakit akan segera
melakukan operasi terhadap kanker otak yang bersarang di kepala dani.
Bibi memberitahukan
hal ini tak lain hanya meminta doa kamu. Semoga adikmu bisa sembuh tanpa
kendala apa-apa. Semoga bibi dan paman diberi ketabahan oleh yang maha kuasa
dan dimudahkan dalam segala hal yang menimpa kita bersama.
Pun begitu, bibi akan
selalu mendoakan nur, semoga kamu selalu dilindungi oleh gusti allah dan selalu
deiberi kekuatan dalam segala kondisi. Sekian dari bibi.
Wassalam
nur hanya menggelengkan kepala disertai derai air mata yang
terus menganak sungai di keuda belah pipinya. Keuda tangannya bergetar dan
surat dari bibi santi itu jatih ke pangkuannya. Tubuh mungilnya menggelosor
dari atas tempat tidurnya. Mendadak seluruh persendiannya seakan lemas dan
tanpa tenaga. Pikirannya kacau tiada berujung
ya allah, apa yang
harus aku lakukan. Ya allah…
aku tak bisa menerima
kenyataan pehit seperti ini,
nur masih menangis dengan air mata yang semakin deras di
pipinya. Ia tahu, ini berat untuk bisa ia terima. Ia tak tahu, apakah ia kan
kuat dan ikhlas menerima ini semua ini. Tapi nur berusaha untuk optimis. Nur
menghapus air mata di kedua belah pipinya. Ia melipat kertas itu dan menyimpan
di laci mejanya. Kemudian beranjak ke tempat tidurnya dan berbaring di bantal.
Berusaha menjernihkan pikiran yang semrawut. Matanya menerawang langit-langit
kamar yang berwarna putih pucat. Matanya masih terasa berkunang-kunang dan
buram karena iar mata yang tersisa di matanya.
Aku akan menceritakan
semua ini kepada ninon dan sekar, kemudian aku akan berusaha membujuk mereka
untuk memberiku pinjaman uang dari tabungan mereka. Jadi, aku bisa bantu paman
membiayai operasi dani. Hati nur berbisik.
Apa yakin mereka
berdua akan memberimu pinjaman? Sisi lain hatinya masih merasa ragu dengan
apa yang ia akan putuskan.
Yang penting coba dulu.
Dan aku juga bisa membujuk tante viola untuk hal ini. Aku yakin tante viola
akan membantuku.
Seandainya mencari
pinjaman, itu sama saja aku tak bisa menikmati gajiku selama belasan bulan atau
bahkan puluhan bulan. Berapa biaya operasi? Puluhan juta. Apalagi ini operasi
kanker otak yang katanya rumit.
Ah, aku tak akan
memikirkan itu. Mau aku bisa membayarnya atau nggak bisa membayarnya, itu
urusan nanti. Yang penting minggu ini aku harus mendapatkan uang!!.
Nur mengurut dahinya yang dirasakan semakin pening. Ia hanya
mendesah lirih dan kembali menangis tak berkesudan.
Nur terbangun dengan hati yang berdebar-debar. Dalam
tidurnya tadi dia mendengar seseorang anak lelaki berteriak kesakitan. Ia
tersentak dan emgnucek-ngucek kedua matanya. Ia tak percaya dengan apa yang
dilihatnya sekarang. Ia bukan lagi di kamarnya yang didominasi warna putih.
Tapi ia sekarang berada di tanah lapang dengan batu hitam yang keras sejauh
mata memandang. Suara jeritan anak lelaki itu masih terdengar bahkan lebih
keras. Nur kebingungan dan ia tak meliaht seorang pun di padang berbatu itu. Ia
berteriak memanggil tante dan kedua temannya. Namun itu hanya menyisakan gema
dan selebihnya sepi. Dan suara jeritan itu timbul tenggelam dari sebuah lembah
di sisi lain dari bukit batu hitam pekat. Nur merasa familiar dengan suara anak
lelaki itu. Otaknya berputar dengan cepat dan beberapa detik kemudian ia
tersadar bahwa suara teriakan itu adalah teriakan dani. Nur panic dan berlari
kea rah bukit di belakangnya. Ia berlari dan berlari. Tak peduli kakinya
tersandung dan berdarah karena batu-batu yang tajam dan curam. Dan ia berhasil
mencapai puncak batu hitam itu.
Pupil matanya melebar saat menangkap sesosok anak kecil yang
tergolek lemah di tengah-tengah padang berbatu hitam yang sunyi mencekam. Nur
yakin itu adalah adiknya dia berlari menuruni bebatuan curam. Walau pun kakinya
berdarah-darah dan sakit luar biasa, tapi langkah kakinya tak berhenti sampai
ia benar-benar bisa merengkuh anak itu. Beberapa meter kemudian ia baru yakin
itu adiknya. Tangisnya semakin menjadi beradu dengan teriakan kesakitan dani.
Kedua tangan adiknya mendekap kepalanya yang tanpak berdarah. Nur mendekap
adiknya dengan tangis yang menjadi.
Beberapa saat lamanya nur melihat sebuah bayangan dari
kejauhan. Bayangan itu medekat kearah mereka. Semakin dekat bayangan itu,
semakin jelas siapa yang dating. Ternyata bayangan itu adalah tante viola. Tapi
nur dibuat terkejut dengan kedatangannya. Tante viola tanpak duduk telanjang di
sebuah kereta yang ditarik oleh ninon dan sekar. Tak sehelai kain pun yang
menutupi tubuhnya. Rambutnya acak-acakan layaknya orang gila. Di pangkuannya
terdapat tumpukan uang dengan pecahan seratus ribuan. Yang lebih memprihatinkan
justru kedua rekan kerjanya, ninon dan sekar. Mereka sama telanjangnya dengan
tante viola. Bedanya, tubuh mereka layaknya kuda yang menarik dokar. Di
tubuhnya terlilit tali dan aksesori yang biasa dipakai kuda. Dan tatapan mata
mereka layaknya binatang. Dari mulut mereka keluar busa. Tante viola menarik
tali kekang yang melilit leher mereka sehingga mereka berhenti tepat di samping
nur yang tanpak kebingungan dan ketakutan.
“nur, sedang apa kamu disini?”Tanya tante viola. Senyumnya
masih tetap seperti biasa.
“nur tak tahu, tapi pas bangun dari tidur, tiba-tiba nur ada
di sini. Anehnya, saya menemukan dani tergeletak dengan kepala terluka.”jawab
nur sembari menatap adiknya dengan iba.”tante sendiri kenapa ada disini. Apa
yang tante lakukan disini?”
“jalan-jalan.”jawab tante viola enteng.”ada apa dengan
adikmu?”
“tidak tahu.”jawab nur pendek.
“tante yakin. Dia butuh uang banyak untuk menyembuhkan
kepalanya yang terluka. Tante akan memberimu uang untuk biaya berobat tapi
dengan satu syarat.”
“apa syaratnya tante?”
“kamu harus menjadi penarik kereta seperti ninon dan sekar.”
Nur tersenung dan dia melihat ninon dan sekar menyeringai ke
arahnya.”nggak papa,uangnya lumayan nur.”
Nur terperanjat ketika dani berontak di pangkuannya dan
berterika sejadi-jadinya. Adiknya berubah beringas dan hamper memukul wajahnya.
Dani berlari dari pangkuannya dan berlari sejauh-jauhnya.
“DANIII!!!!”nur berterika dan memanggil adiknya.
“DANI!!!”
“NUR!”
Seseorang mengguncang-guncang pundaknya. Dan nur terkesiap
ketika dia mendapati ajeng sudah berada di kamarnya.
“mimpi ketemu pacar ya. Kok tadi manggil nama cowok.”
Nur hanya menggelengkan kepalanya.
No comments:
Post a Comment