Kebahagiaan sering kali
datang di saat-saat yang paling tidak
terduga. Memang kebahagiaan itu ada di hati kita, kebahagiaan itu suatu pilihan
yang bisa kita hadirkan, akan tetapi terkadang gelombang kebahagiaan itu datang
menyentak sehingga kita pun takjub dengan kedatangannya.
Kebahagiaan tidak terduga karena kebahagiaan itu sendiri takdir
Allah subhanahu wata'ala yang telah direncanakan. Ketentuan Allah yang kita
pandang menyakitkan bisa jadi menjadi awal dari kebahagiaan yang kita
harapkan. Saya jadi teringat ayat
al-quran yang sangat luar biasa,
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan
boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah
mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 216).
Di antara kaidah yang ditunjukkan oleh Al-Qur’an dan hadits Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah barangsiapa yang meninggalkan sesuatu
karena Allah Ta’ala, maka Allah Ta’ala akan menggantinya dengan sesuatu yang
jauh lebih baik.
Dalam hadits riwayat Imam Ahmad, diceritakan tentang seorang lelaki
dari penduduk Arab Badui yang berkata,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang kedua tanganku.
Beliau pun mulai mengajarkan aku dari ilmu yang Allah Ta’ala wahyukan kepada
beliau. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Sesungguhnya tidaklah
Engkau meninggalkan sesuatu karena ketakwaan kepada Allah Ta’ala, kecuali Allah
pasti akan memberikan sesuatu sebagai pengganti yang lebih baik darinya.” (HR.
Ahmad)
Nah, marilah kita belajar dari peristiwa hijrah sang tercinta
Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam beserta para sahabat. Mereka berhijrah
dari Mekah menuju tanah harapan dan tanah tempat menanam asa bernama Yatsrib
yang kelak berganti nama menjadi Madinah al-Munawaroh. Mereka meninggalkan
kampung tercinta, tumpah darah mereka dengan hati yang berat dan kesedihan yang
tidak tergambarkan. Sebagian sahabat harus meninggalkan harta bendanya,
sebagian harus meninggalkan anggota keluarganya yang tidak mampu melakukan
hijrah. Tapi kesedihan dan berat hati itu tidak bisa melawan keimanan mereka.
Mereka telah meninggalkan kesenangan yang mereka miliki sehingga
Allah subhanahu wata'ala pun menggantinya dengan limpahan rizki dan kemuliaan
serta kejayaan. Jika tidak ada perintah hijrah ke Madinah, sepertinya mustahil
umat Islam mampu melakukan konsolidasi yang apik dan rapi. Jika tidak ada
perintah hijrah, mustahil ada peristiwa fathu Makkah.
***
Marilah kita memetik hikmah dari kisah seorang pemuda yang memiliki
tubuh seharum kesturi. Dia tidak membubuhkan minyak kesturi di tubuhnya, tapi
justru aroma itu menguar secara alami dari tubuhnya. Mungkin diantara pembaca
sudah ada yang mengetahui kisahnya. Akan tetapi izinkan saya untuk
mengisahkannya kembali disini, tak lain untuk bisa menggambarkan dengan jelas
dan lugas makna hadits Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam, “Sesungguhnya
tidaklah Engkau meninggalkan sesuatu karena ketakwaan kepada Allah Ta’ala,
kecuali Allah pasti akan memberikan sesuatu sebagai pengganti yang lebih baik
darinya.”
Dalam Kitab Al Akhlaq Al Islamiyyah Lin Nasyi’in ada sebuah
kisah yang indah menggetarkan jiwa. Kisah ini terjadi di tanah Syam. Ini adalah
kisah ketakwaan seorang pemuda. Seorang pemuda yang bekerja sebagai penjual
kain keliling. Ia berkeliling dari satu daerah ke daerah. Dari satu kawasan ke
kawasan lain. Dari lorong ke lorong. Dari rumah ke rumah. Ia berkeliling sambil
memanggul kain dagangannya. Akhirnya masyarakat mengenalnya sebagai Si Penjual
Kain Keliling.
Diantara kelebihan pemuda ini adalah postur tubuhnya yang gagah.
Kulitnya yang putih. Wajahnya yang mempesona. Dan keramahannya yang luar biasa.
Sehingga siapapun yang melihatnya akan terpesona karenanya. Itulah karunia
Allah yang dianugerahkan kepadanya.
Suatu hari, ketika ia sedang berkeliling menjajakan dagangannya,
tiba-tiba ada seorang wanita memanggilnya. Ia pun segera menghampiri. Wanita
ini menyuruhnya masuk ke dalam rumah. Rumah itu sangat mewah. Agaknya wanita
itu termasuk golongan bangsawan. Begitu masuk rumah, dengan sebuah kelihaian
wanita itu bisa mengunci pintu. Wanita itu sangat terpesona dengan ketampanannya.
Wanita itu telah lama tergila-gila padanya. Sudah berkali-kali diam-diam wanita
itu memandangi ketampanannya ketika pemuda itu lewat di depan rumahnya.
Wanita itu berkata, “Sebenarnya aku memanggilmu tidak untuk membeli
barang daganganmu, tapi semata karena aku sangat mencintaimu. Selama ini aku
tergila-gila pada ketampananmu.”
Pada saat itu, tak ada seorang pun didalam rumah selain mereka
berdua. Wanita bangsawan itu dengan penuh harap merayunya untuk berzina. Sang
pemuda pun mengingatkannya dan menakutinya akan pedihnya siksa Allah. Namun,
semua usahanya sia-sia belaka. Setiap perkataan yang diucapkan pemuda itu
justru membuat wanita itu semakin menggila dan nekat. Wanita itu justru semakin
tertantang untuk menaklukkan pemuda itu. Namun pemuda itu tak bergeming dengan
keimanannya. Ia menolak dengan tegas.
Karena sang pemuda tetap saja menolak, wanita itu mengancam, “Jika
kamu tidak menurut apa yang kuperintahkan, aku akan berteriak sekeras-kerasnya
dan mengatakan kepada orang-orang bahwa ada orang yang masuk kerumahku dan
ingin memperkosaku. Mereka pasti mempercayai ucapanku karena kedudukanku dan
karena kamu telah memasuki rumahku. Akibatnya kamu akan binasa. Kau akan
dianggap penjahat paling nista! ”
Wanita itu mengancam dengan serius. Pemuda itu terus berfikir
bagaimana mencari jalan keluar. Ia tak mau maksiat tapi juga tak mau mengalami
hal yang konyol. Diserapahi orang banyak sebagai penjahat sungguh hal yang
sangat menyakitkan. Beberapa detik kemudian sekonyong-konyong terbitlah ide
nekatnya. Terkadang tindakan nekat harus dilawan dengan nekat juga. Sambil
tersenyum ia berkata, “Baiklah. Bolehkah aku ke kamar mandi untuk bersih-bersih
dahulu ? Lihatlah tubuhku penuh dengan peluh yang baunya tidak sedap!”
Begitu mendengar ucapannya, wanita tersebut sangat gembira karena
mengira ia akan menuruti keinginannya dan berkata dengan hati meluapkan
kegembiraan, “O tentu saja boleh, aduhai kekasihku dan belahan jiwaku. Sungguh
ini adalah kesempatan luar biasa.”
Sang pemuda pun segera masuk ke kamar mandi, ia mengatakan itu tadi
sekedar untuk menyelamatkan diri sesaat. Mencari tempat yang tenang untuk
berfikir. Sampai di dalam kamar mandi tubuhnya gemetar karena takut terjatuh
pada kemaksiatan.
Ia pasrah kepada Allah. Kemudian dengan tangan gemetar dia melumuri
tubuhnya dengan kotoran. Ya, dia melumuri tubuhnya dengan kotorannya sendiri
supaya wanita itu menjadi jijik kepadanya.
Seluruh rambutnya, mukanya, dada, tangan, dan semuanya. Ia sendiri
sebenarnya merasa jijik. Bahkan ia mual dan sempat muntah. Sambil menangis ia
berkata, “Ya Allah ya Rabbi, karena rasa takutku pada-Mulah aku melakukan ini !
maka gantikanlah untukku yang lebih baik.”
Lalu iapun keluar dari kamar mandi. Dan begitu wanita tersebut
melihatnya ia terkejut bukan main. Ia merasa jijik. Ia menjerit dan berteriak
dengan keras, “Keluarlah, hai orang gila ! Dasar pemuda gila, keluar kau jangan
kau kotori rumahku.”
Ia berjalan keluar dan berpura-pura bertingkah laku seperti orang
gila. Begitu sampai diluar ia cepat-cepat cari tempat yang aman. Ia takut
dilihat orang dan takut mereka akan menggunjingnya. Beberapa orang yang
melihatnya terheran-heran dan menertawakannya. Ia terus berjalan menuju
rumahnya lewat jalan yang sepi. Ia merasa sangat lega ketika sampai dirumahnya.
Ia langsung melepas pakaiannya dan segera masuk ke kamar mandi untuk
membersihkan seluruh tubuhnya.
Ketika ia keluar dari kamar mandi, Allah Subhanahu wa Ta'ala
menunjukkan kekuasan-Nya. Allah menjadikan bau harum yang luar biasa memancar
dari seluruh pori-pori tubuhnya hingga ajal menjemputnya. Bau itu tercium dari
jarak beberapa meter. Akhirnya ia dikenal dengan sebutan “Al-Miski” atau Orang
Yang Seharum Kesturi.
Kisah yang sangat menakjubkan bukan? Nah, mari kita simak kisah
yang kedua yang disebutkan oleh Ibnu
Rajab al-Hanbali dalam Kitabnya, Dzailuth Thabaqaat, tentang kisah al-Qadhi Abu
Bakar al-Anshary al-Bazzaz yang berkata,
“Saya tinggal di Mekah yang dijaga oleh Allah. Suatu hari aku
merasakan lapar. Akupun keluar untuk mencari rejeki yang bisa aku makan, namun
tidak juga mendapatkannya. Tatkala aku sedang berjalan, tiba-tiba aku menemukan
bungkusan sutera yang diikat dengan pita dari sutera yang mahal. Aku membawanya
pulang, dan kucoba membukanya. Ternyata di dalamnya terdapat kalung yang
terbuat dari mutiara, belum pernah aku melihat kalung sebagus itu. Aku segera
membungkusnya kembali dan mengikatnya seperti sedia kala.
Aku kembali keluar, tiba-tiba aku mendengar orang tua yang sedang
berhaji berseru, ”Barangsiapa yang
menemukan sebuah bungkusan yang ciri-cirinya begini dan begini, maka akan aku
beri hadiah 500 dinar emas.”
Aku berkata dalam hati, ”Saya sedang terdesak kebutuhan, apakah
sebaiknya aku mengambil dinar itu, dan mengembalikan bungkusan itu kepadanya,
ya?” Lalu aku berkata, ”Kemarilah, aku telah menemukannya.” Aku membawa orang
tua itu ke rumah, kutanyakan ciri-ciri bungkusan, tentang kalung mutiara,
jumlah barang dan sesuatu yang berada di dalamnya. Ternyata apa yang diutarakan
persis dengan apa yang kutemukan. Maka aku keluarkan bungkusan itu, dan
kuserahkan kepadanya. Diapun menyerahkan uang 500 dinar emas seperti yang ia
janjikan. Kukatakan kepadanya, ”Saya hanya menyampaikan amanah yang harus saya
kembalikan kepada Anda, saya tidak meminta upah.” Dia mendesakku untuk menerima
upah itu, sementara aku sudah berjanji untuk tidak mengambilnya sedikitpun.
Orang itu pergi meninggalkanku, lalu pulang ke negerinya setelah
menyelesaikan hajinya. Sedangkan saya makin terdesak kebutuhan. Hingga aku
memutuskan keluar dari Mekah dan mengarungi lautan dengan kapal tua bersama
segolongan orang. Di tengah laut, kapal kami diterpa ombak dan badai yang
dahsyat hingga kapalpun pecah. Orang-orang tenggelam, sementara Allah
menyelamatkan aku, di mana aku bisa berpegangan pada sebuah kayu, hingga aku
terdampar di sebuah pulau.
Aku memasuki pulau itu, dan ternyata di sana tinggal kaum muslimin
yang rata-rata masih awam, belum bisa membaca dan menulis. Aku mendatangi
masjid, shalat dan membaca al-Qur’an. Orang-orang yang berada di masjid
memerhatikan aku, lalu berkumpul mengerumuni aku. Setiap orang yang bertemu
denganku, memintaku untuk mengajarkan al-Qur’an kepadanya. Akupun mengajarkan
al-Qur’an kepada mereka. “Apakah Anda bisa membaca dan menulis?” Tanya
mereka. “Ya, bisa!” Jawabku. Merekapun
berkata, “Kalau begitu, ajarilah kami membaca dan menulis!” lalu mereka datang
dengan membawa anak-anak dan remaja mereka dan akupun mengajari mereka. Banyak
sekali faedah dari kegiatan yang saya lakukan. Hingga mereka ingin, agar aku
tetap tinggal bersama mereka. Mereka berkata, “Di tengah kami ada gadis yatim
yang baik dan kaya, kami ingin Anda menikahinya dan tetap tinggal bersama kami
di Pulau ini.” Awalnya aku menolak, namun mereka terus membujukku hingga akupun
menyanggupinya. Mereka mengadakan walimah untuk saya. Dan tatkala bertemu dengan
gadis itu, ternyata aku melihat kalung mutiara yang pernah kutemukan di Mekah
dahulu melingkar di lehernya. Aku keheranan dan terus memerhatikan kalung itu.
Hingga salah seorang keluarganya berkata, “Wahai Syeikh, Anda telah
menyinggung perasaannya, Anda tak sudi melihatnya, dan hanya melihat kalung
yang dikenakannya.” Buru-buru saya berkata, “Tentang kalung itu, ada kisah yang
saya alami.” “ Kisah apa itu?” Tanya mereka penasaran. Lalu saya bercerita
kepada mereka tentang kalung dan pertemuanku dengan orang tua yang memilikinya.
Usai aku bercerita, mereka tersentak dan meninggikan suara tahlil dan takbir.
Lalu saya bertanya, ”Subhanallah, apa yang terjadi atas kalian.” Mereka
berkata, ”Sesungguhnya orang tua yang bertemu denganmu itu adalah ayah dari gadis
ini. Beliau juga sempat bercerita perihal Anda setelah kembali dari haji.
Beliau berkata, ”Demi Allah, aku belum pernah melihat pemuda muslim sebaik
orang yang mengembalikan kalung itu, ya Allah kumpulkanlah aku dengannya, aku
ingin menikahkan ia dengan puteriku.” Sekarang beliau sudah meninggal namun
doanya telah dikabulkan oleh Allah.”
Subhanallah, beliau meninggalkan upah 500 dinar meskipun itu boleh,
demi kemuliaan yang lebih di sisi Allah, lalu Allah menggantikan beliau dengan
kalung mutiara sekaligus pemiliknya. Allah memberikan beliau ganti yang jauh
lebih baik.
Lagi-lagi, kisah ini membuktikan kepada kita satu kaidah yang
begitu indah, ”Barangsiapa meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah
akan memberikan untuknya ganti yang lebih baik.”
Yakinkah bahwa Allah subhanahu wata'ala tidak akan membuat kita
rugi selama kita menjaga keikhlasan dan membuat Allah ridho. Allah subhanahu
wata'ala akan selalu memberikan jalan keluar selama kita menjaga ketakwaan.
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan
baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezki dari arah yang tidak
disangka-sangkanya. (QS. ath-Thalaq 2-3)
Sebagai contoh ketika kita meninggalkan riba, maka Allah subhanahu
wata'ala tidak akan membiarkan kita bangkrut. Pun, tidak mungkin juga seseorang
jatuh miskin karena mereka meninggalkan
korupsi, curang dalam timbangan maupun
jual beli yang haram. Allah pasti memberi ganti yang lebih baik di dunia,
sebelum ganti yang lebih kekal di akhirat.
No comments:
Post a Comment