25 Sept 2019

Akar Budaya dan Rasa Bangga

Adalah wajar ketika seseorang merasa bangga dengan identitas yang dia miliki. Entah itu bangga dengan agama yang dia anut,  dari suku dimana dia lahir, dan identitas bangsa darimana dia berasal. Semua orang pernah merasakan kebanggaan yang saya sebutkan. Bahkan saya sendiri pun merasakannya.

Saya merasa bangga dengan identitas sunda saya. Sampai-sampai saya sendiri memiliki komitmen untuk membaca minimal satu novel sunda di setiap bulan untuk mengasah kemampuan bahasa ibu saya. Saya juga merasa bangga dengan kebangsaan Indonesia. Bangga menjadi orang Indonesia dan NKRI akan selalu ada dalam pikiran saya, meski bukan menjadi harga mati yang mengalahkan segalanya.

Tapi tetap saja semua kebanggaan yang ada tidak ada apa-apanya dibanding dengan kebanggaan atas prinsip agama. Semua boleh berganti, tapi agama yang menjadi harga mati.

Inspirasi menulis tentang budaya dan rasa bangga ini tiba-tiba saja muncul selepas obrolan panjang saya dengan seorang saudara muslim asal India, Seikh Maseh Asgar. (Seikh sendiri nama satu rumpun marga selain Khan dan Ansari di India)

Saya bertanya, apakah kamu suka menari dan menyanyi. Mengingat setiap kali saya teringat India, maka yang ada di benak saya adalah tarian dan nyanyian sebagai representasi budaya India yang ditampilkan di film-film. Ada nikahan, nyanyi dan nari, ada pesta kecil nari dan nyanyi, sedih sedikit nyanyi, gembira apalagi. Kupikir, ini mungkin sudah jadi budaya mereka.

Maka teman muslim saya bilang, “Saya tidak suka menari, bahkan saya sendiri tidak mengetahuinya dan tidak mau tahu. Ini sangat berbahaya dalam kultur agama kita. bahkan muslim India tidak melakukan itu semua. Itu semua hanya budaya hindu.”

Saya terkagum-kagum. Sepertinya saya tidak ada apa-apanya dibanding ghiroh si Seikh terhadap agamanya.

Saya juga jadi teringat cerita teman indonesia yang kuliah di India. Dia bilang, orang hindu India juga tidak tahu menahu tentang legenda Mahabrata. Bagaimana mungkin orang-orang Hindu, di negeri induk agama Hindu, tidak tahu menahu tentang legenda hindu Mahabrata. Sementara di Indonesia yang berpenduduk muslim, legenda itu begitu dikenal.

Dari semua fakta ini. Saya belajar bahwa agama adalah prinsip dasar yang menjadi dasar bagi kebanggaan, identitas dan solidaritas. Bukan berarti kita menolak budaya lain, bukan pula tidak ada solidaritas terhadap mereka diluar agama kita. hanya saja, baik dan buruk suatu budaya, selalu harus ditimbang lewat kacamata agama.




===============================================

Muslim tapi nama depannya ‘tuhannya hindu’

Seorang teman yang kuliah di India pernah bilang bahwa teman-teman Indianya suka heran dengan nama-nama muslim India. Sumber dari rasa heran mereka adalah soal nama.
Ketika mereka bertanya, ‘Siapa namamu?’

Maka ada teman Indonesia yang nama awalnya Surya, Darma, Candra dan semacamnya. Otomatis si teman India itu heran, kenapa namanya kok berbau hindu. Sebagaimana kita tahu semua nama itu sudah biasa dipakai dalam masyarakat kita. Dan perlu kita tahu nama-nama tersebut diambil dari nama-nama sansakerta yang berakar sama dengan bahasa hindi.

Tapi kata teman saya, yang lebih mengagetkan orang hindu india adalah ketika ada seorang muslim Indonesia bernama Wisnu.  Wisnu atau Visnu itu kan nama salahsatu tuhannya orang hindu.
“Kok bisa nama kamu memakai nama tuhan?”

Nah, kalo sudah gitu, hanya bisa tertawa sekaligus meringis.

Well, Shakespeare bilang, ‘Apalah arti sebuah nama.’ Nama itu bagi segelintir orang mungkin tidak menjadi soal yang berarti. Tapi bagi kebanyakan orang nama sangatlah berarti. Sampai-sampai orang-orang Jawa yang percaya mitos, harus sering mengganti nama anaknya karena sering sakit-sakitan.
Tapi, dengan budaya Indonesia, aku pikir nama-nama yang aku sebutkan di atas bukan menjadi alasan kamu (yang kebetulan namanya Wisnu) untuk mengubah nama. Toh, dalam kultur masyarakat kita, itu bukan berarti pengakuan terhadap budaya hindu, apalagi tuhan Hindu.


Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment