Jadi, ceritanya ada seorang akhwat
yang minta sama saya buat nyomblangin dia dengan lelaki Pakistan kenalannya
yang konon katanya sering nelpon dan message dia, sementara dia terkendala
bahasa. Ya sudah, karena saya orangnya baik (ehm) saya pun menyanggupi. Si akhwat memberikan
nomor kontak si lelaki dan mereka katanya siap buat taaruf. Kami bikin grup
taaruf, yang isinya hanya kami bertiga untuk bertukar biodata si calon dan
bertanya seputar identitas masing-masing.
Saya juga melarang mereka
berkomunikasi secara pribadi kecuali di grup yang telah saya buat untuk kami
bertiga.
Awal-awalnya si doski melambungkan
harapan sama si akhwat. Janji mau datang ke Indonesia dan nikahin si akhwat. Eh,
tapi day by day, dia tiba-tiba kayak ogah-ogahan dan melempem ketika ditanya
kapan tanggal kepastiannya dia akan datang ke Indonesia. Bahkan semakin hari,
si doski makin tak berminat untuk berbicara di grup. Alih-alih dia justru
menelpon si akhwat secara pribadi. Karena merasa cape, si akhwat pun memutuskan
untuk menyudahi proses dan saya pun hanya bilang, ‘wasallam’ semoga mendapat
calon yang lebih baik dari dia.
“Cari aja yang lokal, biar nggak
ribet.” Begitu pesan terakhir saya. Jika pun ada yang serius, juga harus
dipikir matang-matang.
Memang ribet sih kalo berjodoh dengan
orang beda negara gaess. Kamu harus urus ini itu dan segala tetek bengeknya
dari mulai visa dan passport dan surat nikah. Lagian yakin mau ikut suami? Yakin
nggak ada culture shock?
Pun di kesempatan yang lain ada satu
dua teman Pakistani yang minta sama saya untuk mencarikan perempuan Indonesia buat
mereka. Tapi ketika saya cecar, mereka cuman ngoceh kayak beo, “sure, I will
come to Indonesia” sambil mesem. Kentara hanya untuk main-main.
Saya juga pernah denger curhatan
seorang perempuan indo di blog, tentang pengalamannya menjadi korban cyberlove
dengan lelaki Pakistani. Si lelaki bilang hari itu mau datang ke Indonesia dan
suruh jemput di bandara Soekarno-Hatta. Si gadis yang asal malang ini,
bela-belain datang ke Jkt buat jemput pujaan hatinya. Tapi ketika sudah tiba di
lokasi, berkali-kali dia chat dan telpon, kontak si doski tak lagi aktif. Menunggu
berjam-jam hingga bokong berakar sambil melototin hape moga-moga di pujaan
menelpon atau paling dramatis datang tiba-tiba sebagai surprise. Nggak ada! Ngenes
kan.
Pesan moralnya, Jangan pernah percaya
pada lelaki yang mengumbar gombalan di media sosial dan melambungkanmu
setinggi-tingginya dengan segudang janji. Rata-rata lelaki yang berkeliaran di
media sosial itu hanyalah lelaki buaya yang mencari mangsa. Lebih parah lagi jika kamu ngeladenin mereka
dan melakukan hal-hal yang tabu.
Btw, postingan ini juga bukan
bermaksud menjudge bahwa lelaki Pakistan kurang ajar semua ya. Orang baik dan
buruk itu dimana-mana ada. Termasuk di negeri +62.
No comments:
Post a Comment