Alkisah, emak mulai gerah ikut pengajian di mushola at-Takwa. Pekan ini, emak mogok nggak mau datang ke pengajian itu lagi.
"Kenapa Mak?" tanyaku dengan kerut di dahi sebagai penanda rasa heran saya. Bagaimana tidak heran, emak paling doyan datangin pengajian. Tak peduli ustadznya ustadz HTI, Salafi atau NU. Tapi kenapa kok jadi mogok gini?
"Ah, ikut pengajian tapi isinya ghibah semua, ya percuma?"
"Ghibah? Maksudnya gimana sih mak?"
"Lha iya, Minggu kemarin emak ikut pengajian Ajengan Nasir. Dia mewanti-wanti ibu-ibu biar nggak ikut pengajian ustadz-ustadz Wahabi. Katanya, Wahabi itu bahaya. Agen zionis. Ujung-ujungnya kok ya ngaji ngomongin orang."
Saya cuman nganggukin kepala. "Ya sudah Mak, besok nggak usah ngaji disitu aja. Ngapain ngaji kalau diajarin kebencian. Nggak faidah!". Emak saya nurut. Dia nggak mau ngaji di mushola at-Takwa lagi.
Pekan berikutnya, emak diajak ngaji di masjid ash-sholihin sama Yuk Tini. Kata Yuk Tini, ustadznya bagus. Lulusan Madinah. Wah, penasaran dong emak saya. Dan, satu dua pekan emak enjoy dengan pengajian yang dibawakan ustadz. Sebut saja ustadz Abdullah. "Materinya bagus," komentar emak.
Tapi, pekan ketiga emak kembali mogok, nggak mau berangkat ke pengajian. "Kenapa Mak?"
"Pengajian di ash-sholihin sama saja. Sebelas dua belas dengan pengajian at-Takwa. Isinya ghibah melulu."
"Maksud emak?"
"Lha iya, ustadznya ngomongin ustadz yang lain. Dibilangnya ustadz Fulan itu ustadz bid'ah, ustadz HTI. terus bilang ustadz Fulan itu bukan ustadz Sunnah. Nggak boleh datang ke kajiannya, nanti sesat. Begitu katanya."
Saya hanya bisa geleng-geleng kepala. Lha iya, ini ngisi pengajian atau gibah? Atau jangan-jangan para ustadz ini belum belajar tentang dosa ghibah? Ah, masa iya ustadz nggak tahu sebesar apa dosa ghibah. Tapi Yo wis, yang penting emak senang.
"Terus emak mau ngaji dimana dong? Disini salah, disitu salah!"
"Pokoknya Emak mau ngaji di pengajian yang pure. Murni ngaji!"
Dan, tak berapa lama setelah itu emak mendapatkan tempat baru yang ideal. "Ustadznya ganteng lho."
Aku hanya memutar bola mata, "Awas nanti saya bilang ke bapak."
"Becanda!" sambar emak dengan cengiran. "Tapi yang jelas ustadznya nggak gibah. Materinya bagus. Gurunya dari mana-mana. Dia nggak pernah tuh nyinggung-nyinggung ustadz atau golongan lain yang berseberangan sama dia."
"Ya bagus itu," saya turut sumringah. "Mau ustadnya dari mana pun, yang penting ngaji. Toh sama-sama ngajak ke surga.
"Tapi..."
"Tapi kenapa mah?"
"Sekarang jamaahnya yang ghibah. Abis bubaran pengajian dilanjut sama acara arisan. Abis itu pada ghibah pula. Sebagian jamaah malah sengaja pergi ngaji buat ajang pamer perhiasan plus baju yang mentereng."
Oalah Mak, mau sampai kapan nyari pengajian yang ideal. Aku hanya tepok jidat. "Ngaji di YouTube aja Mak"
"Kenapa Mak?" tanyaku dengan kerut di dahi sebagai penanda rasa heran saya. Bagaimana tidak heran, emak paling doyan datangin pengajian. Tak peduli ustadznya ustadz HTI, Salafi atau NU. Tapi kenapa kok jadi mogok gini?
"Ah, ikut pengajian tapi isinya ghibah semua, ya percuma?"
"Ghibah? Maksudnya gimana sih mak?"
"Lha iya, Minggu kemarin emak ikut pengajian Ajengan Nasir. Dia mewanti-wanti ibu-ibu biar nggak ikut pengajian ustadz-ustadz Wahabi. Katanya, Wahabi itu bahaya. Agen zionis. Ujung-ujungnya kok ya ngaji ngomongin orang."
Saya cuman nganggukin kepala. "Ya sudah Mak, besok nggak usah ngaji disitu aja. Ngapain ngaji kalau diajarin kebencian. Nggak faidah!". Emak saya nurut. Dia nggak mau ngaji di mushola at-Takwa lagi.
Pekan berikutnya, emak diajak ngaji di masjid ash-sholihin sama Yuk Tini. Kata Yuk Tini, ustadznya bagus. Lulusan Madinah. Wah, penasaran dong emak saya. Dan, satu dua pekan emak enjoy dengan pengajian yang dibawakan ustadz. Sebut saja ustadz Abdullah. "Materinya bagus," komentar emak.
Tapi, pekan ketiga emak kembali mogok, nggak mau berangkat ke pengajian. "Kenapa Mak?"
"Pengajian di ash-sholihin sama saja. Sebelas dua belas dengan pengajian at-Takwa. Isinya ghibah melulu."
"Maksud emak?"
"Lha iya, ustadznya ngomongin ustadz yang lain. Dibilangnya ustadz Fulan itu ustadz bid'ah, ustadz HTI. terus bilang ustadz Fulan itu bukan ustadz Sunnah. Nggak boleh datang ke kajiannya, nanti sesat. Begitu katanya."
Saya hanya bisa geleng-geleng kepala. Lha iya, ini ngisi pengajian atau gibah? Atau jangan-jangan para ustadz ini belum belajar tentang dosa ghibah? Ah, masa iya ustadz nggak tahu sebesar apa dosa ghibah. Tapi Yo wis, yang penting emak senang.
"Terus emak mau ngaji dimana dong? Disini salah, disitu salah!"
"Pokoknya Emak mau ngaji di pengajian yang pure. Murni ngaji!"
Dan, tak berapa lama setelah itu emak mendapatkan tempat baru yang ideal. "Ustadznya ganteng lho."
Aku hanya memutar bola mata, "Awas nanti saya bilang ke bapak."
"Becanda!" sambar emak dengan cengiran. "Tapi yang jelas ustadznya nggak gibah. Materinya bagus. Gurunya dari mana-mana. Dia nggak pernah tuh nyinggung-nyinggung ustadz atau golongan lain yang berseberangan sama dia."
"Ya bagus itu," saya turut sumringah. "Mau ustadnya dari mana pun, yang penting ngaji. Toh sama-sama ngajak ke surga.
"Tapi..."
"Tapi kenapa mah?"
"Sekarang jamaahnya yang ghibah. Abis bubaran pengajian dilanjut sama acara arisan. Abis itu pada ghibah pula. Sebagian jamaah malah sengaja pergi ngaji buat ajang pamer perhiasan plus baju yang mentereng."
Oalah Mak, mau sampai kapan nyari pengajian yang ideal. Aku hanya tepok jidat. "Ngaji di YouTube aja Mak"
No comments:
Post a Comment