Terimakasih pak Polisi, Hari ini Bapak Telah menyadarkan
Saya
Dari jarak 100 meter mata saya sudah menangkap kerumunan
polisi yang tengah berdiri di pinggir jalan. Sementara beberapa motor sudah
berjejer di bahu jalan. Beberapa orang berusaha berdebat dengan polisi.
Sementara pak polisi sibuk menjelaskan. Ada yang beralibi dan cari-cari alasan,
ada yang memelas dan memohon tak karuan. Tak salah lagi, ada operasi tilang.
Arif, yang menyetir mulai bisik-bisik ke saya, “Ada tilang
Hus, ya Allah, gimana nih.”
“Jangan lupa baca shalawat dan dzikir bos. Semoga Allah
selamatkan kita dari mereka.” ini gayanya kayak kaum bani Israil yang bertemu
pasukan Firaun. (sedikit lebay ya analoginya)
Akhirnya, saya dan arif berdzikir sepanjang kami melewati
barisan polisi yang sibuk menanyai para pengendara motor yang mereka hentikan.
Hati ini dag dig dug tak karuan. Takut pak Polisi berteriak dan meminta kami
menepi.
Dan…pada akhirnya kami terbebas. Saya tertawa. Arif
bersorak. “KITA SELAMAT BOS! YUHU…”
“Yes!” timpal saya.
Kami bahagia karena telah terbebas dari jerat razia. Tapi
tiba-tiba Arif nyeletuk, “Kenapa ya, giliran kita dalam kondisi terjepit, baru
inget sama Allah. Dzikir lah…shalawat lah…”
“Iya juga ya.” ujar saya sembari mesem. Soalnya saya yang
meminta dia dzikir supaya terlepas dari tilangan polisi. “Eh tapi itu lebih
baik daripada tidak sama sekali. Masa pas bahagia nggak inget Allah, pas
terjepit dan kena musibah juga nggak inget Allah. Ya gendeng namanya.”
“Bener juga sih.”
“Tapi idealnya ya inget Allah dalam kondisi apa pun.”
Kira-kira, tiga kilometer setelahnya, tepatnya di Jl Veteran
kami kembali bertemu denga n kerumunan Polisi. Tak ayal, kami kembali dibuat
deg-degan untuk yang kedua kalinya. Dan kami hanya pasrah ketika seorang polisi
melambai kepada kami untuk menepi. Meminta Arif menunjukan STNK dan SIM
miliknya, yang apesnya hari itu lupa dia bawa. Ya iyalah, kalau nggak lupa kita
tak perlu takut dan deg-degan tak karuan.
Sebagai kompromi, mereka mengizinkan teman saya ini untuk
pulang ke rumah demi selembar STNK dan SIM dengan jasa ojek online. Sementara
saya menunggu. Di tengah penantian itu saya menyaksikan mereka yang kena tilang
dengan senyum dikulum. Ada yang memelas, ada yang merayu bahkan ada seorang ibu
yang pura-pura sakit perut. Memohon-mohon layaknya seorang anak yang minta es
krim kepada ibunya. apa mau dikata, pak polisi yang baik hati itu melepaskan
sang ibu ‘pemelas’ dengan mimic iba, tak lupa sesumbar, “Ini yang terakhir
kalinya ya bu. Jangan sekali-kali diulangi.”
‘Iya pak.’ Jawab si ibu paruh baya dengan masih memasang
mimic memelas. Perempuan baruh baya itu kembali menstarter maticnya dan aku
bisa menangkap senyum kecilnya. Uedan!
Waduh, tahu begitu, kenapa saya tadi nggak Acting sakit saja
ya. seenggaknya dulu pernah juara pertama dalam lomba drama antar kelas semasa
SMA. Hehe. tapi hari nurani ini tidak akan mengizinkannya. Selain bohong, takut
Allah benar-benar membuat saya sakit beneran. Naudzubillah. Lagi pula jikapun
iya, sudah terlanjur ditilang kok. Hehe
Tak berapa lama, teman saya kembali datang membawa STNK dan
SIM dengan wajah yang sumringah nan cerah. “Ini pak STNKnya.”
Pak polisi berbadan tambun itu mengambil kartu SIM dan STNK
yang teman saya sodorkan. “Lho Pak, ini masa aktif STNKnya sudah habis. Harus
diperpanjang.”
Sekonyong-konyong wajah sumringah Arif kembali meredup,
“Masa sih pak.”
“Iya. Tuh lihat, tanggal 12 September. Sekarang tanggal
berapa?
Arif dan Saya kembali melongo untuk yang kedua kalinya. Ini
musibah kedua. Setidaknya kita akan mendapatkan tiga pasal berlapis. Pertama,
tidak bawa STNK, Kedua, tidak bawa SIM, dan ketiga, masa aktif STNK yang
habis.”
“Terus KTPnya mana?” oh, ternyata urusan semakin runyam.
“Waduh lupa pak.” Arif langsung pucat pasi.
“Ya sudah pak, pake KTP saya saja.” saya berusaha
mengkrompomikan. Kok jalan ceritanya jadi runyam begini. Ya Salam.
“Tapi yang bawa motor kan temannya, gimana?” tanya pak
Polisi.
“Nggak apa-apa pak. Kita satu kostan.”
Pak polisi mengangkat bahu dan meraih KTP yang saya sodorkan
dan menulis nama saya di surat tilang, kemudian menyerahkannya kepada saya, “Bapak
harus menghadiri sidang tanggal 22 bulan depan di pengadilan negeri Bogor
samping hotel salak itu ya.”
Kami berdua mengangguk pasrah. Arif mulai menstarter motor
dan kami pun pergi dengan hati yang tak karuan.
“Mungkin saya kurang sedekah, jadinya kena tilang.” Celetuk
Arif di tengah perjalanan kami.
“Mungkin ini hukuman Allah, “timpal saya, “pas kita selamat
dari polisi di jalan sebelumnya, kita malah sorak-sorak nggak karuan. Harusnya
bilang Alhamdulillah.”
“Iya ya.”
Kemudian saya berpikir, apakah jangan-jangan ini juga ada
hubungannya dengan dosa, dan kekurangan saya dalam beribadah. Tiba-tiba saya
teringat bahwa tadi pagi saya malas wirid almatsurat sebagaimana saya saban
hari melakukannya sebakda subuh. Oh, bisa jadi ini juga salah satu penyebabnya.
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah
disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar
(dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy Syura: 30).
Terimakasih pak polisi, karena Bapak telah memberikan
pelajaran berharga dibalik surat tilang yang kini terlipat rapi di dompet saya.
Hanya menunggu sidang saja.
No comments:
Post a Comment