Kompetisi itu
baik, bahkan harus jika memang hal itu bertujuan untuk meningkatkan dan
mengembangkan prestasi. Tapi jika kompetisi yang dimaksud lebih kepada
kecenderungan rasa iri dengan kelebihan yang dimiliki orang lain tanpa pernah
memotivasi kita untuk berbuat baik atau berbuat hal yang sama, maka itu adalah
sebuah kesalahan besar. Terkadang ada beberapa hal yang bisa kita ubah, maka
ubahlah sebagaimana mereka mengubah kesempatan menjadi emas. Tapi ada beberapa
hal yang memang tidak bisa kita ubah, maka bersabarlah dan yakini bahwa kita
memiliki anugerah lain yang tidak dimiliki oleh orang selain diri kita.
Kita iri pada apa
yang dimiliki atau dicapai oleh orang lain tanpa pernah melihat bagaimana orang
tersebut mencapainya. Layaknya kita memandang gunung yang begitu indah dari
kejauhan, tapi ternyata penuh dengan onak duri ketika kita mulai mendekati dan
mendakinya. Layaknya kita melihat orang-orang yang berada di puncak gunung,
kita kagum karena mereka telah mendaki gunung tersebut, tapi kita tidak melihat
dan tidak merasakan keletihan dan luka karena terkena onak dan duri di tubuh
mereka. Susul mereka ke puncak gunung tersebut dan buatlah ceritamu sendiri,
alih-alih memuji dan mengagumi mereka.
Saya banyak
menemukan orang-orang yang mencukupkan diri menjadi pengagum orang lain. Dia
tidak ingin mengikuti kesuksesan mereka atau paling minimal memiliki kesuksesan
satu level di bawah mereka.
Kita hanya fokus
pada kesuksesan mereka tanpa pernah melihat ribuan jam yang mereka habiskan
untuk mempersiapkan apa yang telah mereka capai saat ini. Alih-alih
menghabiskan waktu untuk mengagumi karya dan kesuksesan orang lain, mulailah
dari sekarang untuk mengambil langkah pertama dan tentukan goal untuk mencapai
kesuksesan yang sama, bahkan lebih. Jadikan mereka sebagai inspirasi untuk
melakukan apa pun yang kita bila kerjakan. Mulai dari hal yang terkecil. Mulai
dari hal yang kita anggap remeh dan mulai dari yang mendasar. Silakan ambil
inspirasi sebanyak-banyaknyan dari orang-orang di sekitar kita, dari mereka
yang telah mengecap kesuksesan dan dari siapa pun yang bisa diambil pelajaran
kehidupan darinya.
Jangan Melihat
Segala Kekurangan dan Keterbatasan Kita Ketika Memiliki Mimpi
Mungkin kamu
bercita-cita menjadi dokter, tapi tiba-tiba kamu ingat bahwa kamu tidak mungkin
kuliah di fakultas kedokteran dengan alasan biaya, maka kamu mengubur cita-cita
tersebut. Kamu bilang, “ini tidak realistis. Saya butuh banyak biaya untuk
kuliah di fakultas kedokteran.”
Mungkin kamu
bercita-cita ingin menjadi seorang traveler yang mengelilingi dunia dan
mengambil banyak pengalaman dari berbagai penjuru bumi. Tapi kemudian kamu
berpikir tentang dirimu yang sering sakit-sakitan dan lemah. “Aku tidak mungkin
bisa jalan-jalan dengan penyakitku ini.”
Mungkin kamu
ingin sekolah setinggi-tingginya, tapi kamu cacat secara fisik dan hanya
bergantung pada kursi roda yang menemani sepanjang hidupmu sehingga kamu berkata,
“Aku tidak mungkin sekolah. Bahkan universitas pun sudah menolakku hanya karena
kondisiku yang tidak memungkinkan ini.”
“Mungkin kamu
bercita-cita untuk menunaikan ibadah haji, atau bahkan menghajikan orang tua.
Tapi tiba-tiba kamu ingat bahwa gajimu (sangat) pas-pasan sehingga hanya cukup
untuk biaya hidup sehari-hari. Atau bahkan untuk kebutuhan sehari-hari pun
kurang. Jangankan untuk membuka tabungan haji. Maka kamu berkata, “Sepertinya
menunaikan ibadah haji hanya sebatas mimpi.”
Silakan bermimpi.
Mimpi itu gratis dan tidak bayar. Semua orang bebas bermimpi. Hanya masalahnya
sejauh mana kamu memiliki gairah dan keyakinan serta usaha untuk menggapai
mimpi itu. Nothing imposible untuk mereka yang memiliki keyakinan, ketawakalan
dan kerja yang berkesinambungan. Kita hendaknya yakin bahwa pada waktunya
kelak, Allah subhanahu wata'ala akan mengabulkan impian-impian kita.
Ingatlah firman
Allah subhanahu wata'ala di dalam hadits qudsi.
“Allah Ta’ala berfirman: Aku sesuai persangkaan hamba-Ku.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Ketika kita
memiliki keyakinan Allah subhanahu wata'ala akan menolong kita dan mewujudkan
impian serta cita-cita kita, maka itu –insya Allah- akan terjadi atas izin
Allah subhanahu wata'ala. Rumus pertama yang harus kamu ketahui adalah percaya.
Pertama, Percaya
bahwa Allah subhanahu wata'ala mendengar doa-doa kita.
Kedua, Percaya
bahwa Allah subhanahu wata'ala Maha Kuasa untuk menciptakan dan mewujudkan apa
pun yang kita inginkan. Jika Allah subhanahu wata'ala Berkehendak maka ‘Kun
fayakun’ hal itu terjadi. Bahkan dari jalan yang tidak pernah kita pikirkan
sebelumnya.
Ketiga, percaya
bahwa ketika Allah subhanahu wata'ala tidak mengabulkan impian kita, maka itu
artinya Allah subhanahu wata'ala memiliki rencana lain yang lebih indah dan
lebih baik dari impian tersebut. Atau impian tersebut tidak akan pernah
menghasilkan kebaikan dalam hidup kita sehingga Allah subhanahu wata'ala tidak
mengabulkannya untuk kita. Atau Allah subhanahu wata'ala tidak mengabulkan apa
yang kita harapkan, kemudian Dia ganti dengan pahala yang berlipat-lipat di
akhirat kelak. Tidak ada yang rugi. Justru kita selalu untung besar ketika kita
bertawakal dan percaya kepada Allah subhanahu wata'ala dan Kuasa-Nya.
Ingatlah selalu
firman Allah
“Bisa jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan bisa jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”(QS. Al Baqarah: 216)
Bandingkan Dirimu
dengan ‘Dirimu’ dalam versi Lain
Alih-alih
membandingkan diri sendiri dengan orang lain, cobalah membandingkan dirimu
sendiri dengan dirimu dalam versi lain. Misalkan, kamu kemarin tidak bisa
mengontrol amarahmu, maka berpikirlah bahwa mulai hari ini kamu ingin
mengontrol amarahmu dan tidak akan lagi ada kamu dalam versi yang penuh dengan
amarah dan mudah tersinggung.
Kamu melihat
bahwa dirimu adalah orang yang pemalu dan sulit berinteraksi secara sosial.
Kamu nyaman mengurung diri di ruangan dan tidak suka hang out dengan
teman-temanmu. Kamu mungkin beralasan, ‘Aku ini introvert. Dan aku tidak bisa
bersosialisasi.”
Tapi cobalah
untuk membayangkan sisi kehidupanmu yang ‘ekstrovert.” Kamu membayangkan dirimu
yang aktif berkomunikasi dan mengobrol bersama teman-teman. Kamu tidak lagi
canggung bertemu dengan orang baru dan tidak malu untuk mengajukan pendapat dan
ide. Kemudian cobalah untuk ‘bekeksperimen’ dan mencoba menjadi seorang
ekstrovert. Bukan berarti saya mengatkan menjadi seorang introvert itu tidak
baik. Hanya saja tidak ada salahnya jika kamu mencoba sisi kehidupan yang lain
yang bisa membawamu pada pengalaman yang baru dan mengasankan.
Kamu mendapatkan
bahwa kamu termasuk tipe orang yang lumayan pelit dan susah mengeluarkan uang
untuk berinfak. Maka cobalah melihat versi dirimu dalam sisi lain. Kamu melihat
dirimu yang dermawan dan suka membantu. Bandingkan dan cobalah memulai versi
baru yang penuh dengan nilai-nilai yang positif.
Intinya,
hari-hari yang kita jalani membentuk sebuah pengalaman. Dari pengalaman itu
kita belajar tentang arti kehidupan. Dan arti kehidupan itulah yang akan
membentuk karakter dan sifat kita. Kemudian karakter itulah yang menjadi
manifestasi dari diri kita.
Jadikan hari ini
menjadi lebih baik dari hari kemarin. Bukan malah sebalinya, hari ini sama
seperti hari kemarin, bahkan lebih parah lagi hari ini buruk daripada hari
kemarin.
Ingatlah pesan
orang bijak bestari,
“Barangsiapa yang harinya sekarang lebih baik daripada kemarin maka dia termasuk orang yang beruntung. Barangsiapa yang harinya sama dengan kemarin maka dia adalah orang yang merugi. Barangsiapa yang harinya sekarang lebih jelek daripada harinya kemarin maka dia terlaknat.”
Ini Akibatnya
Membandingkan
diri sendiri dengan orang lain membuat kita frustasi. Frustasi dengan
kekurangan demi kekurangan yang kita miliki sementara orang lain memilikinya.
Membandingkan
diri sendiri dengan orang lain membuat kita marah. Marah dengan kelemahan diri
kita sendiri. Bahkan marah terhadap Allah subhanahu wata'ala dan Takdir.
Naudzubillah
Membandingkan
diri sendiri dengan orang lain membuat kita lemah. Lemah karena tidak melihat
potensi yang tersembunyi di dalam jiwa kita. Kita tarbius oleh kebehatan orang
lain dan memandang remeh diri kita sendiri.
Membandingkan
diri sendiri dengan lain membuat kita sedih. Sedih karena kita tidak bisa
seperti mereka. Kesuksesan, kekayaan dan gemerlap yang mereka miliki menjadi
standar ideal kita.
Membandingkan
diri sendiri dengan orang lain membuat kita cemas. Cemas menatap masa depan
yang kita melihatnya dengan penghilatan yang pendek. Kita melihat masa depan
suram karena melihat kehidupan kita yang sedang kita jalani saat ini, sekaligus
membandingkan kesuksesan yang orang lain capai. Padahal, masa depan siapa yang
tahu.
Ada orang yang
kaya di saat muda, tapi ternyata terlilit banyak hutang di masa tua. Ada orang
yang populer di masa muda, tapi ternyata menjadi pecundang, buronan dan bahkan
mati karena bunuh diri. Jangan melihat gemerlap orang lain dan
mengkomparasikannya dengan masa depan kita dan masa depan mereka.
Semakin banyak
kita membanding-bandingkan diri sendiri dengan
orang lain. Maka semakin banyak waktu yang terbuang percuma. Semakin banyak
potensi yang terabaikan begitu saja. Karena kita terpesona dengan rumput
tetangga, maka rumput sendiri kita biarkan layu dan mati begitu saja. Karena
kita melihat jalan orang lain yang mulus, kita lupa bahwa sudah begitu banyak
onak dan duri yang tumbuh di jalan kita, dan kita tidak membabat dan
menyingkirkannya. Jalan kita pun semakin sulit ditembus hingga pada akhirnya
kita menyerah dan pasrah sembari berkata, “Jalanku tidak sebagus jalan si
Fulan.” Salahkan dirimu yang tidak memulai memperbaiki jalan besar dalam
kehidupanmu.
Fokus pada hidupmu. Fokus pada goal dan tujuanmu. Fokus pada kelebihanmu. Fokus pada Allah subhanahu wata'ala sebagai Penentu kehidupanmu.



No comments:
Post a Comment