Dua tahun yang lalu, ketika saya released cerbung 'Tetanggaku Memang Aneh' banyak permintaan pertemanan yang menyambangi saya. Sembari menulis cerbung, saya nyambi menulis opini-opini tentang politik dan agama. Tapi kemudian saya menerima belasan pesan yang intinya meminta saya untuk berhenti nulis opini politik yang tendensius. Rerata, 'penggemar' yang protes itu adalah pembaca cerbung saya yang memiliki pandangan politik yang berseberangan dengan saya.
Bisa ditebak, mereka kemudian unfriend atau paling minimal tidak pernah lagi berkomentar di lapak saya. Beberapa bulan setelah itu, saya menulis opini tentang agama yang intinya mengkritisi suatu kelompok agama/ormas yang bersikap tidak konsisten. Sontak hal itu membuat beberapa teman facebook saya kepanasan. Lagi-lagi mereka berkomentar.
Awalnya saya khawatir. Khawatir kehilangan pembaca. Tapi setelah dipikir-pikir, saya ini seorang manusia merdeka yang tidak mungkin dikendalikan oleh keinginan orang lain (dalam kasus saya adalah keinginan pembaca). Saya tidak ingin pura-pura netral. Jika saya suka nulis tentang politik dan itu membuat saya nyaman, lalu untuk alasan apa saya harus menahannya?
Saya tidak takut kehilangan pembaca meski saya menyadari bahwa saya membutuhkan pembaca demi eksistensi cerbung-cerbung saya. Tapi, saya tidak ingin kehilangan idealisme di saat yang sama.
Saya tidak pernah menganggap para penulis yang bersikap lebih 'hati-hati' tidak memiliki idealisme. Saya juga mengetahui beberapa penulis lebih memilih menghindari tema-tema yang menimbulkan perdebatan atau paling tidak mengundang pro kontra. Itu hak mereka. Mungkin mereka menghindari perdebatan. Itu pilihan mereka dan saya memiliki pilihan saya sendiri untuk memiliki jiwa yang bebas sebagai penulis yang menuangkan apa pun dari benak saya sebebas-bebasnya.
No comments:
Post a Comment