28 Feb 2019

Terbakar Cemburu



Malam minggu itu menjadi malam yang paling ramai di restoran sudut kota. Semua orang sepertinya menikmati cuaca malam yang hangat dan bersahabat. Mereka tidak akan melewatkan malam tersebut tanpa melakukan hal-hal yang menyenangkan semacam makan di luar dilanjutkan menonton film di bioskop, belanja atau menonton komedi putar atau lebih dari itu.

Gilang adalah pria yang memutuskan keluar dari rumah sebagaimana ribuan orang yang memilih hal yang sama. Dan dia juga termasuk diantara puluhan pengunjung restoran pojok kota tersebut. Semua orang memiliki suasana hati yang menyenangkan. Tapi tidak dengan gilang. Dia keluar rumah dengan membawa amarah yang terpendam.

Semua kemarahan itu bermula ketika sore tadi Gilang menemukan pesan mencurigakan di whatsapp istrinya. Cukup beruntung dia bisa mengetahui bahwa Anita istrinya telah selingkuh dengan lelaki lain. Dan dia mengetahuinya di saat yang tepat. Anita telah membuat janji dengan lelaki bernama Raka untuk makan malam bersama di restoran ‘Kenangan’. Restoran yang saat ini dia kunjungi dan berharap menangkap basah Anita dan lelaki teman serongnya.

Gilang duduk di salahsatu meja yang terletak di pojok ruangan. Mencoba mengedarkan pandangannya dan berharap menemukan istrinya diantara puluhan pengunjung. Apa yang dia harapkan menjadi kenyataan. Matanya menangkap sosok Anita di salahsatu meja yang terletak dekat jendela. Terpisah oleh lima meja dari posisi Gilang berada. Benar, Anita tidak sendirian. Wanita itu tengah bercengkerama mesra dengan seorang lelaki tampan yang dia sebut dengan nama Raka di aplikasi pesan Whatsappnya.

Rahang Gilang mengeras. Tatapannya nyalang. Dia berusaha menahan dorongan nuraninya untuk melabrak kemesraan mereka. Gilang pandai mengatur amarahnya sehingga dia memilih untuk diam dan mengawasi keasyikan mereka berdua dari jauh. Sungguh, selama ini dia tidak pernah menyangka istrinya akan berbuat serong, mengkhianati cinta mereka yang telah terjalin selama dua tahun.

Seorang pelayan datang dan menanyakan pesanan makan malamnya. Gilang sebenarnya tidak bernafsu untuk menyantap makan malam dengan kemesraan yang begitu nyata antara Anita dan lelaki simpanannya. Tapi Gilang telah duduk di dalam restoran dan itu artinya mau tak mau dia harus memesan. Baiklah, dia memesan santap malamnya demi aksi mata-matanya.

Gilang menyebutkan menu yang dia inginkan. Lebih tepatnya tidak dia inginkan, tapi dia inginkan untuk menutupi aksi mata-matanya tersebut. Gilang tidak melepaskan pandangan dari Anita dan lelaki bernama Raka itu. mereka begitu akrab dan tertawa satu sama lain. Kebencian semakin menguar.

Tak berapa lama pelayan sudah kembali dengan membawa makanan dan minuman yang dipesan. Gilang menyantapnya dengan malas. Makanan itu terasa hambar di lidahnya.

Tiga puluh menit kemudian Anita dan lelaki itu bangkit dari meja mereka. Gilang sebenarnya tidak memiliki keberanian untuk melabrak acara makan malam mereka. Tapi dia memiliki rencana lain yang tiba-tiba saja muncul di benaknya. Anita dan lelaki itu bergandengan tangan dan keluar dari restoran. Tak ingin kehilangan ‘buruan’, Gilang segera bangkit dari kursinya dan mengikuti mereka.
Gilang melihat mereka masuk ke dalam kijang inova yang terparkir tepat dua meter di depan Isuzu miliknya yang diparkir. Gilang menarik hoodie sehingga separuh wajahnya tertutup, berharap Anita tidak menyadari kehadirannya. Kijang Inova distarter dan mulai meninggalkan halaman restoran dan Isuzu Gilang mengikutinya.

Benak Gilang sibuk memikirkan tentang apa yang akan dia rencanakan dan menebak apa yang akan Anita dan lelaki simpanannya dilakukan. Apakah mereka akan pergi ke hotel? Atau berbelanja ke mall? Dia berharap hal yang paling mudah. Setidaknya mereka pergi ke hotel, dan dia akan menyusul mereka, menangkap basah mereka. Selanjutnya dia akan memukul pria bajingan yang telah merebut Anita dan menampar Anita yang telah berani-beraninya berbuat serong. Hm, sepintar seperti tayangan reality show yang sering dia lihat di televisi.

Setengah jam menyetir dan tidak ada tanda-tanda inova ‘buruannya’ pergi ke jalur jalanan kota untuk menemukan hotel yang nyaman untuk perselingkuhan mereka berdua. Dahi gilang berkerut semakin dalam karena dia yakin dia sedang menyusuri jalan pulang menuju rumah. Apakah Anita berniat membawa pria itu ke rumah? dia menggeleng dan tak habis pikir dengan semua pikiran gila seperti itu. jika Anita bermaksud membawa pria itu ke rumah mereka, tidakkah istrinya itu takut dia sebagai suami mengetahui perselingkuhannya?

Inova itu sudah masuk ke jalan perumahan dan berbelok menuju blok dimana rumah mereka berada. Gilang tidak serta merta mengikuti mereka, karena jika hal tersebut dilakukan itu artinya dia akan mengacaukan rencananya.

Gilang memarkir Isuzunya di dekat pohon beringin yang tumbuh di samping tembok pembatas perumahan dengan rumah-rumah kumuh penduduk sekitar. Tangannya mengambil kotak rokok Marlboro di dasbor dan mulai menyulutnya. Mengisap ujungnya dan membiarkan asap putihnya menembus tenggorokan, memenuhi paru-parunya dengan nikotin dan menghebuskan asapnya dengan kuat. Berharap amarahnya reda dengan isapan nikotin tersebut. Tapi amarah itu tak bisa beranjak dari benaknya. Apa yang dilakukan mereka sekarang. Anita mengajak lelaki bajingan itu ke dalam rumah dan merasa gembira karena tidak menemukan dia di dalam rumah.

Gilang memaki dan rahangnya kembali mengeras karena menahan rasa jengkel dan amarah. Setengah jam kemudian dia melihat inova itu keluar dari gerbang perum dan berbelok ke arah kanan dan melesat pergi.

Gilang menstarter Isuzunya, berbelok menuju gerbang perum. Melambai dan tersenyum tipis ke Pak sudiman, Sekuriti yang menjaga perum tersebut. Dengan hati yang berkecamuk dengan perasaan marah dan jengkel yang campur aduk, Gilang menyusuri jalan perum hingga sampai di depan rumahnya. Memarkir mobil di halaman dan melangkah menuju teras. Mengetuk pintu dan tidak ada respon. Mungkin Anita sudah tidur pulas setelah sesi bermesraan singkat dengan lelaki simpanannya. Tangan kanannya merogoh saku jaket denimnya untuk mengambil kunci miliknya. Baik Anita dan dia, sama-sama memiliki kunci masing-masing dengan alasan kesibukan dan aktifitas yang berbeda sehingga menuntut mereka untuk pulang dan pergi kapanpun.

Dengan hati-hati Gilang membuka pintu, melangkahkan kakinya di lantai marmer yang terasa dingin di kedua telapak kakinya. Menaiki tangga dan berbelok ke koridor kanan. Tangan kekarnya membuka pintu kamar dan disana dia dapati Anita tertidur dengan damai di atas ranjangnya.

Gilang melangkah dengan pelan dan berharap tidak menimbulkan suara yang bisa membangunkan lelap istrinya. Duduk di ranjang dan mengelus pelan pipi kanan istrinya. Detak jantung Gilang semakin berdentam tak terkira. Mencoba berpikir ulang untuk menggagalkan rencananya. Tapi dia tidak bisa mengenyahkannya begitu saja. kemarahan sudah mencapai ubun-ubun kepala. Pada akhirnya Gilang memutuskan untuk meneruskan aksinya. Dia naik ke atas ranjang, mengangkangi tubuh Anita. Mengambil satu bantal yang tergeletak di samping istrinya. Bantal yang menjadi tumpuan kepalanya ketika tidur di samping Anita. Dalam satu gerakan yang sempurna dia menekan bantal itu tepat di wajah polos Anita. Anita tersentak kaget dan meronta. Tapi apalah artinya tubuh mungil Anita jika dibanding tubuh kekar Gilang yang tinggi besar. Tangan kanan kekarnya menekan bantal dengan tekanan yang keras. Sementara kedua lututnya menekan kedua tangan Anita yang mengapai-gapai mencari pegangan dan memukul pelan pahanya. Persis seperti orang yang tenggelam di air. tapi dia tenggelam dalam sesaknya tekanan bantal. Teriakannya teredam oleh busa bantal. Perlu sepuluh menit lamanya bagi Gilang untuk melakukan aksinya hingga gerakan dan ronta sang istri mulai hilang perlahan. Tangannya yang mulus mulai berhenti meronta dan terkulai di samping tubuhnya laksana dua helai daun yang layu.

***

“Atas motif apa anda membunuh istri Anda?” tanya seorang polisi kepada Gilang.

Gilang menunduk semakin dalam. Tapi dia pada dasarnya tidak menyesal sama sekali. Menurutnya, Anita pantas mati dengan pengkhianatannya.

“Saya membunuh istri saya karena dia telah selingkuh.” Jawabnya pelan. Hampir tepat jika dikatakan hanya bisikan.

Polisi itu mengetik di atas tuts komputernya. “Darimana Anda tahu istri Anda selingkuh?”

“Dari pesan whatsapp.”

Polisi itu kembali mengetik. “Martono, coba ambilkan hape istrinya kesini.”

Seorang staf polisi yang dipanggil Martono datang membawa ponsel yang menjadi barang bukti selain bantal. Martono mengangsurkan ponsel dan polisi tadi membuka pesan whatsapp yang dimaksud. “Hubungi nomor lelaki itu dan suruh dia kesini.”

Butuh waktu lima jam untuk mendatangkan pria bernama Raka itu. demi mendengar apa yang terjadi pria itu langsung histeris saat itu juga. Sementara Gilang menatapnya dengan tatapan jijik dan penuh dendam. Andai dia belum menyerahkan dirinya ke polisi, ingin rasanya dia menghancurkan kepala lelaki bernama Raka itu.

“Kamu memang suami brengsek. Saya tidak menyangka kau berhati setan. Padahal malam itu, di restoran Anita memujimu. Dia menyebutmu suami penyayang.”

Gilang tertawa keras. Tawa frustasi yang bercampur dengan kemarahan. “Tentu dia tidak akan berani selingkuh dan tidak akan pernah berpikir untuk selingkuh jika aku tampak baik dimatanya.”

“Selingkuh dengan siapa?”

“Jangan tolol, tentu saja dengan dirimu.”

Raka terbelalak dan kemarahannya semakin memuncak. “Dasar bajingan bodoh. Aku kakak tirinya!! Sudah lima tahun kami tidak bertemu. Dan malam itu pertemuan kami. Dan siang ini aku mendengar kabar kau membunuhnya. Dasar bajingan kau!”

Gilang tersentak dan berteriak histeris. Teriak penyesalan. Oh Anita…
Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment