Barangkali kata yang sering kali begitu sulit untuk dilafalkan adalah kata cukup. Manusia selalu melihat sisi kekurangan dalam kehidupan mereka. Ada seorang suami yang menganggap istrinya kurang perhatian, sebaliknya sang istri menganggap suaminya kurang peduli. para karyawan menganggap gajinya kurang memadai, dan banyak contoh lainnya. semua serba kurang, tak pernah cukup.
Wajar jika kita merasa kurang, yang tak wajar itu kita terus terusan merasa terpuruk tanpa adanya rasa tawakal. sebesar apa pun rezeki yang diperoleh, sekurang apa pun pasangan yang mendampingi hidup, hendaknya disyukuri. Karena syukur akan mendatangkan keberkahan dan kepuasan.
Merasa cukup menjadi penanda bahwa orang tersebut bukan melulu berorientasi dunia, tapi juga akhirat. Karena syukurnya itulah dia semakin dekat dengan Allah dan keberkahan melimpahinya.
“Barang siapa yang akhirat menjadi tujuannya, Allah subhanahu wa ta’ala jadikan rasa kecukupannya dalam hatinya. Allah subhanahu wa ta’ala akan kumpulkan baginya urusan-urusannya yang berceceran. Dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina dan mudah didapat. Sebaliknya, barang siapa yang dunia menjadi tujuannya, Allah subhanahu wa ta’ala jadikan kefakirannya terpampang di hadapan kedua matanya; Allah subhanahu wa ta’ala cerai-beraikan urusannya, dan dunia tidaklah sampai kepadanya kecuali apa yang telah ditakdirkan untuknya.” (HR. at-Tirmidzi dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu. Asy-Syaikh al-Albani menyatakan sahih dalam Shahih al-Jami’ no. 6510)
Al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah mengatakan, “Apabila Anda memiliki hati yang merasa puas dengan pemberian Allah subhanahu wa ta’ala, Anda sama dengan raja dunia.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا قَلَّ وَكَفَى خَيْرٌ مِمَّا كثُرَ وَأَلْهَى
“Sesungguhnya yang sedikit dan mecukupi lebih baik daripada yang banyak namun melalaikan.” (HR. Abu Ya’la dan adh-Dhiya. Lihat Shahih al-Jami’ no. 5653)
Rasulullah bersabda dalam hadits Abu Hurairah:
لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
“Bukanlah kekayaan itu karena banyaknya harta, tetapi kekayaan adalah kaya hati.” (HR. al-Bukhari no. 6446 dan Muslim no. 2417)
Rasulullah juga bersabda dalam hadits Abu Sa’id al-Khudri:
وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللهُ
“Siapa yang menampakkan kecukupan niscaya Allah l akan membuatnya kaya.” (HR. al-Bukhari no. 1469 dan Muslim no. 1745)
Maka, di pagi ini cobalah untuk merenung sejenak, apa yang telah kita lakukan selama ini? Apakah kita sering mengeluh dengan semua kekurangan yang ada? Apakah kita sulit dan lupa untuk bersyukur sehingga keberkahan itu dicabut dari kehidupan kita? Atau mungkin gaya hidup kita yang seperti orang kaya, tapi nyatanya pemasukan tidak mampu untuk membayar itu semua. ingat pepatah, jangan besar pasak daripada tiang. karena orang yang merasa cukup dalam kekurangan lebih bahagia dibanding orang yang kekurangan dalam kelebihan
Wajar jika kita merasa kurang, yang tak wajar itu kita terus terusan merasa terpuruk tanpa adanya rasa tawakal. sebesar apa pun rezeki yang diperoleh, sekurang apa pun pasangan yang mendampingi hidup, hendaknya disyukuri. Karena syukur akan mendatangkan keberkahan dan kepuasan.
Merasa cukup menjadi penanda bahwa orang tersebut bukan melulu berorientasi dunia, tapi juga akhirat. Karena syukurnya itulah dia semakin dekat dengan Allah dan keberkahan melimpahinya.
“Barang siapa yang akhirat menjadi tujuannya, Allah subhanahu wa ta’ala jadikan rasa kecukupannya dalam hatinya. Allah subhanahu wa ta’ala akan kumpulkan baginya urusan-urusannya yang berceceran. Dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina dan mudah didapat. Sebaliknya, barang siapa yang dunia menjadi tujuannya, Allah subhanahu wa ta’ala jadikan kefakirannya terpampang di hadapan kedua matanya; Allah subhanahu wa ta’ala cerai-beraikan urusannya, dan dunia tidaklah sampai kepadanya kecuali apa yang telah ditakdirkan untuknya.” (HR. at-Tirmidzi dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu. Asy-Syaikh al-Albani menyatakan sahih dalam Shahih al-Jami’ no. 6510)
Al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah mengatakan, “Apabila Anda memiliki hati yang merasa puas dengan pemberian Allah subhanahu wa ta’ala, Anda sama dengan raja dunia.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا قَلَّ وَكَفَى خَيْرٌ مِمَّا كثُرَ وَأَلْهَى
“Sesungguhnya yang sedikit dan mecukupi lebih baik daripada yang banyak namun melalaikan.” (HR. Abu Ya’la dan adh-Dhiya. Lihat Shahih al-Jami’ no. 5653)
Rasulullah bersabda dalam hadits Abu Hurairah:
لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
“Bukanlah kekayaan itu karena banyaknya harta, tetapi kekayaan adalah kaya hati.” (HR. al-Bukhari no. 6446 dan Muslim no. 2417)
Rasulullah juga bersabda dalam hadits Abu Sa’id al-Khudri:
وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللهُ
“Siapa yang menampakkan kecukupan niscaya Allah l akan membuatnya kaya.” (HR. al-Bukhari no. 1469 dan Muslim no. 1745)
Maka, di pagi ini cobalah untuk merenung sejenak, apa yang telah kita lakukan selama ini? Apakah kita sering mengeluh dengan semua kekurangan yang ada? Apakah kita sulit dan lupa untuk bersyukur sehingga keberkahan itu dicabut dari kehidupan kita? Atau mungkin gaya hidup kita yang seperti orang kaya, tapi nyatanya pemasukan tidak mampu untuk membayar itu semua. ingat pepatah, jangan besar pasak daripada tiang. karena orang yang merasa cukup dalam kekurangan lebih bahagia dibanding orang yang kekurangan dalam kelebihan
===
PINTAR
Imam Al-Ghazali rahmatullah alaihi pernah ditanya muridnya perihal bagaimana cara mengukur kepintaran seseorang, lalu beliau menjawab:
"Tak perlu bandingkan dirimu dengan orang lain, cukup bandingkan kepintaran dirimu dengan ayam jantan yang berkokok di pagi hari.... dan lihatlah siapa yang terlebih dahulu bangun untuk mengingat Rabbnya maka itulah yang lebih pintar.. "
dan beliau pun ditanya bagaimana cara awal untuk mencintai Allah, beliau pun memberi jawaban:
"Belajarlah mencintai Allah dengan mencintai rumahNya (masjid) dan cintailah masjid melebihi cinta kita pada rumah kita sendiri .. "
No comments:
Post a Comment