31 Aug 2020

Sastra Porno vs Sastra Halal'

Pasca bikin status tentang sastra wangi, beberapa orang merasa tersinggung dan mencak-mencak. Bahkan tak sungkan untuk melontarkan kata-kata kurang sopan kurang beradab. Padahal, sastra itu adalah bagian dari adab dan keindahan. Sehingga saya sangat terheran-heran dengan orang yang mengaku berada di dunia sastra, tapi fasih melontarkan kata semacam 'goblok, tolol dan teman-temannya. Jika memang mereka tidak suka dengan status saya, kenapa repot-repot adu urat. Silakan tulis artikel sejenis atau status sejenis untuk membantah saya. Kalau bisa, silakan tag. feel free.

Saya tidak tahu kenapa mereka marah-marah. Mungkin mereka merasa terusik dengan status saya, sementara di saat yang bersamaan mereka menyadari diri sendiri bahwa mereka sangat doyan menulis dan membaca tulisan-tulisan porno. Karena yang ada di otak mereka hanya wilayah sekitar se****ngan.

Pro dan kontra itu sebuah keniscayaan, termasuk dalam ranah sastra. Bahkan kita bisa mencontoh bagaimana pro dan kontra serta persengketaan dua sastrawan besar kita; Buya HAMKA dan Pramoedya Ananta Toer. Hanya saja, perlu adab untuk menyampaikan pendapat. Adapun untuk karya-karya picisan yang ceritanya tak jauh dari hal-hal kotor, maka saya berani mengatakan 'sampah' karena memang itu hanya menghasilkan racun yang ditinggalkan oleh pembaca.

Saya hanya miris melihat si dedek-dedek unyu nan cupu berseragam putih biru dan putih abu-abu sudah piawai menulis cerita begituan di wattpad. Bahkan banyak diantara mereka menulis cerita persebadanan sesama jenis. Apakah itu kalian sebut sastra?? Bah!

Kalian! Ya, kalianlah yang bertanggung jawab menjerumuskan mereka ke ranah sastra selangkangan karena kalian telah membela genre sampah ini.  Bahkan menurut Taufik Ismail sendiri, aromanya busuk sebusuk bangkai tikus di got.

Mari kita lihat apa yang Taufik Ismail katakan,

"Penulis-penulis perempuan, muda usia, berlomba mencabul-cabulkan karya, asyik menggarap wilayah selangkang dan sekitarnya dalam Gerakan Syahwat Merdeka. Dari halaman-halaman buku mereka menyebar hawa lendir yang mirip aroma bangkai anak tikus telantar tiga hari di selokan pasar desa. Aku melihat orang-orang menutup hidung dan jijik karenanya. Jijik. Malu aku memikirkannya.”

Itulah ekspresi kekecewaan Taufik Ismail, sang sastrawan legendaris terhadap bermunculannya karya-karya sampah yang semakin marak.

Boleh dikata, mereka hanya menghadirkan pornografi dalam media lain. Selama ini orang resah dengan pornografi dalam media gambar atau video, tapi kenapa untuk karya literasi kita diam??

Kemudian ada satu diantara mereka yang nyolot dengan mengatakan, "Sok suci!" setelah saya mengkritik sastra-sastra selangkangan.
Terserah mau dibilang sok suci atau sok agamis dan semacamnya. Toh, saya punya idealisme bahwa semua hal yang saya lakukan harus terintegrasi dengan keyakinan dan norma yang saya anut.

Satu yang lainnya koar-koar, "Sastra tidak perlu dikotak-kotakan dan diberi label. Sastra ya sastra! Jangan bawa-bawa agama dalam ranah sastra!
Jika kamu bisa bebas dengan gaya hidup sekulermu, lalu dengan alasan apa kami harus meninggalkan agama dalam sastra kami? Jika ada sastrawan yang meracuni generasi supaya jauh dari agama, lalu atas dasar apa kalian menolak kami yang berusaha memperbaiki dunia sastra dengan adab dan kesopanan?

Maka disinilah saya sangat mendukung sastra yang berperadaban terlepas dari apa pun namanya. Ada yang bilang sastra islami, yang lainnya menyebut sastra profetik dan semacamnya. Alhamdulillah, sastra 'Halal ini mendapatkan sambutan yang luar biasa dibanding sastra-sastra selangkangan. Bahkan didukung oleh para sastrawan kawakan semisal Helvi Tiana Rossa, Yossi Herfanda dan Taufik Ismail.

Masih ada yang mau nyolot? silakan! karena perbedaan itu sebuah keniscayaan, asal disampaikan dengan sopan dan beradab.


Apakah Cerita Romantis itu Harus Porno?

Saya memang lelaki pecinta genre Romance. Dan saya pikir fiksi romance tidak melulu harus dibumbui adegan ranjang. Sayangnya, selama ini kita kadung disuguhi novel-novel atau sastra Romance yang menggambarkan secara detail aktifitas ranjang sehingga membuat panas ubun-ubun tersebab bangkitnya birahi.

Antusiasme saya terhadap genre Romance bermula dari novel Ayat-ayat Cinta. Menyusul novel-novel karya kang Abik selanjutnya. Saya ketagihan dengan kisah mengharu biru yang mengajarkan saya tentang kesejatian cinta dalam bingkai penghambaan pada Tuhannya.

Kemudian, pada fase selanjutnya saya mengenal Harlequin Dan contemporary romance yang digandrungi. Disinilah saya temukan karya picisan yang terkontaminasi nafsu binatang.

Akhir kata, semua kembali kepada ideologi dan cara pandang penulisnya itu sendiri. Jika memang Islam sebagai jalan hidupnya, mustahil bagi sang penulis menjadikan selangkangan sebagai fantasi fiksinya. Jika sudah begitu, apa bedanya dengan blue film? Hanya berbeda media antara visual dan literasi saja.
Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment