5 Mar 2019

Nasihat yang Elok


Agama adalah nasihat, dank arena itulah kita dianjurkan untuk nasihat menasihati. Untuk menjadi penasihat, tidak perlu menjadi seorang yang pintar dengan segudang ilmu di kepala. Tidak pula harus bertitle ustadz. Bahkan kita tidak perlu menunggu sempurna untuk memulai. Justru sesuatu tidak akan pernah sempurna jika kita tidak memulainya.

Hanya saja, tunjukan nasihatmu itu sebagai pelajaran untuk dirimu sendiri dan orang lain. Dahulu, ada ulama yang berkata, “Jika kami menganggap nasihat yang kami sampaikan telah memperbaiki orang lain, sungguh kami takut anggapan ini menjadi sebab kami dibangkitkan bersama Firaun.”

Ya, karena hakikatnya yang mengirimkan sinyal keimanan ke dalam hati mereka adalah Allah subhanahu wata'ala. Kita hanyalah perantara terhantarnya petunjuk tersebut.

Maka, alangkah elok jika kita bisa memperelok kalimat ketika memberi nasihat. Alih-alih menggunakan kata engkau, kamu, you dan semacamnya, maka ungkapkanlah KITA.

‘Kamu harus selalu mengingat Allah.’‘Kita harus selalu mengingat Allah.’

Diantara dua kalimat tersebut, mana yang paling enak di dengar di kedua telinga kita dan mana yang paling sejuk sehingga begitu mudah menyelusup ke dalam relung hati. Saya bisa menduga bahwa kamu memilih kalimat yang kedua.

Memang, pada asalnya tidak ada yang suka dinasihati. Daripada memerintahkan orang lain untuk menahan marah, lebih baik kita ceritakan ketika kita telah meluapkan marah yang meledak-ledak dan ternyata hal tersebut berbuah penyesalan. Alih-alih kita melarang orang untuk berkata kasar di medsos, lebih baik kita ceritakan bahwa diri kita juga masih belajar untuk memperbaiki ucapan dan tutur kata.

Dengan cara seperti ini, mereka tidak merasa sedang dinasihati, tapi mereka seakan melihat kita bercerita dan berbagi. Padahal, tanpa disadari kita telah menyampaikan sebuah nasihat yang membuat mereka sadar dengan kekeliruannya. Jangan menggurui, tapi jadilah sosok yang berbagi dengan apa yang telah dialami dan diketahui.
Satu-satunya sekolah di mana jumlah guru lebih banyak dari jumlah muridnya adalah di Facebook. Oleh karena itu jangan ditambah lagi dengan dirimu. Jangan menjadi hakim dadakan yang begitu mudah menghakimi sana sini. Sekarang, siapa pun bisa menjadi hakim dan menyimpulkan keputusan tanpa pernah berpikir panjang.

Ketika nasihat itu tertuju kepada diri kita sendiri, bukan karena ingin didengarkan dan ketenaran, maka kita tak akan gelisah dengan jumlah follower, berapa like yang kita dapat, atau komentar dari orang lain.  Hati-hatilah kecondongan kepada jumlah follower dengan mudah menghanguskan pahalamu semudah api yang menghanguskan kayu bakar.

Dikisahkan sekelompok murid sedang memuji majelis pengajian tertentu dan meremehkan majelis pengajian yang lain. Lalu guru mereka datang dan menegur perbuatan itu,

"Janganlah kalian memuji berlebihan majelis yang ramai jamaahnya, dan jangan pula meremehkan majelis yang sepi jamaahnya! Karena kita tak tahu mana yang lebih diridhai oleh Allah di antara keduanya."

Nah, hendaknya kisah ini engkau renungkan, agar dirimu tak merasa risau. Sebab kita tidak tahu keridhaan Allah ada pada jumlah follower yang banyak atau yang sedikit.

Nabi Nuh tak pernah mengeluhkan jumlah umatnya yang ikut ke atas perahu. Nabi Musa juga tak pernah menghitung-hitung berapa banyak orang yang berjuang bersama dirinya ketika dikejar bala tentara Fir'aun. Lalu apa yang kita gundahkan?

Terakhir, hendaknya kita senantiasa lapar akan ilmu. Jangan berhenti belajar. Sebab jika pengetahuan kita diam di tempat artinya kita sedang berjalan mundur.

Coba perhatikan saat kita sedang di atas kereta api, kelihatannya pohon-pohon di pinggir jalan sedang berjalan mundur bukan? Padahal pohon tersebut hanya diam di tempat, efek seperti itu disebabkan kereta apinya saja yang sedang melaju cepat. Begitulah jika kita diam, maka jadilah kita seperti pohon itu yang berjalan mundur, karena orang-orang selain kita justru sedang melaju cepat. Jadilah selalu muslim pembelajar, jangan diam.
Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment