Sejak saya
merantau ke bogor, saya sudah cukup nyaman dengan tinggal di rumah yang
disewakan alias kostan. Begitu juga dengan teman-teman lainnya yang sama-sama
ngekost. Bahkan teman-teman saya berseloroh bahwa lebih enak ngekost dibanding
tinggal di rumah sendiri. jika ada genteng yang bocor, tinggal panggil yang
punya rumah. Jika ada tembok yang retak atau air macet tinggal complain sama
yang punya. Jika sudah tidak betah, tinggal nyari rumah kostan baru yang lebih
nyaman. Nyaman buat menetap dan nyaman di dompet tentunya.
Dan ngobrolin
tentang rumah yang disewakan, saya jadi ingin berfilosofi tentang kehidupan
kita di dunia ini.
Sejatinya dunia
ini adalah rumah yang disewakan. Karena rumah sewaan atau kontrakan, meski kita
merasa memilikinya, itu hanya perasaan saja. dan apa pun yang kita lakukan dan
apa pun yang kita bisa nikmati di dalamnya, pada akhirnya kita akan meninggalkannya.
Sementara itu, akhirat adalah rumah kita yang sebenarnya. Maka jangan anggap remeh mereka yang
merasa hidupnya sebagai penghuni rumah kontrakan sehingga tidak pernah
merasakan hal-hal yang layak dinikmati. Banyak diantara mereka yang hidup penuh
dengan kesederhanaan, tidak berharta dan tidak memiliki kedudukan, pun tidak
dihormati orang di dunia, tapi mereka mendapatkan kemuliaan di akhirat.
Mereka membangun
rumahnya dengan tasbih, istifghfar, dan sodakoh serta kalimat tayibah. Mereka selalu
melakukan kebajikan untuk tabungan sebagai bekal membangun istana impian di
surga kelak.
Tapi, bukan
berarti dengan tulisan ini saya menyatakan anti dunia. Justru kita sedang hidup
di dunia, maka kita harus mencari dunia sebagai sarana ibadah kita. haji
membutuhkan harta, pun dengan sedekah dan membantu orang lain. Yang jadi inti
pokoknya adalah, dimana kita menyimpan dunia itu, di hati atau di tangan kita?
No comments:
Post a Comment