Hal yang paling berkesan ketika mengingat kampung halaman
adalah ketika musim hujan tiba. Kenapa saya berkesan dengan musim hujan di
kampung? Karena di musim hujanlah saya menemukan banyak aroma nostalgia yang
menyelusup dalam relung kenangan di benak saya. Saya mengingat bau jerami basah
yang khas dan suara tetesan air di atap, saya mengingat dengan baik suara
gemericik air selokan yang meluap di samping rumah dan tentu saja korekan katak
di pesawahan dan kolam yang jaraknya beberapa meter dari rumah panggung emak
dan bapak.
Korekan katak itu seperti orchestra yang selalu mengiringi
musim penghujan di kampung saya. Katak-katak itu selalu ramai mengorek
menyeramarakan malam yang dingin. Mungkin mereka merayakan musim kawin dan musim
bertelur. Dan ternyata benar, besoknya saya akan melihat telur-telur katak di
pinggiran kolam ikan milik bapak saya.
Berbicara tentang katak, saya ingin berbagi filosofi dari
makhluk amfibi ini.
Pertama, katak jika melompat selalu kedepan, ia tak pernah
melompat ke samping seperti kepiting atau melompak ke belakang seperti binatang
undur-undur. Katak selalu melompat ke depan apa pun yang terjadi. Ini memberi
pelajaran kepada kita bahwa pemikiran kita harus selalu ke depan dan jangan
terkungkung oleh masa lalu yang suram. Pun jangan terlena dengan masa lalu yang
membahagiakan.
Kedua, katak mengalami evolusi. Mulai dari telur, berudu
hingga menjadi katak dewasa. Proses pertumbuhan dan perubahan katak ini
mengajarkan kepada kita arti penting kesabaran dalam proses perubahan dan
pembelajaran. Pertama, katak hanyalah seekor kecebong yang lemah dan hanya bisa
meliuk di air layaknya ikan, tapi pada saatnya nanti bisa meloncat tinggi. Bahkan
ada katak yang bisa meloncat melebihi satu meter tingginya.
Ketiga, katak adalah hewan amfibi yang bisa hidup di dua
alam, di air dan di darat. Ini mengajarkan kita arti penting sikap hidup
dinamis dan fleksibel dalam menghadapi perubahan situasi, kondisi dan zaman. Kita
hendaknya memiliki daya adaptasi yang tinggi sebagaimana katak yang mampu bebas
hidup di air dan di darat. Ketika di air dia tak pernah kehabisan oksigen dan
ketika di darat dia tak akan pernah melupakan air.
Menutup filosofi katak, saya ingin berbagi cerita tentang
kisah induk katak dan anaknya.
Alkisah, ada seekor anak katak merasa sangat takut saat
langit tiba-tiba menjadi gelap gulita. Tidak seperti biasanya, langit telah
kehilangan warna birunya.
“Bu, apa kita akan binasa. Kenapa langit tiba-tiba menjadi
gelap?” ucap si anak katak sambil berpegang erat pada induknya.
Sang induk menjawab dengan senyuman, “Anakku, itu bukan pertanda
kebinasaan kita. Justru, itu pertanda baik.” jelas induk katak. Dan anak katak
itu pun mulai tenang. Namun, ketenangan itu tak berlangsung lama. Tiba-tiba
angin bertiup kencang. Lagi-lagi, suatu pemandangan menakutkan buat si katak
kecil.
“Ibu, itu apa lagi?” tanya si anak katak sambil bersembunyi.
“Anakku. Itu cuma angin,” ucap sang induk, “Itu juga
pertanda kalau yang kita tunggu pasti datang!” tambahnya dengan tenang.
BLARR….!!!
Petirpun menyambar dengan suaranya yang menggelegar. Kilatan
cahaya putih menjadikan suasana begitu menakutkan.
“Ibu, itu apa lagi? Apa itu yang kita tunggu?” tanya si anak
katak lagi.
“Sabar, anakku!” ucap induk katak menenangkan anaknya, “Itu
cuma petir. Itu tanda ketiga kalau yang kita tunggu tak lama lagi datang!
Keluarlah. Pandangi tanda-tanda yang tampak menakutkan itu. Bersyukurlah,
karena hujan tak lama lagi datang,” ungkap sang induk katak dengan tenang.
Anak katak itupun keluar dari balik tubuh induknya. Ia
mendongak, memandangi langit yang hitam, angin yang meliuk-liuk dan sambaran
petir yang begitu menyilaukan.
Tiba-tiba, ia berteriak kencang, “Ibu, hujan datang!“
Terkadang, anugerah kehidupan itu harus datang setelah semua
badai kehidupan datang menerpa kita. Semua kebahagiaan tidak selalu diiringi
dengan jalan mulus berkarpet merah. Tapi semua kebahagian dan kesuksesan yang
akan kita tuai harus diawali dengan jalan terjal yang curam dan berkerikil.
No comments:
Post a Comment