5 Nov 2018

Filosofi Pahitnya Obat


Pernahkah kita melihat anak kecil yang menagis meraung-raung karena takut disuntik? Atau pernahkah kita melihat seorang anak kecil yang keukeuh tidak mau meminum obat meskipun dipaksa oleh ibunya.

Kenapa anak kecil itu takut disuntik? Dia mengatakan bahwa disuntik itu menyakitkan. Padahal, suntikan jarum suntik itu tidaklah sesakit yang dibayangkan si anak. Sakitnya disuntik seperti sakitnya digigit semut kecil. Pun dengan pil obat yang harus diminum. Pahitnya tidak kentara, hanya terasa beberapa detik di lidah. Itu pun bisa hilang dengan mengunyah permen setelahnya.

Nah, selanjutnya mari saya tanya kembali. Pernahkah kita melihat orang dewasa yang takut disuntik sambil menjerit-jerit dan tidak mau minum obat karena rasanya yang pahit. Saya rasa mustahil ada orang dewasa yang bertingkah kekanak-kanakan seperti itu. Walaupun ada, mungkin kita akan menganggapnya orang dewasa yang punya kelainan atau cacat secara mental.

Nah, pelajaran apa yang bisa kita ambil dari analogi di atas?

Sebelum memikirkan tentang analogi dan korelasinya dengan bahasan kita, mari kita berpikir bahwa Allah subhanahu wata'ala telah memberikan banyak ujian dan cobaan yang kita anggap begitu menyakitkan selama perjalanan hidup kita.

Kita merasakan pahit getir kehidupan kita dan betapa banyak tangisan yang kita keluarkan. Lalu betapa banyak diantara kita yang berburuk sangka kepada Allah subhanahu wata'ala karena Dia telah memberi kita banyak cobaan yang menyakitkan.

Andai kita tahu, bahwa cobaan demi cobaan itu bisa mempertebal imunitas iman kita. Andai kita tahu bahwa cobaan itu bisa menghapus dosa-dosa kita sebagaimana pil obat yang bisa membasmi penyakit di tubuh kita. Andai kita tahu bahwa ujian menyakitkan itu seperti jarum suntik yang menyuntikan antibiotik kepada kita supaya kita resistenn terhadap godaa setan, maka kita tidak akan pernah menyalahkan Allah subhanahu wata'ala. Justru kita akan dengan senang hati menerimanya. Ikhlas, pasrah dan bersandar kepada Allah subhanahu wata'ala.

Jika kita masih tetap ‘histeris’ dan meraung-raung setiap kali musibah dan cobaan yang pahit itu datang, maka iman kita belum dewasa. Kita masih bersikap kekanak-kanakan dengan iman kita yang melempem. Yakinkah kita bahwa kita rela disebut kekanak-kanakan? Padahal usia kita tidaklah disebut sebagai anak-anak? Oleh karena itu, sebagaimana orang dewasa bersikap, kita harus dewasa dalam iman kita.

Kita harusnya tahu bahwa pedihnya cobaan tidak sepedih yang kita bayangkan jika kita meyakini akan adanya pembalasan akhirat dan akan adanya pahala yang melimpah dari Allah subhanahu wata'ala kepada kita. Sebagaimana anak kecil yang ternyata lambat laun sadar bahwa suntikan dari Pak dokter tidak sesakit yang dia bayangkan di awalnya.

Pun dengan pahitnya ujian yang kita takutkan. Pedihnya hanyalah sementara. Kita bisa menghilangkannya dengan mengunyah manisnya ‘permen’ iman dan sabar. Kehidupan itu seperti roda yang berputar, pepatah itu sudah seringkali kita dengar. Pun, rasa pedih itu tidak selamanya kita rasakan. Akan selalu berganti episode. Terkadang kita sakit, terkadang kita merasakan kebahagiaan.

Maka sekali lagi, mari kita dewasa dalam iman.
Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment