24 Oct 2019

Selingkuhan Mama dan Facebooknya



Ineu

Tentu saja semua orang menyayangkan kenapa aku harus resign dari kantor wali kota tempat aku mengambdikan diri selama belasan tahun lamanya. mereka menyayangkan tentang gaji besar yang aku abaikan. Ya, meskipun aku akan mendapatkan uang pensiun –meskipun pensiun secara premature- tapi aku masih bisa mensyukurinya.

“Kenapa harus resign?” itu adalah pertanyaan pertama yang terlontar dari mulut Rania, teman sekantorku yang paling dekat.

“Aku ingin fokus menjadi ibu rumah tangga.” Jawabku dengan senyum lebar. Ya, memang akhir-akhir ini aku sudah membulatkan tekad untuk menjadi seorang ibu rumah tangga seutuhnya.

“Kamu kan bisa menyewa asisten rumah tangga.”

“Selama ini aku mengupah Saripah untuk mengerjakan urusan rumah tanggaku. Dan kemarin aku sudah memberhentikannya. Semua akan aku kerjakan sendiri setelah resign nanti.”

“Sayang lho, pekerjaan dengan posisi yang mentereng, gaji besar, diincar banyak orang, dilepas begitu saja.”

“Ah nggak kenapa-napa Ran. Ini sudah pilihanku sendiri.” elakku kemudian.

“Eh In, diluaran sana ada ratusan orang yang mengharapkan posisi yang kamu tempati sekarang, dan dengan mudahnya kamu melepaskan jabatanmu begitu saja. seenggaknya pikir-pikir lagi lah.” Rania masih belum berhenti meyakinkan diriku untuk membatalkan rencanaku resign dari kantor wali kota.
“Aku juga sudah memikirkan hal ini matang-matang Ran, keputusanku juga tidak bisa diganggu gugat.” Aku tetap keukeuh. Sementara Rania hanya mengangkat kedua bahunya. Menyerah untuk meyakinkanku lagi.

Tak jauh beda dengan Rania, anakku Rasyid dan suamiku Ibrahim ikut-ikutan terkejut dengan keputusanku. Selalu diawali dengan tanya ‘kenapa’ sebagaimana pertanyaan bosku dan teman-temanku di kantor serta pertanyaan dari kedua orang tuaku. Mereka bertanya kenapa aku harus resign. Tapi ketika aku mengutarakan alasannya, jelas suami dan anakku terkejut. Keterkejutan mereka lebih pada ketakjuban tentang rencanaku untuk menjadi seorang ibu rumah tangga seutuhnya.
“Tapi nanti kamu nggak bakalan menyesal kan?” tanya Ibrahim.

“Nanti mama pasti kesepian tinggal di rumah sendirian. Papa berangkat kerja, aku kuliah sampe sore.”

“Kenapa harus kesepian. Mama bisa bercocok tanam, bisa melakukan hal apa pun yang mama suka. Lebih dari itu, mama bisa memasak untuk makan malam kalian. Masakan spesial yang selama ini jarang kalian dapatkan.” Jawabku dengan kerlingan.

Pada akhirnya, Ibrahim dan anakku rasyid menyetujui rencanaku untuk resign. Bahkan menyambut baik tanpa ada kekecewaan sama sekali.

Rasyid

Aku hampir tidak percaya mama resign dari tempat kerjanya. Padahal dia sangat mencintai pekerjaannya lebih dari apa pun. Dulu aku khawatir jika mama gila kerja hingga masa tuanya. Tapi aku dibuat kaget ketika kemarin Mama mengungkapkan bahwa dia lebih memilih resign. Menurutku ini sudah waktunya mama berhenti dari pekerjaannya untuk menikmati sisa usianya. Sekarang mama sudah berusia 45 tahun dan pantas untuk menikmati apa yang selama ini dia hasilkan dari pekerjaannya.

Setiap pulang dari kampus, mama selalu menyambutku dengan senyuman. Aku merasa bahagia karena sekarang rumah menjadi terasa hangat dan berwarna. Aku yang biasanya makan malam di luar, sekarang harus makan malam di meja makan keluarga bersama mama dan papa. inilah yang selama ini aku harapkan. Aku bisa melihat mama sesering yang aku inginkan. Tidak seperti ketika dia masih bekerja, maka selalu pulang larut malam.

Papa pun sepertinya menikmati peran baru mama sebagai ibu rumah tangga yang seutuhnya. Sosok istri sekaligus ibu yang baik dan tanpa cela.

Untuk mengobati rasa kesepian mama di rumah, aku mengajari mama bagaimana cara membuat facebook. Alasanku, “Supaya mama nggak merasa kesepian di rumah. harus bisa bersosialisasi meski di medsos.”

Mama jelas sangat antusias dengan gagasanku. Hari itu juga, aku membuatkan sebuah akun facebook untuk mama. Sementara papa memberikan sebuah laptop keluaran terbaru sebagai hadiah hari jadi pernikahannya yang ke 23. Baiklah, semoga mama betah di rumah.

Ineu

Ternyata apa yang dikatakan Rasyid benar adanya. facebook benar-benar mengasyikan. Ini adalah dunia baruku. Aku bisa berkenalan dengan banyak orang, chating dengan sesama ibu-ibu, bahkan ikut banyak grup ibu rumah tangga. Yuhu, aku punya keluarga baru disini.

Rasyid memang tidak bohong. Semenjak punya facebook aku tidak lagi merasa kesepian setelah menyelesaikan semua tugas dan aktifitasku di rumah. pagi hari aku harus menyiapkan sarapan untuk suami dan anak tercinta sebelum mereka berangkat dari rumah. setelah itu aku harus mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga seperti mengepel lantai, mencuci baju, mencuci perabotan dapur, menyiram tanaman dan memotong rumput di halaman. Setelah itu aku akan duduk di sofa berjam-jam lamanya untuk berinteraksi lewat facebook.

Aku jadi bertanya-tanya, apakah Saripah juga memiliki banyak waktu luang setelah semua pekerjaannya selesai? Tentu saja. sayang sekali jika Saripah hanya bengong seharian tanpa melakukan apa pun. Coba dia punya facebook, begitulah pikirku.

Hingga pada suatu hari, aku berkenalan dengan seorang herbalist di facebook. Seorang lelaki yang bernama Khalid. Yang aku tahu dari akun facebooknya, dia menjual banyak obat-obat herbal termasuk obat kecantikan alternatif yang dia jual lewat media sosial.

Aku mengambil cermin kecil dan meraba kulit wajahku, ada kerutan halus di dahi, di bawah mata dan di atas bibirku. Disana juga ada beberapa flek hitam. Sepertinya aku membutuhkan herbal penyamar flek hitam. Aku bisa membayangkan bagaimana Ibrahim akan senang karena aku bisa merawat diriku meski di usiaku yang tidak muda.

Tanpa pikir panjang, aku mengontak Khalid lewat messenger chat

Apakah kamu menjual obat herbal untuk menyamarkan noda hitam dan kerutan.

Ya.

Aku ingin membelinya

Aku perlu melihat wajahmu dulu untuk memastikan perawatan apa yang cocok untuk kulit wajahmu
Tunggu sebentar

Aku segera menghidupkan kamera dan mengambil foto selfie. Setelah itu mengirimkannya kepada Khalid. Tak berapa lama, muncul notifikasi

Wow, kamu sangat cantik dan menawan

Terimakasih

Aku tidak bisa memberikanmu obat itu. karena jika aku memberikannya, aku akan terjatuh pada tindakan criminal.

Tindakan criminal? Maksudmu?

Ya, karena aku tega merusak kecantikanmu yang begitu alamiah. Kamu cantik dan tidak perlu obat-obatan. Kecantikanmu tidak bisa disembunyian.

Entah kenapa aku melambung dengan semua pujian lelaki itu. bahkan suamiku tidak pernah memujiku sedemikian rupa.

Entahlah, sejak saat itu aku semakin dekat dengan Khalid dan mampu menghabiskan berjam-jam lamanya hanya untuk berbicara apa pun bersama dirinya. belakangan aku tahu Khalid adalah seorang duda yang telah bercerai dengan istrinya sejak lima tahun yang lalu. Dia memiliki enam anak dari mantan istrinya.

Beberapa minggu kemudian Khalid mengajakku untuk bertemu di sebuah restoran yang letaknya tak jauh dari rumahku. Tentu saja aku setuju dengan rencananya.

Rasyid

Ada yang berubah dengan mama. Dari hari ke hari dia semakin pendiam dan tenggelam dengan gadget di tangannya. Jika setelah makan malam dia biasa bercengkrama di meja makan bersama aku dan papa, kini dia lebih memilih beranjak ke sofa dan mulai menekuri smartphonenya. Sesekali ditingkali dengan senyuman lebar dan tawa kecil.

Aku dan papa saling pandang dan hanya geleng-geleng kepala. Entahlah, apa yang terjadi dengan mama. Diam-diam aku merasa menyesal karena telah membuatkan akun facebook untuk mama.

Dan yang lebih membuatku sedih, akhir-akhir ini papa dan mama sering berdebat dan bertengkar. Entah karena apa. Yang jelas aku bisa menduga semua itu berawal dari tingkah laku mama yang berbeda dari biasanya. Masakannya tidak seenak ketika pertama kali dia resign. Ternyata papa juga bilang kepadaku kalau dia merasa curiga jangan-jangan mama selingkuh dengan lelaki lain. Kata papa, biasanya mama tak pernah mengunci smartphonenya dan sekarang dia mengunci smartphonenya dengan sandi.

Aku harus menyelidiki hal ini. Bagaimana pun juga aku harus menemukan penyebab semua ketidakberesan mama.

Ineu

Aku memberitahukan kepada Khalid tentang pertengkaranku dengan Ibrahim. Aku bilang, suamiku sangat egois dan tidak pernah mengerti apa yang aku harapkan darinya. Kemudian dengan malu-malu aku mengatakan kepadanya bahwa Ibrahim tidak seperti dirinya yang selalu memujiku.

Khalid tertawa.

“Jangan lupa, besok kita akan bertemu di restoran itu. dan setelah itu aku akan mengajakmu menginap di hotel tak jauh dari sana.”

“Baiklah.”

Rasyid

Kemarin aku berhasil membuka sandi smartphone mama. Dia terlalu bodoh untuk urusan password. Bagaimana mungkin dia menggunakan password yang sama sebagaimana password yang dia gunakan untuk ATM dan kartu kredit. Aku tahu password kartu ATM mama, hanya dengan memakai tanggal, bulan dan tahun lahirnya. 060674.

Yang mengejutkan bagiku adalah aku menemukan history percakapan antara mama dengan seorang lelaki bernama Khalid. Percakapan mereka berdua tak ubahnya seperti percakapan anak ABG yang baru mengenal cinta. Aku muak dan jijik karenanya. Rasa jijikku semakin kentara ketika aku menemukan pesan terakhir mereka tentang janji pertemuan di restoran yang letaknya tak jauh dari rumah. aku akan menangkap basah pertemuan mereka. lihat saja nanti.

Ineu

Sebagaimana yang sudah dijanjikan sebelumnya, hari ini adalah pertempuan perdanaku dengan Khalid. Aku bahkan harus menghabiskan satu jam lebih untuk setelan yang pas aku gunakan untuk pertemuan spesial ini. Kebetulan malam ini Ibrahim menghadiri seminar selama tiga hari. Jadi aku bebas keluar malam ini. Lebih menggembirakan lagi, tadi siang Rasyid bilang dia tidak akan pulang karena ada kegiatan BEM. Tahu begitu, kenapa aku tidak mengundang Khalid ke rumah saja ya. setelah makan malam nanti aku ingin meyakinkan Khalid untuk menginap di rumahku saja.

Rasyid

Untuk yang kesekian kalinya aku melihat arloji yang melingkari pergelangan tangan kiriku. Telat lima menit, tapi orang yang aku incar belum juga Nampak batang hidungnya. aku harus sabar menunggu di tengah amarah yang semakin menggebu ketika pada akhirnya mereka datang. terlambat sepuluh menit dari perkiraan.

Mama datang dengan seorang lelaki tinggi besar dengan kacamata berbingkai hitam. Bajunya Nampak kasual. Dia tidak lebih tampan dari papa. tapi kenapa mama jatuh cinta dengan lelaki bajingan itu. Aku pikir mama juga tak lebih bajingan dari pria sialan itu. Aku harus menyabarkan diriku dengan diam-diam mengamati semua gerak-gerik mereka dari meja di paling pojok dan terhalang daun tanaman sintesis di hadapanku.

Lihatlah, mereka tertawa satu sama lain. Saling melempar candaan. Dan tangan sialan itu menjawil dagu mamaku. Aku muak, tapi aku harus menahan diriku sampai pada tahap yang aku rencanakan. Aku akan menghajar lelaki itu di hotel sebagaimana yang mereka rencanakan.

“Mas, memangnya itu siapa?” tanya driver gojek yang aku ajak makan di sampingku. Aku sengaja mengajaknya supaya aku tidak kehilangan buruan. Aku tidak ingin repot memesan ojek online lagi sementara mama dan lelaki itu sudah pergi entah kemana. Aku harus siap dengan kemungkinan yang bisa terjadi.

“Itu bukan urusanmu.” Balasku sebal. Aku bukan sebal karena pertanyaan si driver gojek di sampingku. Aku sebal melihat mama dan lelaki asing itu bermesraan di depanku. Oh tidak, bahkan mereka sekarang berciuman. Aku mengepalkan tanganku dan hampir berdiri dan menyeberang meja jika tangan si driver ojek online tidak menahanku. “Tahan mas, Sabar.”

Setengah jam lamanya aku diamuk rasa kesal. Dan kedua orang itu mulai berdiri dari kursinya masing-masing. Mama melabuhkan kepalanya di pundaknya sementara tangan lelaki itu melingkar di pinggangnya.

“Ayo!’ seruku pada si driver ojek online setelah mama dan lelaki itu keluar dari restoran.

Mereka berdua masuk ke dalam Mobil avanza yang terparkir di halaman restoran. Tidak jauh dari motor si driver ojek. Aku segera menutupi mataku dengan kacamata hitam dan memakai jaket hoodie untuk menutupi wajahku.

“Ayo, jangan sampai kita kehilangan jejak!” seruku.

Si driver ojek online langsung menstarter dan keluar dari halaman restoran, membuntuti avanza tersebut.

Aku pikir mereka akan keluar menuju jalur ke pusat kota, tapi kenapa justru mobil itu melewati jalur menuju komplek perumahan. Dan ternyata apa yang aku khawatirkan benar adanya, mobil tersebut berbelok dari jalan raya menuju gerbang komplek perumahan. What the f***k. Mama membawa lelaki bajingan itu ke rumah. Aku bersumpah akan merujaknya hingga babak belur.

Mobil itu berhenti tepat di depan gerbang. Mama turun untuk membuka gerbang dan mobil masuk ke dalam garasi. aku menyuruh si driver ojek online berhenti di samping pos ronda dan membayarnya dua kali lipat. Setelah itu menyuruhnya pergi.

Aku mengawasi mama dan lelaki itu itu dari rumpun tumbuhan kaca piring. Mereka saling bergandengan tangan dan mama membuka pintu rumah kemudian menutupnya kembali.

Nafasku mulai memburu. Tanpa pikir panjang aku segera berlari ke arah halaman rumah dan menerjang pintu dengan keras.

Aku melihat lelaki itu memangku tubuh mama di atas sofa. tapi sejurus kemudian mama menjerit demi melihatku datang. dia tidak mengenaliku. Tanganku segera membuka hoodie yang melingkupi kepala dan setengah wajahku dan membuka kacamata hitam.

Mama menangis dan ambruk di saming sofa. lelaki itu terpana. Tanpa pikir panjang aku segera menerjang dan mendaratkan beberapa bogem mentah di wajahnya yang malang.

“Pergi kau setan! Anjing kau! Jangan sekali-kali menyentuh mamaku. Kau mau cari mati anjing!!” aku kalap bagai seorang pemuda yang kerasukan setan.

Lelaki itu lari tunggang langgang sembari menutupi hidungnya yang mengucurkan darah segar.

Mama histeris dan memeluk kedua betisku. “Ma-maafkan mama, sayang. Maafkan mama! Mama khilaf…”

Hatiku masih diamuk amarah dan mencoba mengenyahkan tangan mama yang melingkar di kedua betisku. Tubuhnya gemetar. Mungkin dia shock. Aku benar-benar kecewa memiliki mama seperti dia.
“Jangan bilang ke papa, sayang….mama menyesal…mama menyesal…ampun sayang…mama tobat….”

Mama meratap tanpa henti dan aku pergi dari rumah. rumah itu kini berubah menjadi neraka.
Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment