Malam tadi di komplek perumahan saya terjadi pemadapan
listrik sementara sehingga untuk beberapa jam lamanya saya harus menerangi kotsan
saya dengan cahaya lilin. Hmm, berbicara tentang lilin, saya ingin mencoba
mengulik filosofi dari sebatang lilin yang menyala.
Lilin adalah benda yang rela terbakar demi menerangi
sekitarnya.
Begitulah seharusnya kita, kita rela berkorban demi kebaikan
orang-orang yang berada di sekitar kita. orang tua rela berkorban demi
anak-anaknya, atau anak-anak yang rela berkorban demi orang tua tercinta, atau
pasangan yang rela berkorban demi suami atau istrinya, sejatinya mereka seperti
lilin-lilin kehidupan yang membuktikan makna cinta dan kebermanfaatan.Mereka mampu
merenangi, menghangatkan dan memberi harapan kepada orang-orang yang mereka
cintai dengan cahaya cintanya.
Tapi filosofi ini juga bisa bermakna negatif dalam sudut
pandang yang lain. Lilin rela membakar dirinya sendiri demi menerangi
sekitarnya bisa juga kita jadikan analogi untuk mereka yang mempedulikan
kebaikan untuk orang lain, tapi dia sendiri melupakan kebaikan itu sendiri
sehingga dia ‘terbakar’. Ada orang yang begitu giat mengajak kepada kebenaran
(ammar ma’ruf) tapi dia sendiri tidak mau mengamalkan kebenaran yang dia
dakwahkan. Ada juga orang yang melarang orang lain dari kemungkaran (nahi
mungkar) tadi dia sendiri menikmati kemungkaran tersebut. Maka sejatinya dia
seperti lilin, menerangi orang lain, tapi membakar diri sendiri menuju
kebinasaan. Karena kelak dia akan terbakar dalam api neraka.
No comments:
Post a Comment