Tahun 2010 saya disarankan ortu untuk masuk pesantren. Maka jadilah
Ponpes asy-Syifa Padaherang menjadi pilihan. Singkat cerita, resmilah saya
menjadi santri. Sebagaimana pondok modern lainnya, di pesantren kami dituntut
untuk berkomunikasi menggunakan dua bahasa resmi pesantren; Arab dan Inggris.
Kami hanya diperbolehkan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa daerah hanya
di hari Ahad saja.
Untuk proses adaptasi, kami diberi waktu 3 bulan untuk menghafal
kosakata bahasa Arab dan Inggris, sementara bebas menggunakan bahasa Indonesia.
Nah, selepas 3 bulan lamanya kami pun mulai babak baru dengan
menggunakan bahasa resmi yang telah disepakati. Siapa yang melanggar, siap-siap
mendapat hukuman. Hanya saja, karena keterbatasan kosakata yang kami kuasai,
terkadang kami seenak udel menggunakan istilah sendiri untuk ungkapan-ungkapan
tertentu. Kasus yang lebih sering adalah menerjemahkan kata perkata, Misal
Jalan-jalan (Walking-Walking)
Hati-hati di jalan (Heart Heart on The Way)
Jangan berpikir yang bukan-bukan (Don’t think that not-not)
Saya nggak enak ngomongnya (I not delicious to speak)
Nggak kenapa-napa (not why-why)
Pisang (karena belum tahu apa bahasa inggrisnya pisang maka pake
istilah monkey fruit)
Keramas (golden monkey)
Bisa aja kamu (can just you)
Terkadang jadi bahan ngejoke juga. Misal kau (cow) sapi, bapak loe
(buffalo) kebo.
Tahu-tahu dia datang (know-know he come)
Perempuan gatal (itchy girl)
Dan masih banyak bahasa-bahasa ngaco lainnya yang bikin ngakak.
Nah, kamu pernah ngalamin kayak gitu, atau punya bahasa paling ngaco
yang pernah jadi andalan kamu?
Tulis di kolom komentar ya.

No comments:
Post a Comment