4 Feb 2019

Rajutan Ukhuwah Felix Siauw dan Salim A Fillah



Bersatu dalam perbedaan adalah bukan satu hal yang mustahil, selama perbedaan itu bukan dalam wilayah atau tataran ushul. Bersatu dalam perbedaan justru akan membuat persatuan itu menjadi satu konsolidasi yang begitu kuat dan menggairahkan.

Cobalah kita belajar dari seorang Felix dan seorang Salim.

Felix yang tumbuh dari halaqoh Hizbut Tahrir bisa berangkul mesra dengan Salim yang lahir dari liqo tarbiyah partai Islam PKS. Lebih dari itu kita tahu bahwa Hizbut Tahrir memiliki pandangan bahwa demokrasi itu haram, tak terkecuali partai islam yang mengadopsi demokrasi sebagai jalan dakwahnya. Kita juga sama-sama tahu bahwa PKS adalah partai islam yang eksis di kancah perpolitikan kita.

Tapi, dengan perbedaan yang kentara ini, Felix dan Salim  bisa membuktikan bahwa mereka bisa bersatu padu layaknya gula dan kopi yang berpadu dalam panasnya air di dalam cangkir. Mereka saling bersinergi dalam kesatuan dakwah terlepas berpedaan yang mereka miliki. Ibarat kata, kita bebas memilih untuk menggunakan kendaraan apa pun yang kita inginkan untuk mencapai tujuan.  Mungkin kau berselera memakai kereta untuk sampai ke Jakarta, tapi aku memilih menggunakan bis untuk menggapai Jakarta.

Dan tak cukup sebatas persahabatan dalam ukhuwah islam. Felix dan Salim juga berkolaborasi dalam karya dan literasi untuk mengedukasi ummat. Maka lahirlah buku ‘Bersamamu Di Jalan Dakwah Berliku’ buah karya mereka berdua.

Saya berharap, semoga di masa yang akan datang, tidak ada lagi ustadz-ustadz yang seenak udel menuding sana-sini dan menyesatkan si fulan dan si fulan hanya karena berbeda dalam berdakwah.

Ada beberapa kutipan indah yang ingin saya bagi kepada kalian dari buku kolaborasi tersebut,

“Kita lebih berhajat pada sedikit adab daripada berbanyak pengetahuan. Adapun ilmu yang kuhimpun dari seluruh penjuru raya selama dwidasawarsa,” simpulnya, “sama sekali tak bernilai tanpa adab yang kulatihkan sebelumnya.” [Abdullah bin Mubarak]
Yang mempelangikan perbedaan pemahaman menjadi lapis-lapis keberkahan adalah adab.

Para da’i “di atas ilmu yang jernih” amat menginsyafi, bahwa sudah selaiknya ilmu mengangkat adab diri ke ufuk tinggi, lalu mempertautkan jiwa-jiwa mereka dalam kerendahan hati, betapa pun ada perbedaan yang tiada dapat dipaksa untuk satu sehati.

Moga Allah ridhai mereka semua; yang luas ilmunya, dalam fikihnya, lapang dadanya, indah adabnya, dan jelita akhlaqnya. Moga kita dimampukan meneladaninya. Hari ini di jalan dakwah, kita dan mereka bagai bumi dan langit dalam ilmu. Maka dalam adab dan akhlaq, mari mengupayakan jadi cermin pemantul para mentari itu. Ya Allah, kami memohon cinta-Mu, cinta orang-orang yang mencintai-Mu, dan cinta kepada segala yang mendekatkan kami pada cinta-Mu.
Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment