"Masa laki-laki cengeng."
Itu adalah kalimat-kalimat yang seringkali keluar dari mulut
para ibu atau orang tua ketika melihat anak lelakinya mulai menunjukan
tanda-tanda akan menangis dengan mata yang berkaca-kaca. Ini adalah jebakan
identitas maskulinitas yang ditanamkan di kepala kita bahwa ‘lelaki tidak boleh
menangis atau jika menangis kamu dianggap sebagai lelaki yang cengeng dan
lemah.’
Selama ini kita menganggap bahwa menangis hanya satu
aktifitas emosional yang hanya dilakukan oleh makhluk bernama wanita. Menangis hanya
dilakukan oleh lelaki yang lemah dan telah kehilangan maskulinitasnya.
Jujur, saya lelaki dan saya pernah menangis untuk hal-hal
yang oleh sebagian orang mungkin dianggap sepele. Tapi bagi saya, menangis
adalah obat dan satu jalan untuk menenangkan batin saya. Saya tidak malu untuk
mengakuinya. Pastinya Anda juga mengakui perasaan ‘plong’ dan ‘lapang’ ketika
air mata telah keluar dari celah-celah mata. Konon, menangis ketika sedih atau
jiwa tertekan itu adalah obat mujarab dari jiwa yang depresi. Air mata yang
keluar akibat kepedihan dan depresi mengeluarkan racun dari tubuh. Jika tidak
percaya, Anda bisa mencarinya di mesin pencarian google. Terlalu panjang untuk
dijelaskan disini.
Karena identitas maskulinitas itulah, pada akhirnya lelaki
cenderung tertutup dan tidak terbuka untuk berbagi duka sebagaimana yang
dilakukan wanita. Tidak ada lelaki yang curhat kepada sesama lelaki akibat
beban hidupnya, kemudian pendengar memeluknya dengan tulus.
Lelaki bukan robot. Ia juga manusia yang memiliki sisi
kerapuhan dan emosi untuk dipahami. Dia memiliki hati sebagaimana wanita juga
memiliki hati dan perasaan.
Lelaki dan perempuan sama-sama makhluk seksual dan sama-sama
butuh makan dan tidur. Tidak ada perbedaan selain jenis kelamin.
Pengkotak-kotakan gender hanya konsepsi masyarakat yang mendarah daging.
Sehingga ada konsep bahwa lelaki harus lebih kuat dan wanita harus lebih sopan.
Karena konsep inilah lelaki seringkali memakai topeng untuk menutupi perasaan
dan sisi emosionalnya. Lelaki lebih sering menahan hasrat untuk berbicara dan
curhat, sehingga terkadang marah-marah menjadi jalan pintar untuk
menyalurkannya. Cara lainnya adalah dengan menenggelamkan diri pada asap rokok
dan sikap diam yang terus menerus dia lakukan.
Nah, bagaimana pandanganmu?
No comments:
Post a Comment