Dikisahkan di
dalam kitab Syarah Aqidah at-Thahawiyah bahwa ada seorang pencuri yang
tertangkap dan langsung dihadapkan kepada Umar bin Khatab radiyallahu anhu.
Sang Khalifah meminta untuk memotong tangan si pencuri itu.
Pencuri itu
berkilah, “Saya menjadi seorang pencuri karena saya sudah ditakdirkan menjadi
seorang pencuri.”
Umar bin Khatab radiyallahu
anhu berkata, “Dan saya juga ditakdirkan untuk memotong tanganmu saat ini.”
-
Takdir tidak bisa
dijadikan alasan untuk melakukan dosa dan maksiat. Itu hanya alasan yang
dilontarkan oleh mereka yang tidak memahami takdir dan orang bodoh yang tidak
memahami keadilan Allah Subhanahu wata'ala. Beralasan takdir baru dibenarkan dalam
masalah musibah.
Maka ulama salaf
mengatakan,
القَدَرُ يُحْتَجُّ
بِهِ فِي الْمَصَا ئِبِ لاَ فِي الْمَعَايِبِ
Takdir dijadikan
alasan dalam musibah bukan untuk maksiat.”
Memang, semua
yang kita lakukan dan semua yang akan terjadi dalam hidup kita adalah takdir
Allah. Bahkan Allah sudah tahu dimana tujuan akhir kita, apakah di surga atau
di neraka. Allah menciptakan kita sekaligus menciptakan perbuatan-perbuatan
kita. Allah sudah tahu apakah kita akan
menjadi orang yang baik atau yang buruk. Bahkan bayi yang meninggal pun, Allah Subhanahu
wata'ala tahu apa yang akan bayi itu lakukan seandainya bayi itu masih hidup
hingga dewasa.
Apakah Allah
dzalim? Bukankah Allah Subhanahu wata'ala sudah menakdirkan kehidupan kita dan
menentukan tempat akhir kita (surga atau neraka). Tapi kenapa Allah menyiksa
hamba-Nya karena dosanya?
Kita diberi
kehendak untuk memilih. Ketika saya menulis artikel ini, saya bisa memilih
untuk melanjutkannya atau menghentikannya. Saya bisa memilih untuk mempublish
di facebook atau di blog. Saya bisa memiliih menulis di PC atau di smartphone. Kita
bebas memilih, sehingga Allah Subhanahu wata'ala pantas mengganjar kita
berdasar pilihan kita. Sementara Allah Maha Tahu apa yang akan kita lakukan.
Sekarang, mari
kita berlogika. Jika kita merasa bahwa perbuatan maksiat yang kita lakukan
adalah kehendak Allah Subhanahu wata'ala tanpa ada pilihan yang diberikan
kepada kita, maka mari kita ambil sebuah ilustrasi. Kereta api melaju cepat dan
kita berada di pinggirnya. Saya suruh kamu untuk berdiri di tengah rel
sementara beberapa menit lagi kereta akan lewat. Apakah kamu akan beralasan, “Jika
Allah menakdirkan saya hidup saya hidup, jika saya harus mati maka saya mati. Dan
kamu memilih berdiri di atas rel.”
Mungkin kamu
sudah gila jika kamu berdiri di rel. Nah, sekarang kamu bisa menyimpulkan
sendiri konsep takdir yang benar.
No comments:
Post a Comment