6 May 2019

Boleh Membandingkan Diri Sendiri Dengan Orang Lain, Tapi...


Kompetisi itu baik, bahkan harus jika memang hal itu bertujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan prestasi. Tapi jika kompetisi yang dimaksud lebih kepada kecenderungan rasa iri dengan kelebihan yang dimiliki orang lain tanpa pernah memotivasi kita untuk berbuat baik atau berbuat hal yang sama, maka itu adalah sebuah kesalahan besar. Terkadang ada beberapa hal yang bisa kita ubah, maka ubahlah sebagaimana mereka mengubah kesempatan menjadi emas. Tapi ada beberapa hal yang memang tidak bisa kita ubah, maka bersabarlah dan yakini bahwa kita memiliki anugerah lain yang tidak dimiliki oleh orang selain diri kita.

Kita iri pada apa yang dimiliki atau dicapai oleh orang lain tanpa pernah melihat bagaimana orang tersebut mencapainya. Layaknya kita memandang gunung yang begitu indah dari kejauhan, tapi ternyata penuh dengan onak duri ketika kita mulai mendekati dan mendakinya. Layaknya kita melihat orang-orang yang berada di puncak gunung, kita kagum karena mereka telah mendaki gunung tersebut, tapi kita tidak melihat dan tidak merasakan keletihan dan luka karena terkena onak dan duri di tubuh mereka. Susul mereka ke puncak gunung tersebut dan buatlah ceritamu sendiri, alih-alih memuji dan mengagumi mereka.

Saya banyak menemukan orang-orang yang mencukupkan diri menjadi pengagum orang lain. Dia tidak ingin mengikuti kesuksesan mereka atau paling minimal memiliki kesuksesan satu level di bawah mereka.

Kita hanya fokus pada kesuksesan mereka tanpa pernah melihat ribuan jam yang mereka habiskan untuk mempersiapkan apa yang telah mereka capai saat ini. Alih-alih menghabiskan waktu untuk mengagumi karya dan kesuksesan orang lain, mulailah dari sekarang untuk mengambil langkah pertama dan tentukan goal untuk mencapai kesuksesan yang sama, bahkan lebih. Jadikan mereka sebagai inspirasi untuk melakukan apa pun yang kita bila kerjakan. Mulai dari hal yang terkecil. Mulai dari hal yang kita anggap remeh dan mulai dari yang mendasar. Silakan ambil inspirasi sebanyak-banyaknyan dari orang-orang di sekitar kita, dari mereka yang telah mengecap kesuksesan dan dari siapa pun yang bisa diambil pelajaran kehidupan darinya.

Jangan Melihat Segala Kekurangan dan Keterbatasan Kita Ketika Memiliki Mimpi

Mungkin kamu bercita-cita menjadi dokter, tapi tiba-tiba kamu ingat bahwa kamu tidak mungkin kuliah di fakultas kedokteran dengan alasan biaya, maka kamu mengubur cita-cita tersebut. Kamu bilang, “ini tidak realistis. Saya butuh banyak biaya untuk kuliah di fakultas kedokteran.”

Mungkin kamu bercita-cita ingin menjadi seorang traveler yang mengelilingi dunia dan mengambil banyak pengalaman dari berbagai penjuru bumi. Tapi kemudian kamu berpikir tentang dirimu yang sering sakit-sakitan dan lemah. “Aku tidak mungkin bisa jalan-jalan dengan penyakitku ini.”

Mungkin kamu ingin sekolah setinggi-tingginya, tapi kamu cacat secara fisik dan hanya bergantung pada kursi roda yang menemani sepanjang hidupmu sehingga kamu berkata, “Aku tidak mungkin sekolah. Bahkan universitas pun sudah menolakku hanya karena kondisiku yang tidak memungkinkan ini.”

“Mungkin kamu bercita-cita untuk menunaikan ibadah haji, atau bahkan menghajikan orang tua. Tapi tiba-tiba kamu ingat bahwa gajimu (sangat) pas-pasan sehingga hanya cukup untuk biaya hidup sehari-hari. Atau bahkan untuk kebutuhan sehari-hari pun kurang. Jangankan untuk membuka tabungan haji. Maka kamu berkata, “Sepertinya menunaikan ibadah haji hanya sebatas mimpi.”

Silakan bermimpi. Mimpi itu gratis dan tidak bayar. Semua orang bebas bermimpi. Hanya masalahnya sejauh mana kamu memiliki gairah dan keyakinan serta usaha untuk menggapai mimpi itu. Nothing imposible untuk mereka yang memiliki keyakinan, ketawakalan dan kerja yang berkesinambungan. Kita hendaknya yakin bahwa pada waktunya kelak, Allah subhanahu wata'ala akan mengabulkan impian-impian kita.

Ingatlah firman Allah subhanahu wata'ala di dalam hadits qudsi.

“Allah Ta’ala berfirman: Aku sesuai persangkaan hamba-Ku.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Ketika kita memiliki keyakinan Allah subhanahu wata'ala akan menolong kita dan mewujudkan impian serta cita-cita kita, maka itu –insya Allah- akan terjadi atas izin Allah subhanahu wata'ala. Rumus pertama yang harus kamu ketahui adalah percaya.

Pertama, Percaya bahwa Allah subhanahu wata'ala mendengar doa-doa kita.

Kedua, Percaya bahwa Allah subhanahu wata'ala Maha Kuasa untuk menciptakan dan mewujudkan apa pun yang kita inginkan. Jika Allah subhanahu wata'ala Berkehendak maka ‘Kun fayakun’ hal itu terjadi. Bahkan dari jalan yang tidak pernah kita pikirkan sebelumnya.

Ketiga, percaya bahwa ketika Allah subhanahu wata'ala tidak mengabulkan impian kita, maka itu artinya Allah subhanahu wata'ala memiliki rencana lain yang lebih indah dan lebih baik dari impian tersebut. Atau impian tersebut tidak akan pernah menghasilkan kebaikan dalam hidup kita sehingga Allah subhanahu wata'ala tidak mengabulkannya untuk kita. Atau Allah subhanahu wata'ala tidak mengabulkan apa yang kita harapkan, kemudian Dia ganti dengan pahala yang berlipat-lipat di akhirat kelak. Tidak ada yang rugi. Justru kita selalu untung besar ketika kita bertawakal dan percaya kepada Allah subhanahu wata'ala dan Kuasa-Nya.
Ingatlah selalu firman Allah

“Bisa jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan bisa jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”(QS. Al Baqarah: 216)
Bandingkan Dirimu dengan ‘Dirimu’ dalam versi Lain

Alih-alih membandingkan diri sendiri dengan orang lain, cobalah membandingkan dirimu sendiri dengan dirimu dalam versi lain. Misalkan, kamu kemarin tidak bisa mengontrol amarahmu, maka berpikirlah bahwa mulai hari ini kamu ingin mengontrol amarahmu dan tidak akan lagi ada kamu dalam versi yang penuh dengan amarah dan mudah tersinggung.

Kamu melihat bahwa dirimu adalah orang yang pemalu dan sulit berinteraksi secara sosial. Kamu nyaman mengurung diri di ruangan dan tidak suka hang out dengan teman-temanmu. Kamu mungkin beralasan, ‘Aku ini introvert. Dan aku tidak bisa bersosialisasi.”

Tapi cobalah untuk membayangkan sisi kehidupanmu yang ‘ekstrovert.” Kamu membayangkan dirimu yang aktif berkomunikasi dan mengobrol bersama teman-teman. Kamu tidak lagi canggung bertemu dengan orang baru dan tidak malu untuk mengajukan pendapat dan ide. Kemudian cobalah untuk ‘bekeksperimen’ dan mencoba menjadi seorang ekstrovert. Bukan berarti saya mengatkan menjadi seorang introvert itu tidak baik. Hanya saja tidak ada salahnya jika kamu mencoba sisi kehidupan yang lain yang bisa membawamu pada pengalaman yang baru dan mengasankan.

Kamu mendapatkan bahwa kamu termasuk tipe orang yang lumayan pelit dan susah mengeluarkan uang untuk berinfak. Maka cobalah melihat versi dirimu dalam sisi lain. Kamu melihat dirimu yang dermawan dan suka membantu. Bandingkan dan cobalah memulai versi baru yang penuh dengan nilai-nilai yang positif.

Intinya, hari-hari yang kita jalani membentuk sebuah pengalaman. Dari pengalaman itu kita belajar tentang arti kehidupan. Dan arti kehidupan itulah yang akan membentuk karakter dan sifat kita. Kemudian karakter itulah yang menjadi manifestasi dari diri kita.

Jadikan hari ini menjadi lebih baik dari hari kemarin. Bukan malah sebalinya, hari ini sama seperti hari kemarin, bahkan lebih parah lagi hari ini buruk daripada hari kemarin.

Ingatlah pesan orang bijak bestari,

“Barangsiapa yang harinya sekarang lebih baik daripada kemarin maka dia termasuk orang yang beruntung. Barangsiapa yang harinya sama dengan kemarin maka dia adalah orang yang merugi. Barangsiapa yang harinya sekarang lebih jelek daripada harinya kemarin maka dia terlaknat.”

Ini Akibatnya

Membandingkan diri sendiri dengan orang lain membuat kita frustasi. Frustasi dengan kekurangan demi kekurangan yang kita miliki sementara orang lain memilikinya.

Membandingkan diri sendiri dengan orang lain membuat kita marah. Marah dengan kelemahan diri kita sendiri. Bahkan marah terhadap Allah subhanahu wata'ala dan Takdir. Naudzubillah

Membandingkan diri sendiri dengan orang lain membuat kita lemah. Lemah karena tidak melihat potensi yang tersembunyi di dalam jiwa kita. Kita tarbius oleh kebehatan orang lain dan memandang remeh diri kita sendiri.

Membandingkan diri sendiri dengan lain membuat kita sedih. Sedih karena kita tidak bisa seperti mereka. Kesuksesan, kekayaan dan gemerlap yang mereka miliki menjadi standar ideal kita.
Membandingkan diri sendiri dengan orang lain membuat kita cemas. Cemas menatap masa depan yang kita melihatnya dengan penghilatan yang pendek. Kita melihat masa depan suram karena melihat kehidupan kita yang sedang kita jalani saat ini, sekaligus membandingkan kesuksesan yang orang lain capai. Padahal, masa depan siapa yang tahu.

Ada orang yang kaya di saat muda, tapi ternyata terlilit banyak hutang di masa tua. Ada orang yang populer di masa muda, tapi ternyata menjadi pecundang, buronan dan bahkan mati karena bunuh diri. Jangan melihat gemerlap orang lain dan mengkomparasikannya dengan masa depan kita dan masa depan mereka.

Semakin banyak kita membanding-bandingkan diri sendiri dengan  orang lain. Maka semakin banyak waktu yang terbuang percuma. Semakin banyak potensi yang terabaikan begitu saja. Karena kita terpesona dengan rumput tetangga, maka rumput sendiri kita biarkan layu dan mati begitu saja. Karena kita melihat jalan orang lain yang mulus, kita lupa bahwa sudah begitu banyak onak dan duri yang tumbuh di jalan kita, dan kita tidak membabat dan menyingkirkannya. Jalan kita pun semakin sulit ditembus hingga pada akhirnya kita menyerah dan pasrah sembari berkata, “Jalanku tidak sebagus jalan si Fulan.” Salahkan dirimu yang tidak memulai memperbaiki jalan besar dalam kehidupanmu.

Fokus pada hidupmu. Fokus pada goal dan tujuanmu. Fokus pada kelebihanmu. Fokus pada Allah subhanahu wata'ala sebagai Penentu kehidupanmu.

Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment