16 Nov 2020

AIR MINUM DI PINGGIR JALAN

Konon, menurut teman-teman yang pernah travel ke India, di sana mereka biasa menemukan keran-keran air minum di pinggir jalan lengkap dengan satu cangkir alumunium untuk minum. Kebayang kan bagaimana sensasi minum dari satu cangkir dimana ratusan atau bahkan ribuan bibir sudah mendarat di bibir cangkir. Agaknya secara harfiah kita sama saja dengan cipokan dengan ribuan bibir. Uh, jijay!

Saya sendiri suka agak risih jika minum dari gelas bekas minum orang. Kecuali gelas itu bekas dari bibir orang yang kita kenal, misal emak, bapak, adik atau istri. Tapi, rupanya rasa risih itu lenyap ketika saya masuk ke pesantren. Saya tak lagi jijik ketika harus  berbagi cangkir yang sama, bahkan makan satu nampan lima orang, plus dengan menggunakan tangan. Rasanya nikmat sekali. Kenapa mesti jijik?

Awalnya saya selalu mencari bagian bibir cangkir yang masih ‘steril’. Biasanya bibir cangkir tepat yang sejajar dengan pegangan cangkir adalah satu bagian yang masih belum terjamah bibir-bibir dower, sehingga saya biasanya minum di sana. Tapi lambat laun, saya sudah terbiasa.

Ok, kok jadi ngalor ngidul ya. Kembali ke tema tentang air minum di pinggir jalan.

Ternyata tidak hanya di India, di kampung saya pun saya menemukan sebuah rumah pinggir jalan yang menyajikan air minum untuk para pejalan kaki.

Waktu itu masih jarang orang yang punya motor. Orang-orang lebih sering berjalan kaki untuk pergi ke ladang, huma atau sawah. Rumah itu sederhana, dan ada di pinggir jalan yang sering dilalui oleh orang-orang yang pulang dan pergi dari sawah dan ladang.

Sungguh mulia akhlak si tuan rumah. Dia selalu menyediakan air minum di teko lengkap dengan satu cangkir yang dia sediakan di depan rumahnya. Dia menyimpan kursi kayu di pinggir jalan dan meletakan teko yang selalu dia isi dengan berkala.

Sungguh mulia.

Dari rumah sederhana di pinggir jalan yang saya tidak kenal siapa empunya, saya belajar tentang sedekah yang sederhana.

Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment