“Aku tidak pernah merasa cocok dengan istriku.”
Ahmed sabr, seorang teman dari Pakistan curhat kepadaku
tentang kisruh di dalam rumah tangganya. Aku tidak tahu pasti kenapa dia
memilih curhat kepada seorang lajang sepertiku yang tidak tahu menahu tentang
dinamika kehidupan rumah tangga. Tentunya aku hanya bisa mendengar keluhnya
sembari mencoba memberinya sedikit nasihat sejauh yang aku bisa. Yah, yang
benar saja, sejak kapan seorang lajang yang tidak tahu menahu artinya relasi
suami istri memberi nasihat tentang kehidupan rumah tangga dan relasi kepada
pasangan yang sudah menikah. Ini seperti kamu meminta nasihat bagaimana supaya
bisa mendapatkan nilai 10 di bidang studi matematika kepada seorang yang mendapatkan
nilai 3 di dalam pelajaran matematika.
Oke, lupakan. Sekarang mari kita focus kepada masalah si
teman tersebut. Dia bilang bahwa semua ketidakcocokan itu berawal dari arrange marriage
atau pernikahan yang sudah diatur oleh keluarga. Ini bisa dimengerti, mengingat
bagi kultur keluarga di Pakistan, biasanya mereka menikahkan anak-anak mereka
atas pilihan orang tua atau juga perantara mak comblang dari kerabat atau
kenalan. Bahkan tradisi ini tidak hanya ada di Pakistan, tapi juga di Negara tetangga
seperti India, Bangladesh dan Afghanistan.
Sabr bilang dia dinikahkan dengan saudara sepupunya yang dia
kenal sejak kecil. Wow! Tiba-tiba aku membayangkan diriku menikah dengan
saudara sepupuku. aku bahkan tidak pernah bisa membayangkan bagaimana diriku
menikah dengan seorang perempuan yang selama ini bahkan sudah kuanggap sebagai
saudariku sendiri. Maksudku, apakah aku bisa memiliki hasrat kepada sepupu? Di
dalam agama menikah dengan sepupu diperbolehkan karena mereka bukan mahrom. Tapi
saya pribadi tidak pernah membayangkan menikah dengan sepupu. Jangan salah
paham dulu. Aku tidak pernah menggugat hukum syariat islam. Aku hanya berbicara
tentang opini. Aku tidak pernah berpikir bahwa menikah dengan sepupu itu salah.
Aku hanya berpikir bahwa aku tidak berpikir untuk menikah dengan sepupuku.
“Meski aku sudah mengenalnya, tapi aku tidak pernah
mencintanya.” Ahmed mulai mengungkapkan semuanya. “Sebenarnya dulu aku pernah
memiliki gadis yang aku cintai. Tapi orang tuaku menolak hubunganku karena
mereka lebih memilih saudari sepupu. Lagi pula, gadis yang aku cintai itu berasal
dari suku yang berbeda.
Hmm, kisah tersebut sepertinya kisah klasik yang selalu
berulang.
Setelah mendengar pengakuannya, aku hanya menyarankan kepada
temanku untuk berdamai dengan takdir dan belajar untuk mencintai istrinya. Bagiku,
cinta itu bukan datang karena keinginan, tapi dia hadir karena sengaja
dihadirkan. Cinta bukan hanya tentang hasrat untuk mencintai, tapi juga belajar
untuk mencintai mereka yang memang berhak untuk dicintai. Cinta bukan hanya
tentang suka atau tidak suka kepada pribadi seseorang, tapi cinta belajar untuk
memahami dan mencintai seseorang yang selama ini telah membersamai.
Saya tidak akan pernah menyalahkan perjodohan dan intervensi
para orang tua terhadap kisah cinta anak-anaknya. Karena bagaimana pun juga,
tidak ada orang tua yang mengingikan kejelekan bagi anak-anak mereka. Tentunya setiap
orang tua yang memilih calon menantu atau pasangan untuk anak-anaknya sudah
menilai semua sisi dari orang yang mereka pilih. Baik itu dari bebet, bibit dan
bobotnya. Hanya saja, di dalam islam, seorang gadis berhak menolak calon yang
disodorkan orang tuanya jika dia tidak merasa cocok. Begitu juga sebaliknya.
Tapi saya juga tidak menyalahkan mereka yang mencari
jodohnya sendiri tanpa intervensi orang tua. Karena itu adalah haknya juga. Yang
perlu dilakukan adalah komunikasi dengan orang tua. Hendaknya mereka yang
terhalang kisah cintanya karena orang tua yang ‘keras kepala’ berusaha
meyakinkan orang tua mereka untuk menerima pilihan anaknya. Bagaimana pun juga,
perlu usaha untuk memperjuangkan cinta. Restu orang tua memang penting, tapi
kisah cintamu juga sama pentingya. Cobalah untuk meyakinkan orang tua dengan
pelan dan lembut, kalau bisa libatkan pihak ketiga sehingga orang tua luluh.
dan yang lebih penting lagi adalah menyerahkan semua urusan kepada Allah Subhanahu
Wata'ala. Karena hanya Dia-lah sang pemilik kehidupan.
No comments:
Post a Comment