12 Mar 2020

Adil Semestinya, Toleransi Sewajarnya

Untuk Mamang M Haerudin dan orang-orang sejenis yang terlihat ‘toleran’ tapi senyatanya memiliki konsep dan pola pikir yang kebablasan. 

Hari kemarin saya membaca postingan seorang warga NU yang menasbihkan dirinya sebagai orang moderat di Komunitas Bisa Menulis (KBM). Ada banyak hal yang ingin saya bantah sekaligus ingin saya luruskan dari tulisan beliau. Oleh karena itu, tulisan ini saya buat. 

Pertama, Saya sependapat dengan anda bahwa muslim itu tidak dibatasi oleh nama ormas, partai atau mazhab. Karena islam adalah islam tanpa perlu dikotak-kotak dengan nama lainnya. Saya juga sependapat dengan anda bahwa tidak selayaknya seorang muslim atau sebuah ormas merasa paling hebat dan paling benar dibanding dengan ormas-ormas islam lainnya yang berada dalam rel al-Quran dan as-sunnah. Tapi senyatanya saya melihat bahwa teman-teman anda sendiri yang justru terjerumus ke dalam taklid buta dan ashobiyah yang sangat mengkhawatirkan. Bukankah kelompok anda yang selama ini mengenalkan konsep islam nusantara yang bisa berpotensi memecah belah ummat? Karena yang saya tahu tidak ada istilah Islam Amerika, Islam cina atau islam versi nasionalisme lainnya. Selain itu, siapa yang selama ini gencar berkoar-koar untuk memusuhi wahabi-salafi-HTI-IM dan saudara muslim yang tidak sejalan dengan pola pikir anda dan teman-teman? 

Saya bukan salafi atau wahabi, karena saya juga ingin jujur mengatakan diantara mereka ada yang memiliki mental seperti orang-orang anda. Merasa diri paling benar dan paling nyunnah, sampai-sampai orang yang diluar kelompok mereka disebut sesat, meski hanya memiliki perbedaan dalam furuiyah. Hanya saja saya sering ikut pengajian yang sama teman-teman anda dicap ‘wahabi.’ Oleh karena itu tak masalah jika anda memanggil saya wahabi moderat meski saya tidak pernah menggunakan embel-embel dalam keislaman saya. Saya muslim. Masa bodoh dengan embel-embel tersebut. 

Sebelum teman-teman anda mencap kami tidak toleran, coba tengok diri sendiri, sudahkah selama ini bersikap toleran? Iya, toleransi teman-temanmu kepada non-muslim sangat luar biasa, tapi terhadap sesama muslim toleransinya entah kemana. 

Kedua, ya, kita bukan Tuhan yang berhak mengkafirkan, membid’ahkan atau menyesatkan. Tapi tuhan telah memberikan kita panduan yang jelas. Tuhan telah memberi kita rambu-rambu sehingga kita bisa memilah dan memilih mana yang benar dan yang salah, mana yang hak dan batil, mana yang shahih dan mana yang fasad. Termasuk dalam urusan tentang sesatnya Ahmadiyah, Syiah dan aliran sesat lainnya, semua tak lepas dari tuntunan Allah Subhanahu Wata'ala di dalam quran dan sunnah. Bahkan label kafir kepada ahlul kitab dan musyrikin pun dimention di dalam al-Quran. Jika kita mengaku umat islam yang taat pada aturan-Nya, sudah pasti dan sudah seharusnya kita mengikuti apa yang telah Allah Subhanahu Wata'ala tuntunkan. Bukankah di surat pertama (al-Fatihah) kita selalu meminta supaya ditunjukan ke jalan shirotol mustaqim dan berlindung dari jalan sesat (al-Maghdub dan adh-Dholin).

Ketiga, sesat menyesatkan dan kafir mengkafirkan bukan berarti kami-kami yang dicap ‘wahabi’ ini tidak bisa berteman atau berinteraksi dengan mereka. Saya punya banyak teman ‘kafir’ dan syiah. Dan saya juga biasa berdiskusi dengan mereka. Untuk kasus sesat atau tidak sesatnya syiah, insha Allah akan saya bahas di artikel terpisah mengingat panjangnya pembahasan.
Keempat, saya sependapat dengan anda bahwa tidak selayaknya Ahmadiyah, Syiah atau aliran-aliran lainnya dipersekusi atau dikucilkan. Tapi tahukah anda bahwa mereka sendiri yang mengucilkan diri mereka dari komunitas muslim. Contohnya adalah Ahmadiyah. Mereka tidak mau berbaur dengan sesama umat islam dan bahkan melarang anak-anaknya menikah dengan orang di luar komunitas mereka. Ini artinya, mereka yang eksklusif dan tidak mau berbaur dengan ummat. Saya juga sependapat dengan anda bahwa tidak seharusnya kita bersikap barbar dengan menghancurkan atau membumi hanguskan rumah mereka. Saya sendiri menyayangkan hal itu terjadi. 

Kelima, anda bilang bahwa ada dai’ daiyah yang menjelek-jelekan agama lain? Siapa? Karena yang saya tahu, para mualaf yang jadi da’I tidak pernah menjelek-jelekan keyakinan mereka yang dahulu. Tapi mereka mengadakan kajian perbandingan agama yang menegaskan bahwa islam lah agama yang paling benar. Dan memang itu juga sudah dimention di dalam al-Quran. Plus perbandingan ayat suci antara al-Quran dengan kitab-kitab lainnya. Kajian perbandingan agama dan kristologi tidak boleh dikatakan menjelek-jelekan dan mengolok-olok. Jika itu terjadi, bisa jadi dalam pandangan anda Rasulullah Sholallahu Alaihi Wasallam juga dianggap salah karena mengoreksi agama masyarakatnya. Sungguh sangat bahaya pemikiran anda itu.

Keenam, siapa yang akan merusak NKRI dengan khilafah? Saya tanya kepada anda, adakah orang-orang yang selama ini menggaungkan khilafah hendak merongrong NKRI dengan sistem baru? Mereka hanya menyadarkan umat islam bahwa kelak akan muncul khilafah ala minhajin nubuwah. Adakah orang-orang khilafah yang kena kasus korupsi dan bom bunuh diri? Tidak pernah ada! Saya punya banyak teman-teman HTI. Masya Allah, ghiroh dan cinta mereka kepada NKRI sangat luar biasa. Saya berlangganan media mereka seperti tabloid ‘MEDIA UMAT’ dan majalah ‘al-Wa’ie’ beberapa tahun yang lalu. Apa yang saya dapatkan dari dua media tersebut? Tulisan-tulisan mereka sangat nasionalisme. Mereka khawatir ketika Sumber daya alam di papua dikuras oleh asing. Mereka khawatir ketika perpolitikan Indonesia dicampuri kepentingan asing. Mereka tak ingin paham-paham sesat semacam gerakan LGBT dan komunis berkembang dan menghancurkan nilai-nilai luhur ketimuran dan nilai Pancasila.  Mereka lebih nasionalis dibanding kita.

Semoga Allah menunjukan kepada kita semua bahwa yang benar itu benar, dan yang salah itu salah. 

Wallaahu a'lam

Husni Mubarok
Bogor, 13 Maret 2020, 10.12 WIB
Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment