Pernahkah kita
merasakan penyesalan yang sangat mendalam. Saya rasa hampir setiap orang pernah
memiliki pengalaman dimana dia pernah menyesal. Terlepas apa yang melatari
penyesalannya dan bagaimana dia menyikapi penyesalan yang membuatnya tidak
bahagia, yang jelas setiap orang pernah merasakan bagaimana ‘menyesal’ dalam
hidup mereka.
Ada diantara
penyesalan tersebut yang memang wajar dan sudah seharusnya kita menyesal. Tapi ada
juga penyesalan yang sudah melewati batas sewajarnya. Sehingga tak heran jika
ada orang yang bunuh diri karena ‘menyesal’ telah hidup di dunia.
Banyak
penyesalan yang mengungkung setiap jiwa karena apa yang dia harapkan tidak
tercapai. Menyesal karena gagal
mempersunting wanita jelita yang menjadi idaman. Mungkin si wanita menolaknya
atau sudah lebih dulu disalip oleh lelaki lain. Menyesal karena hasil panen
gagal, padahal dari hasil panen itulah dia makan dan mendapatkan uang sebagai
hasil penjualan di musim panen. Menyesal karena telah menikah dengan pasangan yang
tidak memuaskan. Dan beribu-ribu jenis
penyesalan yang menyempitkan pikiran, menyesakan dada, dan membuat perih
kenangan.
Tapi, Sedikit
sekali diantara kita yang bisa menyesal tentang hari-harinya yang hilang,
sementara dia tidak beramal, atau amalnya stagnan.
Abdullah bin
Mas'ud ra pernah bertutur,
"Tiada
penyesalan yang lebih aku rasakan dalam hidup ini, daripada penyesalan saat kusaksikan
matahari telah terbenam (di ufuk barat). Di mana jatah usiaku telah berkurang
(pada petang itu), namun amal (shalih)-ku tidak bertambah karenanya."
(Kaifa tuthilu umraka al intaji, DR. Muhammad Ibrahim al-Na'im).
Tanamkanlah
rasa sesal yang sangat ketika kita terlambat beramal. Tanamkanlah rasa sesak
ketika kita tidak juga bisa menambah kualitas ibadah kita, dan selalu berbuat
kesalahan. Maka, penyesalan seperti itu tidak sia-sia. Bahkan berpotensi
pahala.
Wajar saja
kita menyesal ketika gagal dalam mendapatkan satu perkara yang kita inginkan
dan sangat kita harapkan. Tapi jangan jadikan penyesalan itu semakin menenggelamkan
kita dalam kubangan putus asa. Ada Alloh subhanahu wata'ala yang membersamai
kita. dan kita tanamkan dalam jiwa kita bahwa penyesalan terbesar adalah ketika
kita tidak bisa mendapatkan surga-Nya.
No comments:
Post a Comment