Saat itu saya sedang iseng mencari genre majalah di aplikasi google play book. Agaknya saya ditakdirkan untuk menemukan majalah yang diterbitkan oleh sebuah pesantren besar berbasis NU. Majalah Tebuireng. Ada puluhan edisi yang sudah terbit yang tersedia di display. Beberapa tema yang diangkat yang menjadi bahasan utama mampu menggelitik hati saya.
Diantara tema yang menggelitik rasa ingin tahu saya adalah tema yang membahas soal Wahabi. Di cover depan tertulis sebuah judul besar dengan bunyi, 'Membongkar Wahabi Salafi.' Di bawah judul besar itu ada ilustrasi kartun seorang lelaki bergamis putih yang meneriakan kata 'Kafir! Bid'ah! Khurafat!' pada seorang lelaki yang berpakaian khas Jawa; blankon dan baju surjan.
Saya pun mencoba membeli majalah tersebut --harga edisi digital jauh lebih murah dibandingkan dengan edisi cetak--dan mulai membacanya. Sama seperti narasi-narasi demonisasi Wahabi yang sering saya temukan di tulisan-tulisan sejenis, di beberapa tulisan itu saya menemukan cerita-cerita gubahan betapa kejamnya orang-orang wahabi. Wahabi bahkan disamakan dengan orang-orang khawarij yang gampang melontarkan kata kafir kepada sembarang orang.
Lalu tiba-tiba hati saya semakin tergelitik ketika ada artikel yang membahas tentang ragam ideologi Wahabi yang mereka sebut sebagai ideologi transnasional. Yakni ideologi yang mereka sebut sebagai ideologi Islam yang 'diimpor' dari Temur Tengah.
Konon katanya, Wahabi itu terpecah menjadi beberapa aliran. Ada Wahabi-jihadi yang 'berjuang' di dalam aspek jihad yang diterjemahkan sebagai perang/jalan kekerasan. Contohnya adalah Al-Qaeda, Taliban dll.
Ada Wahabi-konstitusional yang 'berjuang' di dalam ranah konstitusi/parlemen. Yang dianggap Wahabi-konstitusional oleh orang NU ini tak lain adalah Ikhwanul muslimin yang kemudian di Indonesia bertransformasi menjadi jamaah tarbiyah yang menjadi cikal bakal lahirnya Partai Keadilan Sejahtera (PKS). (Hai orang PKS, kalian dianggap Wahabi lho 😌)
Yang lebih lucu lagi adalah ketika FPI dinarasikan sebagai Wahabi juga. Padahal, secara ideologi dan Mazhab keagamaan, FPI jauh lebih dekat dengan Mazhab NU. Cuma--ini mungkin asumsi saya--karena mereka tidak suka dengan sepak terjang FPI yang dianggap fundamental, maka mereka mengelompokkan FPI sebagai Wahabi fundaméntalis.
Dari pemaparan di atas, kita bisa memahami bahwa orang NU tidak siap dengan perbedaan faham. Sama seperti tuduhan orang NU yang menganggap orang Wahabi-salafi tidak mampu bertoleransi. Adalah hal yang konyol ketika semua golongan Islam yang dianggap tidak sepaham dengan NU dianggap sebagai Islam transnasional dan Islam Wahabi. Bahkan definisi dan tuduhan Wahabi-salafi itu sendiri terkesan dipaksakan dan didefinisikan secara sepihak, mengingat justru beberapa kelompok yang dianggap salafi itu justru ditahdzir oleh Salafi karena dianggap tidak sejalan dengan manhaj 'salaf.' IM, FPI, dan Majelis Mujahidin contohnya. IM dianggap tidak sejalan dengan Salafi karena salafi tidak menganggap absah perjuangan lewat demokrasi yang dianggap sebagai sistem kufur. Dalam bab haramnya berjuang di parlemén, Salafi ada kemiripan dengan HTI. Lalu Salafi juga menolak keras pemberontakan, kritik terbuka dan demonstrasi yang justru sering dilakukan oleh kelompok 'jihadi.'
Hanya saja, NU tidak peduli apakah definisi yang mereka paparkan itu benar atau salah. Yang jelas mereka ingin membuat kesimpulan bahwa siapa pun orang islam sunni yang berbeda dengan NU adalah Wahabi. Semua faham yang tidak sejalan dengan NU seringkali dianggap sebagai aliran transnasional. Yakni aliran Islam yang dianggap ideologi Islam yang diimpor dari timur tengah sehingga corak islamnya jauh dari nilai keindonesiaan dan kebangsaan. Soal corak Islam yang berwarna keindonesiaan ini juga masih perlu dipertanyakan. Seakan-akan hanya NU yang paling cinta NKRI dan paling pancasilais.
Lalu kenapa NU dan Muhammadiyah yang secara faham dan Mazhab sangat jauh bertolakbelakang sekarang bisa hidup berdampingan dan terkesan adem ayem? Padahal Muhammadiyah secara konsep keagamaan ada kemiripan dengan Salafi. Bahkan di jamiah Muhammadiyah muncul istilah TBC (Tahayul, Bid'ah, Churafat). Sebenarnya dahulu, dua organisasi ini juga sempat bersitegang di awal perkembangannya. Lalu lambat laun hal itu redup dengan sendirinya.
Lalu kenapa yang selalu berseteru itu salafi-NU? Hal ini tak lepas dari peran media, terutama media sosial. Karena narasi-narasi di medsos selalu memblow-upnya. Baik dari kalangan NU ataupun dari kalangan salafi.
Lalu apakah postingan ini termasuk diantaranya, postingan yang memperuncing perselisihan?
Silakan kamu nilai sendiri. Kamu bebas menilai atau menghakimi saya. Tapi yang jelas, di sini saya hanya ingin mendiskusikan sesuatu yang belum jelas supaya terlihat lebih jelas dan terang.
No comments:
Post a Comment