Malam minggu itu menjadi malam yang paling ramai di restoran
sudut kota. Semua orang sepertinya menikmati cuaca malam yang hangat dan
bersahabat. Mereka tidak akan melewatkan malam tersebut tanpa melakukan hal-hal
yang menyenangkan semacam makan di luar dilanjutkan menonton film di bioskop,
belanja atau menonton komedi putar atau lebih dari itu.
Gilang adalah pria yang memutuskan keluar dari rumah
sebagaimana ribuan orang yang memilih hal yang sama. Dan dia juga termasuk
diantara puluhan pengunjung restoran pojok kota tersebut. Semua orang memiliki
suasana hati yang menyenangkan. Tapi tidak dengan gilang. Dia keluar rumah
dengan membawa amarah yang terpendam.
Semua kemarahan itu bermula ketika sore tadi Gilang menemukan
pesan mencurigakan di whatsapp istrinya. Cukup beruntung dia bisa mengetahui
bahwa Anita istrinya telah selingkuh dengan lelaki lain. Dan dia mengetahuinya
di saat yang tepat. Anita telah membuat janji dengan lelaki bernama Raka untuk
makan malam bersama di restoran ‘Kenangan’. Restoran yang saat ini dia kunjungi
dan berharap menangkap basah Anita dan lelaki teman serongnya.
Gilang duduk di salahsatu meja yang terletak di pojok
ruangan. Mencoba mengedarkan pandangannya dan berharap menemukan istrinya
diantara puluhan pengunjung. Apa yang dia harapkan menjadi kenyataan. Matanya menangkap
sosok Anita di salahsatu meja yang terletak dekat jendela. Terpisah oleh lima
meja dari posisi Gilang berada. Benar, Anita tidak sendirian. Wanita itu tengah
bercengkerama mesra dengan seorang lelaki tampan yang dia sebut dengan nama Raka
di aplikasi pesan Whatsappnya.
Rahang Gilang mengeras. Tatapannya nyalang. Dia berusaha
menahan dorongan nuraninya untuk melabrak kemesraan mereka. Gilang pandai
mengatur amarahnya sehingga dia memilih untuk diam dan mengawasi keasyikan
mereka berdua dari jauh. Sungguh, selama ini dia tidak pernah menyangka
istrinya akan berbuat serong, mengkhianati cinta mereka yang telah terjalin
selama dua tahun.
Seorang pelayan datang dan menanyakan pesanan makan malamnya.
Gilang sebenarnya tidak bernafsu untuk menyantap makan malam dengan kemesraan
yang begitu nyata antara Anita dan lelaki simpanannya. Tapi Gilang telah duduk
di dalam restoran dan itu artinya mau tak mau dia harus memesan. Baiklah, dia
memesan santap malamnya demi aksi mata-matanya.
Gilang menyebutkan menu yang dia inginkan. Lebih tepatnya
tidak dia inginkan, tapi dia inginkan untuk menutupi aksi mata-matanya
tersebut. Gilang tidak melepaskan pandangan dari Anita dan lelaki bernama Raka
itu. mereka begitu akrab dan tertawa satu sama lain. Kebencian semakin menguar.
Tak berapa lama pelayan sudah kembali dengan membawa makanan
dan minuman yang dipesan. Gilang menyantapnya dengan malas. Makanan itu terasa
hambar di lidahnya.
Tiga puluh menit kemudian Anita dan lelaki itu bangkit dari
meja mereka. Gilang sebenarnya tidak memiliki keberanian untuk melabrak acara
makan malam mereka. Tapi dia memiliki rencana lain yang tiba-tiba saja muncul
di benaknya. Anita dan lelaki itu bergandengan tangan dan keluar dari restoran.
Tak ingin kehilangan ‘buruan’, Gilang segera bangkit dari kursinya dan
mengikuti mereka.
Gilang melihat mereka masuk ke dalam kijang inova yang
terparkir tepat dua meter di depan Isuzu miliknya yang diparkir. Gilang menarik
hoodie sehingga separuh wajahnya tertutup, berharap Anita tidak menyadari
kehadirannya. Kijang Inova distarter dan mulai meninggalkan halaman restoran
dan Isuzu Gilang mengikutinya.
Benak Gilang sibuk memikirkan tentang apa yang akan dia
rencanakan dan menebak apa yang akan Anita dan lelaki simpanannya dilakukan. Apakah
mereka akan pergi ke hotel? Atau berbelanja ke mall? Dia berharap hal yang
paling mudah. Setidaknya mereka pergi ke hotel, dan dia akan menyusul mereka,
menangkap basah mereka. Selanjutnya dia akan memukul pria bajingan yang telah
merebut Anita dan menampar Anita yang telah berani-beraninya berbuat serong. Hm,
sepintar seperti tayangan reality show yang sering dia lihat di televisi.
Setengah jam menyetir dan tidak ada tanda-tanda inova ‘buruannya’
pergi ke jalur jalanan kota untuk menemukan hotel yang nyaman untuk
perselingkuhan mereka berdua. Dahi gilang berkerut semakin dalam karena dia
yakin dia sedang menyusuri jalan pulang menuju rumah. Apakah Anita berniat
membawa pria itu ke rumah? dia menggeleng dan tak habis pikir dengan semua
pikiran gila seperti itu. jika Anita bermaksud membawa pria itu ke rumah
mereka, tidakkah istrinya itu takut dia sebagai suami mengetahui
perselingkuhannya?
Inova itu sudah masuk ke jalan perumahan dan berbelok menuju
blok dimana rumah mereka berada. Gilang tidak serta merta mengikuti mereka,
karena jika hal tersebut dilakukan itu artinya dia akan mengacaukan rencananya.
Gilang memarkir Isuzunya di dekat pohon beringin yang tumbuh
di samping tembok pembatas perumahan dengan rumah-rumah kumuh penduduk sekitar.
Tangannya mengambil kotak rokok Marlboro di dasbor dan mulai menyulutnya. Mengisap
ujungnya dan membiarkan asap putihnya menembus tenggorokan, memenuhi
paru-parunya dengan nikotin dan menghebuskan asapnya dengan kuat. Berharap amarahnya
reda dengan isapan nikotin tersebut. Tapi amarah itu tak bisa beranjak dari
benaknya. Apa yang dilakukan mereka sekarang. Anita mengajak lelaki bajingan
itu ke dalam rumah dan merasa gembira karena tidak menemukan dia di dalam
rumah.
Gilang memaki dan rahangnya kembali mengeras karena menahan
rasa jengkel dan amarah. Setengah jam kemudian dia melihat inova itu keluar dari
gerbang perum dan berbelok ke arah kanan dan melesat pergi.
Gilang menstarter Isuzunya, berbelok menuju gerbang perum.
Melambai dan tersenyum tipis ke Pak sudiman, Sekuriti yang menjaga perum
tersebut. Dengan hati yang berkecamuk dengan perasaan marah dan jengkel yang
campur aduk, Gilang menyusuri jalan perum hingga sampai di depan rumahnya. Memarkir
mobil di halaman dan melangkah menuju teras. Mengetuk pintu dan tidak ada
respon. Mungkin Anita sudah tidur pulas setelah sesi bermesraan singkat dengan
lelaki simpanannya. Tangan kanannya merogoh saku jaket denimnya untuk mengambil
kunci miliknya. Baik Anita dan dia, sama-sama memiliki kunci masing-masing
dengan alasan kesibukan dan aktifitas yang berbeda sehingga menuntut mereka
untuk pulang dan pergi kapanpun.
Dengan hati-hati Gilang membuka pintu, melangkahkan kakinya
di lantai marmer yang terasa dingin di kedua telapak kakinya. Menaiki tangga
dan berbelok ke koridor kanan. Tangan kekarnya membuka pintu kamar dan disana
dia dapati Anita tertidur dengan damai di atas ranjangnya.
Gilang melangkah dengan pelan dan berharap tidak menimbulkan
suara yang bisa membangunkan lelap istrinya. Duduk di ranjang dan mengelus
pelan pipi kanan istrinya. Detak jantung Gilang semakin berdentam tak terkira. Mencoba
berpikir ulang untuk menggagalkan rencananya. Tapi dia tidak bisa
mengenyahkannya begitu saja. kemarahan sudah mencapai ubun-ubun kepala. Pada akhirnya
Gilang memutuskan untuk meneruskan aksinya. Dia naik ke atas ranjang,
mengangkangi tubuh Anita. Mengambil satu bantal yang tergeletak di samping
istrinya. Bantal yang menjadi tumpuan kepalanya ketika tidur di samping Anita. Dalam
satu gerakan yang sempurna dia menekan bantal itu tepat di wajah polos Anita.
Anita tersentak kaget dan meronta. Tapi apalah artinya tubuh mungil Anita jika
dibanding tubuh kekar Gilang yang tinggi besar. Tangan kanan kekarnya menekan
bantal dengan tekanan yang keras. Sementara kedua lututnya menekan kedua tangan
Anita yang mengapai-gapai mencari pegangan dan memukul pelan pahanya. Persis seperti
orang yang tenggelam di air. tapi dia tenggelam dalam sesaknya tekanan bantal. Teriakannya
teredam oleh busa bantal. Perlu sepuluh menit lamanya bagi Gilang untuk
melakukan aksinya hingga gerakan dan ronta sang istri mulai hilang perlahan. Tangannya
yang mulus mulai berhenti meronta dan terkulai di samping tubuhnya laksana dua
helai daun yang layu.
***
“Atas motif apa anda membunuh istri Anda?” tanya seorang
polisi kepada Gilang.
Gilang menunduk semakin dalam. Tapi dia pada dasarnya tidak
menyesal sama sekali. Menurutnya, Anita pantas mati dengan pengkhianatannya.
“Saya membunuh istri saya karena dia telah selingkuh.” Jawabnya
pelan. Hampir tepat jika dikatakan hanya bisikan.
Polisi itu mengetik di atas tuts komputernya. “Darimana Anda
tahu istri Anda selingkuh?”
“Dari pesan whatsapp.”
Polisi itu kembali mengetik. “Martono, coba ambilkan hape
istrinya kesini.”
Seorang staf polisi yang dipanggil Martono datang membawa
ponsel yang menjadi barang bukti selain bantal. Martono mengangsurkan ponsel
dan polisi tadi membuka pesan whatsapp yang dimaksud. “Hubungi nomor lelaki itu
dan suruh dia kesini.”
Butuh waktu lima jam untuk mendatangkan pria bernama Raka
itu. demi mendengar apa yang terjadi pria itu langsung histeris saat itu juga. Sementara
Gilang menatapnya dengan tatapan jijik dan penuh dendam. Andai dia belum
menyerahkan dirinya ke polisi, ingin rasanya dia menghancurkan kepala lelaki
bernama Raka itu.
“Kamu memang suami brengsek. Saya tidak menyangka kau berhati
setan. Padahal malam itu, di restoran Anita memujimu. Dia menyebutmu suami
penyayang.”
Gilang tertawa keras. Tawa frustasi yang bercampur dengan
kemarahan. “Tentu dia tidak akan berani selingkuh dan tidak akan pernah
berpikir untuk selingkuh jika aku tampak baik dimatanya.”
“Selingkuh dengan siapa?”
“Jangan tolol, tentu saja dengan dirimu.”
Raka terbelalak dan kemarahannya semakin memuncak. “Dasar
bajingan bodoh. Aku kakak tirinya!! Sudah lima tahun kami tidak bertemu. Dan malam
itu pertemuan kami. Dan siang ini aku mendengar kabar kau membunuhnya. Dasar bajingan
kau!”
Gilang tersentak dan berteriak histeris. Teriak penyesalan. Oh
Anita…
No comments:
Post a Comment