28 Jan 2019

Sastra Lendir yang Bikin Ilfil



Sebenarnya saya berat hati mengatakan bahwa karya-karya fiksi yang memuat adegan tak senonoh sebagai karya sastra. Mengingat orang-orang sekuler mengatakan sastra itu tak mengenal batas-batas norma, maka disini saya akan mencoba meluruskannya. Siapa saya? Saya bukan pemerhati sastra? Saya bukan penulis beken? Hanya penulis amatiran. Tapi terlepas dari semua itu, saya tegaskan bahwa saya sangat tidak setuju jika fiksi yang memuat adegan panas disebut karya sastra. Bagi saya, karya tulis semacam itu tak lebih dari karya sampah yang rendah mutu.

Memang, seks tidak selamanya tabu dan amoral jika berada dalam rel yang benar. Pun dalam karya sastra, deskripsi seksual tidak dilarang selama tidak membawa fantasi pembaca kepada dunia erotisme yang penuh gairah. Lebih tepatnya bisa menulis seksualitas dalam bahasa kiasan yang lebih beradam dan santun.

Sayangnya, banyak diantara sastrawan kita-semua rerata sastrawan sekuler- begitu bebas memasukan unsur seksualitas yang sangat erotis dalam karya-karya mereka. Sebutlah novel Saman (Ayu Utami), Jangan Main-Main Dengan Kelaminku (Djenar Maesa Ayu), Wajah Sebuah Vagina (Naming Pranoto), Kuda Ranjang (Binhad Nurrohmat) dll. Melihat dari judulnya saja kita sudah bisa memastikan bahwa karya itu tak jauh dari urusan selangkangan, kelamin dan lendir.
Saya berani mengatakan bahwa karya-karya tersebut tercela dan tabu bagi masyarakat kita mengingat isinya yang binal dan vulgar. tidak layak untuk dibaca dan lebih layak untuk dibakar. (maaf saya frontal).

Dengan adanya karya-karya sastra sampah seperti itu, seksualitas tidak lagi menjadi satu hal yang suci dan sakral. Mereka menggiring benak pembaca untuk berpola pikir bahwa seks adalah kebutuhan manusia sebagai makhluk hidup yang harus ditunaikan, bagaimana pun caranya.
Saya biasa menemukan ‘sastra lendir’ dalam novel-novel terjemahan harlequin dan contemporary romance yang biasa diterjemahkan oleh penerbit Elex Media dan Gramedia. Betapa saya harus menahan nafas ketika menemukan banyak sekali deskripsi erotis yang begitu ‘menggairahkan.’ Mau tak mau saya harus skip bagian tersebut walau godaan untuk membacanya sangat besar. Atau paling tidak saya berhenti membacanya dan mencomot buku lain.

Dan baru-baru ini saya tercengang ketika ada anggota grup kepenulisan facebook yang berani menulis sastra lendir. Lebih mencengangkan lagi dia seorang wanita yang berhijab. Mungkin kepalanya saja yang berhijab, tapi isi otaknya tak lebih dari urusan kelamin dan selangkangan.
Orang ini koar-koar bahwa pembaca yang mengkritik karyanya memiliki otak mesum sehingga menganggap karya tulisnya ‘jorok.’ Nah, siapa sebenarnya yang mesum. Tentu saja orang normal akan terangsang dengan membaca karyanya. Hanya saja yang jadi soal adalah bagaimana dia tidak menggiring pembaca untuk memikirkan urusan kelamin.  

Mari kita analogikan dengan narkoba. Apakah kita akan menyalahkan konsumen ganja yang membeli ganja sementara membiarkan pengedar ganja berkeliaran. Jadi, jika berpikir pakai otak. Oh iya, maklum, otaknya hanya berisi kelamin, selangkangan dan lendir. Jadi tidak bisa berpikir normal.

Ciapus, 290119
Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

2 comments: