Apa yang pertama kali terpikir di benakmu ketika kau
disodorkan kata ‘rezeki?’ apakah kau berpikir tentang uang, harta, kendaraan,
rumah dan semacamnya? Jika ya, maka saya bisa memastikan bahwa kamu salah
besar. Kamu telah salah dalam memahami rezeki dan memberinya definisi yang
sangat sempit.
Di dalam Lisan al ‘Arab, Ibnu al Manzhur rahimahullah
menjelaskan, ar rizqu, adalah sebuah kata yang sudah dimengerti maknanya, dan
terdiri dari dua macam. Pertama, yang bersifat zhahirah alias Nampak. Kedua,
rezeki yang bersifat batiniah yang berhubungan dengan hati dan jiwa.
Rezeki tidak melulu tentang uang dan harta benda. Karena kesehatan,
rasa aman, keluarga yang utuh dan teman-teman yang selalu ada bersama kita juga
rezeki yang terkadang tidak kita sadari. Bahkan kita jarang bersyukur
karenanya. Padahal, banyak orang yang tidak memiliki rasa aman, tidak memiliki
keluarga yang utuh dan teman-teman yang selalu ada bersama mereka.
Boleh jadi harta mereka berlimpah, tapi mereka tidak memiliki
kebahagiaan. Mungkin dia kaya, tapi dia tidak bisa yakin apakah teman-temannya
mau dekat bersamanya karena ada kepentingan atau karena ketulusan yang datang
dari hati? Mungkin dia kaya, tapi dia tidak memiliki hubungan yang harmonis
dengan istri dan anak-anaknya. Bahkan mungkin dia diuji dengan anak-anak yang
terkena kasus yang memalukan keluarga.
Terbebas dari penyakit juga termasuk rezeki. Betapa banyak
orang sakit yang harus mengeluarkan biaya banyak untuk menyembuhkan sakitnya. Bahkan
semua tabungannya habis demi menggapai hidup sehat dan kesembuhan yang
purna. Dan inilah contoh kongkret dari
konsep rezeki yang luas.
Iman yang ada di dada juga termasuk rezeki yang layak kita
syukuri. Bahkan iman dan takwa adalah penghulu dari semua rezeki. Karena tanpa
iman dan amal, kita hanya akan merasakan penderitaan abadi di akhirat kelak. Betapa
banyak orang yang tidak memiliki iman dan tidak memiliki pengetahuan tentang
Tuhannya.
Pengetahuan tentang benar dan salah juga rezeki yang harus
disyukuri. Karena betapa banyak orang yang masih berkubang dalam kebodohan dan
laku jahiliyah. Sehingga disinilah waktunya bagi kita untuk merenung, betapa
kita beruntung.
Oleh karena itu, mari kita melihat kembali ke dalam diri kita
dan bertanya, ‘Apa yang telah Allah anugerahkan kepada kita? Banyak. Jangan pernah
membandingkan kita dengan orang lain dan memandang apa yang dimiliki orang
lain, sementara kita tidak memilikinya. Karena bisa jadi kita juga memiliki ‘sesuatu’
yang tidak dimiliki mereka yang kita iri. Boleh jadi kita iri pada seseorang,
dan tidak menutup kemungkinan dia juga iri terhadap kehidupan kita.
No comments:
Post a Comment