Jika damai yang kau maksud adalah dengan mengorbankan aqidah
dan ajaran kami sebagai seorang muslim atas nama toleransi, maka jelas Islam
bukanlah agama damai. Karena itulah kami tidak ingin dan tidak akan pernah
mengucapkan ‘Selamat terhadap hari-hari besar agama diluar agama kami.’ Bukan berarti
kami tidak toleransi, tapi tak lebih karena itulah tuntutan dari ajaran kami. Sebagaimana
kami tidak boleh minum alcohol dan makan daging babi. Bukankah jika kau
menganggap kami tidak ‘damai’ itu artinya kalian juga tidak ‘damai’ dan tidak
toleran terhadap kepercayaan kami.
Dulu, Nabi shollallahu 'alaihi wasallam pernah ditawari oleh
kaumnya untuk berkompromi. Setahun menyembah Allah, setahun lagi menyembah
Latta dan Uzza. Terkesan manis dan menggiurkan dengan alasan toleransi. Tapi tidak.
Karena kami memiliki prinsip yang tertuang dalam ayat, Lakum dinukum waliyadin.
Untukmu agamamu, untukku agamaku.
Jika damai yang kau maksud adalah dengan memberikan pipi
kanan untuk ditampar setelah pipi yang kiri digampar, maka jelas islam bukan
agama ‘Damai.’ Karena islam mengajarkan keadilan dan kesetaraan di mata hukum. Seorang
yang dizalimi memiliki hak untuk membela kehormatannya. Bahkan di dalam islam,
ketika seseorang mati karena mempertahankan keluarga, harta, kehormatan dan
darahnya, maka dia mati dalam kesyahidan dan menjadi seorang martir.
Jika damai yang kau maksud adalah dengan bekerjasama dengan
musuh-musuh demi menenggelamkan dan membinasakan saudara seiman, maka jelas
sudah bahwa Islam bukan agama yang ‘Damai.’ Karena islam memiliki prinsip
al-wala dan al-baro. Kepada siapa loyalitas diberikan, dan kepada siapa
anti-loyalitas ditujukan. Jika kami melawan saudara seiman dengan mengikat
persahabatan mesra dengan musuh maka jelas sudah kami sebagai seorang munafik.
Jika damai yang kau maksud adalah dengan tidak menerima ayat
perang, maka jelas sudah bahwa islam bukan ‘agama damai.’ Karena di dalam islam,
mau tidak mau disebutkan perintah untuk berperang menumpas kejahatan, menumpas
orang-orang yang memusuhi dan memerangi islam itu sendiri.
Toh Islam sendiri telah membuktikan di dalam pentas sejarah bahwa
tidak pernah sekalipun islam menjadi penjajah dan penindas.
Mari saya ajukan selusin pertanyaan kepadamu sekalian.
Siapa yang pertama kali memperbudak bangsa kulit hitam di
benua afrika? Bangsa kulit putih eropa. Dan mereka bukan muslim.
Siapa yang pertama kali menjadi bangsa kolonialis yang
menjajah tanah-tanah afrika dan Asia? Bangsa kulit putih eropa, dan mereka
lagi-lagi bukan muslim.
Siapa yang membantai dan melakukan genosida terhadap Indian
di Amerika dan Aborigin di Australia? Jawabnya bukan muslim.
Siapa yang menyebarkan agama dengan jalan penjajahan? Jawabnya
bukan islam, karena islam masuk ke berbagai penjuru dunia, termasuk nusantara
dengan jalan niaga dan perdagangan.
Siapa yang menghancurlantakan Nagasaki dan hirosima dengan
bom atom? Jawabnya bukan muslim.
Siapa yang telah membantai jutaan umat manusia demi
memaksakan konsep demokrasi di Timur tengah? Jelas bukan muslim, karena justru
muslim yang menjadi korbannya dengan kamuflase melawan terorisme.
Dan mari kita lihat betapa di berbagai penjuru muslim menjadi
korban kebiadaban demi kebiadaban. Muslim Suriah dan Yaman menjadi korban sekte
syiah, muslim Palestina korban Israel, Muslim Rohingya menjadi ladang
pembantaian Budha Myanmar, dan Muslim Kashmir menjadi korban represif
Pemerintah India.
Jadi, silakan katakan Islam bukan agama damai. Karena
selamanya Muslim tidak akan berdamai dengan pihak yang memusuhinya dengan
menyerahkan kehormatan. Andai muslim di nusantara itu damai, mungkin mereka
tidak akan pernah melawan penjajah portugis, Belanda dan Jepang. Karena mereka
memiliki kehormatan dan pantang berdamai, pada akhirnya kita bisa menghirup
udara kemerdekaan.
No comments:
Post a Comment