Kayla merasa ada yang tidak biasa dari siklus haidhnya. Sudah
sepekan lebih dia tidak mengalami haidh dari jadwal yang semestinya. Sementara
itu dia sering mengalami mual-mual dan pening. Dia berpikir bahwa bisa saja
dirinya hamil sehingga tadi pagi dia menyempatkan diri untuk membeli test pack
di apotik terdekat, walau dalam keadaan yang kurang sehat. Tak menunggu lama
dia segera memeriksa urinenya dan dia bersorak saat itu juga. Test pack
mengabarinya tentang kehamilan. Dia hamil! Ya Tuhan! Bahkan dia belum pernah
merasakan ledakan kebahagiaan seperti yang dia rasakan seperti sekarang ini.
Betapa ingin dia memberitahukan kabar membahagiakan tersebut kepada
Jeff. sayangnya, Jeff sedang pergi berkunjung ke doker Marcus untuk memastikan
kondisi kesehatannya yang akhir-akhir ini kembali memburuk. Tadi pagi dia
meminta Mehmet untuk mengantarnya karena Kayla merasa dirinya sedang tidak
sehat setelah mengalami mual dan pening.
Tiba-tiba saja rasa pening dan mual itu hilang, tergantikan oleh
energy kebahagiaan yang hampir-hampir membuat Kayla lupa dengan kondisi dirinya
sendiri. Kayla menangis bahagia. Dia akan menjadi seorang ibu, dan Jeff akan
menjadi seorang ayah. Dia membayangkan bayi mungil tertidur di pangkuannya. Dia
membayangkan tangis bayi, disusul tawa dan celotehan anak kecil beberapa tahun
setelahnya. Dia membayangkan tentang keluarga kecilnya. Kayla kembali meledak
oleh tangis bahagia. Ya Tuhan, inilah kebahagiaan seorang calon ibu? Kayla
mengelus perutnya yang masih rata. Dia tahu, ada benih bayi yang sekarang
bersemayam di perutnya dan dia harus menjaganya.
Menjelang siang, Jeff pulang dengan diantar Mehmet. Kayla tidak
ingin adiknya tahu. Pun dia tidak ingin keluarganya tahu. Dia hanya ingin
berbagi kebahagiaan dengan Jeff. jadi dia menunggu Mehmet pergi dengan
Cadillacnya, baru setelah itu dia mendatangi Jeff yang tengah berbaring di sofa
ruang tamu.
“Jeff, aku punya kejutan untukmu.”
“Ah, setiap hari kau selalu memberiku kejutan sayang. Ciuman
panasmu selalu menjadi kejutan untukku.”
“Tapi ini beda.” Timpal Kayla dengan kerlingan penuh rahasia.
“Apa?”
“Pejamkan matamu.” Pinta Kayla dan Jeff tak perlu menunggu lama
untuk memejamkan matanya. Dia tahu Kayla selalu membuatnya senang dan bahagia.
Kayla mengeluarkan test pack yang dia genggam sedari tadi di telapak tangan
suaminya. “Sekarang buka matamu.”
Jeff membuka matanya dan melihat benda mungil itu di telapak
tangannya. “Apa ini?”
“Test pack. Aku hamil Jeff. kau akan menjadi seorang ayah…” lirih
Kayla dengan mata yang berkaca-kaca.
Jeff terlongo untuk beberapa saat dan sepersekian detik kemudian
dia merengkuh Kayla dan membawanya ke atas pangkuannya.
“Kita akan punya anak, Jeff. kita akan memiliki keluarga kecil yang
utuh.” Tambah Kayla. kali ini dia terisak bahagia. Sementara Jeff menciumi
pipinya. Kedua matanya basah dengan air mata.
Jeff menangis dan seakan dia berada diantara jurang kematian dan
kehidupan. Pertama, Dia bahagia karena dia akan menjadi seorang ayah. Kedua,
dia sedih karena bisa saja dia tidak bisa melihat calon anaknya yang sekarang
bersemayam di Rahim istrinya tumbuh besar. Atau bahkan lebih parah dari itu,
dia tidak akan pernah melihat anaknya. Masih terngiang di telinga Jeff semua
yang dikatakan dokter Marcus tadi pagi kepadanya. Semua kalimat yang keluar
dari mulut dokter Marcus telah merenggut semua asa dan harapan yang perlahan
tumbuh di hatinya, dia kembali layu seperti pohon yang tersambar petir atau
seperti rumput yang mati karena racun pestisida. Dia tidak bisa berbuat apa-apa
dan tidak bisa melawan takdir yang telah digariskan.
“Kanker itu telah menyebar ke semua jaringan lunak di dalam
tubuhmu, Jeff. hanya menunggu waktu kanker itu sampai ke organ-organ lainnya.”
Terang dokter Marcus dengan nada prihatin. “Saya tidak bisa berbuat apa-apa.
Hanya keajaiban Tuhan yang bisa menyelamatkanmu. Jangan pernah lupa untuk
berdoa dan tetaplah optimis.
Optimis? Bahkan seakan-akan Jeff telah hilang akal dan tidak pernah
tahu apa arti dari optimis. Dia tidak bisa mendefinisikan optimis setelah
mendengar semua apa yang dikatakan dokter marcus.
“Kau bahagia?” tanya Kayla yang tak lebih dari sebuah bisikan.
“Ya.” jawab Jeff pendek. Dia berani bersumpah bahwa dia tidak akan
pernah berbagi cerita kepada Kayla. dia tidak akan mengulang kalimat demi
kalimat dokter Marcus kepada Kayla-nya. Dia tidak akan pernah tega merusak
kebahagiaan istrinya itu. apa pun yang terjadi. Biarlah waktu yang akan
menjawabnya.
***
Malam itu Kayla terbangun dari lelapnya karena mendengar suara
batuk dan gemericik air dari wastafel ruang makan. Dia bangkit dari tidur,
mengucek mata dan dia tidak mendapati Jeff di sisinya.
“Jeff!”
Suara dengkungan batuk kembali terdengar dan disusul oleh suara
keran yang diputar. Kayla turun dari ranjang dan meraih kenop pintu. dia
melangkah menuju koridor dan melihat pintu ruang makan terbuka. Dilihatnya Jeff
tengah membungkuk di wastafel.
“Jeff, apakah kau baik-baik saja?” tanya Kayla dengan nada
khawatir.
“Ya. aku baik-baik saja.” jawab Jeff cepat. Setelah itu Jeff
berkumur-kumur dan mencuci wajahnya. “Kembalilah tidur, nanti aku akan
menyusul.”
“Kau kenapa?” masih ada nada khawatir.
“Seperti biasa, aku hanya sesak napas, sayang.” Jawab Jeff. dia
masih menunduk dan tidak berani membalikan badannya.
“Perlu aku temani?” tawar Kayla kemudian.
“Tidak perlu sayang. Kau harus istirahat. Demi bayi kita, ingat.”
Pinta Jeff.
Kayla tersenyum, mengangguk dan berlalu dari ambang pintu ruang
makan.
Setelah Jeff yakin istrinya telah pergi. Dia segera melepas kaus
putihnya yang penuh dengan bercak darah. Dia hanya tidak ingin membuat Kayla
takut dan terkejut. Dia tidak ingin Kayla terguncang sehingga hal itu bisa
berpengaruh kepada perkembangan janin yang ada di rahimnya.
Belasan menit yang lalu, Jeff terbangung karena merasakan desakan
yang begitu kuat di dadanya. Dadanya seperti memompa cairan hingga menuju
tenggorokan. Dan setelah itu dia merasakan hawa logam darah di ujung lidahnya.
Dia tidak mampu menahan semburan darah dari tenggorokan sehingga membasahi
bagian depan kaus putihnya. Menyingkap selimut, berlari menuju wasteful dan
memuntahkan semua gumpalan merah dan semburan darah yang mengucur deras dari
mulutnya.
Setelah yakin dia telah selesai, Jeff kembali ke kamar, menutup
pintu, menyelimuti dirinya dan berbaring miring menghadap Kayla yang kini
kembali tertidur pulas. Melihat Kayla dalam lelap seakan menjadi obat dari
semua derita dan kekhawatirannya. Dia menekuri setiap inci wajah istrinya
dengan penghayatan yang begitu purna. Rambut cokelatnya, kulitnya yang sewarna
zaitun dan selembut beludru dan napasnya yang begitu damai. Dia menginginkan
Kayla sepenuhnya dan dia tidak akan pernah siap untuk berpisah dengan Kayla dan
calon bayinya. Tapi apa yang dia bisa jika takdir mengatakan sebaliknya. Jeff
kembali terisak dalam diam, berharap Kayla tidak kembali terbangun untuk yang
kedua kalinya dan mencoba memejamkan mata.
Tapi desakan di dadanya kembali muncul. Kali ini disertai sakit
kepala yang luar biasa. Jeff tidak bisa melawan. Dia terbeliak, mengerang dan
terus mengerang. Sementara Kayla masih pulas disampingnya.
***
Kayla terbangun ketika jam weker di atas nakas berbunyi dengan
nyaring. Yang pertama kali dia lakukan adalah menggapai weker dengan tangan
kirinya dan berusaha menekan tombolnya, dia masih punya waktu setengah jam
hingga waktu subuh tiba. Biasanya Jeff bangun terlebih dahulu, tapi kali ini
sisi tubuhnya menyentuh bagian tubuh Jeff. itu artinya Jeff masih pulas
disampingnya. Dia berpikir Jeff masih pulas karena semalam terganggu dengan
sesak napas yang dia derita.
“Jeff! Kau masih tidur?”
Tidak ada jawaban. Tidak ada dengkuran. Padahal dia tahu Jeff
selalu mendengkur pelan ketika dia sedang pulas dalam tidurnya.
“Jeff!!”
Jeff masih tidak menjawab, tidak pula menggerakan tubuhnya, tidak
pula mendengar dengkurannya.
Kayla merasa aneh dan dia segera menegakan punggungnya dan
menolehkan kepalanya. Sepersekian detik setelah itu dia menjerit
sejadi-jadinya. Memeluk Jeff dengan erat dan menyebut namanya berulang-ulang.
Dia menangis tersedu-sedu, menodai kesunyian waktu fajar dengan tangisan yang
menyayat hati. Sementara Jeff tidak bergerak di bawah pelukannya. Dengan mata
yang sedikit terbuka, dan cipratan muntahan darah yang membasahi kaus dan
seprei putih mereka.
No comments:
Post a Comment