Pemberontak Houthi/en.thegreatermiddleeast.com
MALAM tadi saya iseng membenahi rak perpustakaan kantor.
Tetiba menemukan majalah NU 'Risalah'. Kok tumben ada majalah NU nongol disini?
Begitu pikirku. Ini pertama kalinya saya membaca media NU. Majalah Risalah yang
tidak saya temukan itu tepatnya majalah Risalah edisi 30 tahun 2011. Sudah cukup
lama memang, tapi karena konflik sectarian di Yaman masih berlangsung hingga
saat ini, maka saya tergelitik untuk menyoroti bagaimana pandangan majalah
tersebut –sebagai representasi media NU-dalam menyoroti konflik di yaman.
Iseng saya buka-buka dan baca. Saya tertarik dengan artikel
yang menyoroti konflik sektarian Yaman. Tepatnya di rubric Alam Islami saya
menemukan artikel dengan judul ‘Perseteruan Agama di Yaman.’
Disini saya terkejut, alih-alih menyalahkan Syiah Houthi
sebagai pemberontak, NU malah menyalahkan 'Salafi' yang mereka anggap sebagai
pengacau kedamaian. Kupikir, ini logika terbalik.
Mari saya kutip beberapa kalimat tendensius di artikel
tersebut.
Di bagian sub-bab ‘Banyak musuh’ penulis menulis,
“Kehadiran salafi membuat kerenggangan dan ketegangan antara
kelompok sunni dan syiah yang sudah ratusan tahun hidup berdampingan di Yaman.”
Masih dalam artikel yang sama, disebutkan sebelum Salafi
punya pengaruh, Syiah dan Sunni bisa hidup berdampingan dan damai.
Saya jadi greget. Justru Syiah Houthi kuat dan memberontak
karena ada dukungan Iran. Ketika Houthi belum menjadi kekuatan yang besar,
mereka bermanis muka di hadapan sunni.
Akhirnya saya menyimpulkan.
✓ Kedengkian menyebabkan mereka menyalahkan saudara muslim,
dan membela musuh yang sesungguhnya. Tetiba saya jadi teringat kata Aqil
Siradj, "Orang NU yang tidak mengamalkan amalan Syiah, itu goblok."
Nah, sampai disini bisa menyimpulkan sendiri.


No comments:
Post a Comment