Bersatu dalam perbedaan adalah bukan satu hal yang mustahil,
selama perbedaan itu bukan dalam wilayah atau tataran ushul. Bersatu dalam
perbedaan justru akan membuat persatuan itu menjadi satu konsolidasi yang
begitu kuat dan menggairahkan.
Cobalah kita belajar dari seorang Felix dan seorang Salim.
Felix yang tumbuh dari halaqoh Hizbut Tahrir bisa berangkul
mesra dengan Salim yang lahir dari liqo tarbiyah partai Islam PKS. Lebih dari
itu kita tahu bahwa Hizbut Tahrir memiliki pandangan bahwa demokrasi itu haram,
tak terkecuali partai islam yang mengadopsi demokrasi sebagai jalan dakwahnya. Kita
juga sama-sama tahu bahwa PKS adalah partai islam yang eksis di kancah
perpolitikan kita.
Tapi, dengan perbedaan yang kentara ini, Felix dan Salim bisa membuktikan bahwa mereka bisa bersatu
padu layaknya gula dan kopi yang berpadu dalam panasnya air di dalam cangkir. Mereka
saling bersinergi dalam kesatuan dakwah terlepas berpedaan yang mereka miliki. Ibarat
kata, kita bebas memilih untuk menggunakan kendaraan apa pun yang kita inginkan
untuk mencapai tujuan. Mungkin kau
berselera memakai kereta untuk sampai ke Jakarta, tapi aku memilih menggunakan
bis untuk menggapai Jakarta.
Dan tak cukup sebatas persahabatan dalam ukhuwah islam.
Felix dan Salim juga berkolaborasi dalam karya dan literasi untuk mengedukasi
ummat. Maka lahirlah buku ‘Bersamamu Di Jalan Dakwah Berliku’ buah karya mereka
berdua.
Saya berharap, semoga di masa yang akan datang, tidak ada
lagi ustadz-ustadz yang seenak udel menuding sana-sini dan menyesatkan si fulan
dan si fulan hanya karena berbeda dalam berdakwah.
Ada beberapa kutipan indah yang ingin saya bagi kepada
kalian dari buku kolaborasi tersebut,
“Kita lebih berhajat pada sedikit adab daripada berbanyak
pengetahuan. Adapun ilmu yang kuhimpun dari seluruh penjuru raya selama
dwidasawarsa,” simpulnya, “sama sekali tak bernilai tanpa adab yang kulatihkan
sebelumnya.” [Abdullah bin Mubarak]
Yang mempelangikan perbedaan pemahaman menjadi lapis-lapis
keberkahan adalah adab.
Para da’i “di atas ilmu yang jernih” amat menginsyafi, bahwa
sudah selaiknya ilmu mengangkat adab diri ke ufuk tinggi, lalu mempertautkan
jiwa-jiwa mereka dalam kerendahan hati, betapa pun ada perbedaan yang tiada
dapat dipaksa untuk satu sehati.
Moga Allah ridhai mereka semua; yang luas ilmunya, dalam
fikihnya, lapang dadanya, indah adabnya, dan jelita akhlaqnya. Moga kita
dimampukan meneladaninya. Hari ini di jalan dakwah, kita dan mereka bagai bumi
dan langit dalam ilmu. Maka dalam adab dan akhlaq, mari mengupayakan jadi
cermin pemantul para mentari itu. Ya Allah, kami memohon cinta-Mu, cinta
orang-orang yang mencintai-Mu, dan cinta kepada segala yang mendekatkan kami
pada cinta-Mu.
No comments:
Post a Comment