14 Jul 2018

Fatalnya Generasi Karbitan. Semakin ‘Berilmu’, Semakin Gampang Menghakimi



Saat ini bermunculan berbagai kajian keilmuwan. Dan hal ini juga diimbangi oleh semangat menuntut ilmu yang menggebu-gebu dari kalangan remaja muslim. Tapi terkadang, semangat menuntut ilmu ini tidak diimbangi dengan kerendahan hati. Alih-alih rendah hati, justru semakin banyak mengikuti kajian, rasa tinggi hati semakin menguasai hatinya. Pada ujungnya, dia menjadi komentator terhadap orang-orang sekitar yang dia anggap masih bodoh dan awam terhadap syariat.

Misal, ada perempuan yang berjilbab lebar atau bahkan bercadar yang nyinyir terhadap perempuan yang masih memakai jilbab pendek atau muslimah yang belum  berhijab. Walau saya yakin sangat-sangat sedikit orang dengan tipe seperti ini.

Orang-orang ini juga nyinyir terhadap anggota keluarga, kerabat, teman dan orang-orang sekitar yang dianggap belum mengenal sunnah dan masih bergelimang bid’ah.

Baru belajar tapi sombongnya minta ampun, merasa diri paling pintar sehingga menganggap remeh orang lain, hatta orang yang lebih tua dibanding dirinya. Dia meremehkan dan menganggap bahwa mereka semua salah tanpa pernah berdialog. Dia tidak memiliki kerendahan hati di tengah semangatnya yang memuncak dalam thalabul ilmi.

Kita telah kehilangan jalan bernama kerendahan hati dan kita lebih memilih jalan bernama tinggi hati. Dan ini adalah jalan orang-orang kafir. Karena kesombongan selalu lekat dengan orang-orang kafir yang menolak kebenaran.

Di dalam hatinya dia berkata, “Aku lebih tahu dibanding kamu. Aku belajar dari buku ini dan itu, dan kau hanya belajar dari buku semacam itu. Aku tahu buku semacam itu banyak syubhatnya.”

Padahal seharusnya, semakin berilmu kita, maka hendaknya semakin rendah hati terhadap orang lain. Ilmu tidak menjadi sebab kesombongan datang, karena apalah arti ilmu tersebut jika kesombongan menodainya. Itu bukan ilmu, tapi kepintaran dan wawasan yang sia-sia. Sungguh sayang seribu sayang.

Padahal seharusnya, semakin berilmu kita, maka semakin leghowo ketika melihat orang lain yang berbeda pandangan. Selama pandangan tersebut memiliki pijakan dalil yang jelas dan tidak keluar dari keidah kebenaran yang telah disepakati. Semakin paham terhadap ilmu, maka hendaknya semakin terbuka untuk berdialog dan saling menerima. Bukan semakin jauh dan semakin gampang menghakimi karena ego dan rasa iri dengki.

Terkadang, mereka begitu fanatik terhadap kelompoknya, syaikh, kitab yang dipelajari dan teman-teman yang satu jamaah dengannya. Mereka tidak akan pernah menimba ilmu dari ustadz atau syaikh di luar kelompoknya. Hatta, syaikhnya sendiri mengeluarkan rekomendasi ustadz atau syaikh yang harus diambil ilmunya, dan mengeluarkan list ustadz-ustadz yang harus dijauhi. Masya Allah! Mereka juga tidak akan pernah membaca karya-karya ustadz atau ulama di luar kelompoknya dengan alasan untuk menghindari syubhat yang ada di dalamnya.

Anak-anak muda yang sedang semangat dalam mengamalkan sunnah itu baru beberapa bulan membaca terjemahan dari shahih bukhori dan muslim, kemudian mereka dengan mulutnya yang pedas menghakimi orang-orang yang tidak sepemahaman dengannya dengan sebutan-sebutan yang tidak layak. “Ini bertentangan dengan sunnah!” tanpa pernah membuka kesempatan dialog yang sehat.

kemudian ada yang mengatakan kepadanya, “kamu tidak memahami bahasa arab dan tafsir. Kamu hanya membacanya secara cepat dari buku-buku terjemahan! Beraninya kamu.”

Kemudian ada diantaranya yang hobi mencari dalil-dalil dengan berselancar di internet. Mereka googling satu dalil atau hadits untuk dijadikan senjata untuk menyerang orang-orang yang tidak sepaham dengan dia. Saya tidak menyalahkan orang-orang yang mencari pengetahuan agama dari internet atau google. Saya hanya menyalahkan mereka yang begitu gampang menghakimi orang lain hanya dengan bermodalkan satu klik di komputer.

Kita tidak bisa mentolerir perbedaan yang kita temukan antara sesama thalabul ilmi atau lebih umum antara sesama ahlus sunnah wal jama’ah. Kita tidak merasa siap untuk menghadapi khilafiyah dan kita berpikir bahwa orang-orang harus sama seperti kita. Mereka harus berpikir seperti kita dan harus memiliki mazhab yang sama dengan kita.

Satu catatan penting yang harus kita camkan, jangan pernah membicarakan atau berbicara tentang pendapat ulama atau ustadz lain. Jangan meremehkan pendapat atau karya mereka. Kita berbicara sebatas pandangan kita yang terbatas. Mereka telah belajar belasan atau mungkin puluhan tahun. Memiliki banyak kontribusi untuk ummat, sementara kita apa yang telah kita berikan untuk umat? Bahkan diantara mereka ada yang mati di penjara dan di tiang gantungan karena melawan tirani kafir. Sementara kita yang baru lahir kemarin sore begitu gampang mereka orang-orang sesat.

Jika kita mengaku orang yang berpendidikan dan berilmu, maka doakanlah mereka tersebab kebaikan yang telah mereka berikan untuk umat islam. Jika kita tidak setuju dengan pendapat mereka, maka tak perlu mencela mereka secara berlebihan. Seakan-akan keburukan yang secuil bisa menenggelamkan berjuta kebaikan yang ada pada mereka.

Kita tidak tahu bagaimana kedudukan mereka di sisi Allah. Kita tidak tahu semulia apa mereka di hadapan Allah. Betapa beraninya kita mengibah dan meremehkan mereka. Padahal Allah subhanahu wata'ala memerintahkan kita untuk rendah hati terhadap sesama orang beriman. Apa lagi mereka yang sudah mengorbankan nyawa mereka di jalan islam. Mereka telah mendatangi panggilan Rabb-nya dengan meninggalkan sejarah, sementara kita mengomentarinya dengan penuh kenyinyiran.

Mungkin suatu saat, ketika kamu sudah tidak lagi muda menyadari kebodohan dan sikap arogan ini. Mungkin kamu berpikir, ‘betapa konyolnya masa mudaku dulu.’

Oleh karena itu, sebelum benar-benar itu terjadi, mulailah untuk bersikap bijak dan tidak gampang menghakimi orang lain. Teruslah belajar dan teruslah gali khazanah islam dari al-quran dan sunnah, dari syaikh dan ustadz-ustadz yang mumpuni, dari kelompok mana pun mereka. Dan berusahalah untuk rendah hati.

Semoga Allah memberkahi jalan thalabul ilmi yang kita tempuh. Amiin.
Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment