4 Apr 2020

Islam rasa Kasta

Ada segelintir yang menggelari diri 'syarif dan syarifah' memiliki rasa tinggi hati tersebab berstatus ahlul bait yang mengalir darah nabi. Sehingga tak Sudi mereka menikah dengan orang Awam yang bukan dari trah Nabi. Dalam pandangan mereka, mereka hanya boleh menikah dengan sesama ‘ahlul bait’. Seorang syarifah harus bersuamikan syarif, pun sebaliknya. Konon, tidak boleh darah seorang ahlul bait tercampur dengan darah orang awam. Harus ada ekslusifitas di kalangan mereka. Jika darah itu tercampur, maka kacaulah silsilah ahlul bait mereka. Begitulah konon katanya. 
.
Pada akhirnya, bisa saja paham jahiliyah seperti itu bisa mendatangkan rasa jumawa dan bangga. Betapa saya juga pernah membaca sebuah kisah nyata, bagaimana seorang syarifah jatuh cinta kepada lelaki biasa. Cinta itu ditentang oleh keluarga besarnya. Maka tetiba saya teringat tentang kisah cinta terlarang antar kasta yang terjadi di masyarakat hindu di India sana. Hmm, mungkin inilah islam rasa hindu. Mereka beragama islam, tapi sejatinya punya pola hidup seperti kulut hindu. Bangga dengan kemurnian ‘kasta’.
.
Bahkan sohib saya dari India bilang bahwa muslim India pun tak lepas dari kultur kasta ini. Jika kau menemukan musim dengan nama belakang anshari, maka bisa dipastikan dia ‘muslim kasta rendah.’ Jika kau berkenalan dengan seorang muslim dengan nama belakang syeikh, maka tentu dia muslim dari kasta tinggi.’
.
Terlepas dari semua itu, hendaknya kita sadar bahwa kasta, keturunan atau garis darah adalah kultur yang tidak ada sangkut pautnya dengan islam itu sendiri. Justru islam telah menghapuskan tradisi ashobiyah. Ashobiyah adalah kebanggaan terhadap garis keturunan dan kesukuan yang telah lama dihapuskan oleh ajaran islam yang rahmatan. Islam adalah agama dengan asas kesetaraan dan persaudaraan yang meniadakan kelas dan kasta. Maka sekali lagi saya tegaskan, apa yang telah dilakukan oleh syarif dan syarifah tersebut, tidak ada sangkut pautnya dengan islam. Yang saya tahu, tak pernah Nabi mengajarkan diskriminasi. Semua di mata Allah sama, kecuali atas amal mereka. 
.
Tidakkah mereka ingat bahwa Allah menilai hati dan amal, bukan nasab keturunan. Andai kemuliaan itu tentang nasab, kenapa anak Nuh harus masuk neraka? Andai kemuliaan itu tentang nasab, dengan alasan apa Qabil putra Adam menjadi pendurhaka?
Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment