Kesedihan tidak akan mengembalikan apa yang hilang dari
kehidupan kita. Kesedihan juga tidak akan mengembalikan harapan-harapan yang
pupus. Kesedihan hanya akan menambah beban semakin berat dan hati semakin
sempit hingga menghimpit semua perasaan.
Ada manusia yang tertawa dan mencoba tersenyum di hadapan
orang lain, sementara di hatinya dia menyembunyikan kesedihan. Maka dia telah
benar dengan semua senyum dan tawanya. Tapi alangkah sempurnanya jika dia
menghilangkan kepedihan di hatinya.
Sedih itu wajar. Yang tidak wajar adalah kesedihan yang
terus menerus sehingga membuatnya menggugat takdir Tuhan yang telah digariskan.
Sedih itu manusiawi, yang tidak manusiawi adalah ketika kesedihan
menyebabkannya menyalahkan orang lain dengan semua kekacauan yang dia alami.
Sedih itu suatu kebutuhan, tapi hal ini tidak berlaku untuk kesedihan tanpa
alasan yang dibenarkan.
Hidup ini terlalu singkat untuk dihabiskan dengan kesedihan
demi kesedihan tanpa alasan. Jadi, sudah saatnya untuk menempuh jalan
kebahagiaan. Kebahagiaan itu adalah pilihan kita. Kita menyikapi kehidupan
sesuai dengan bagaimana kita menjalaninya. Apakah menjalaninya dengan kesedihan
atau kebahagiaan.
Lalu dimana kita mendapatkan kebahagiaan?
Allah menciptakan kesedihan selalu berpasangan dengan
kebahagiaan. Melalui kesedihan kita menyadari betapa berharganya kebahagiaan. Pun
sebaliknya. Tapi sebagaimana tadi saya katakan perlu kecerdasan untuk meletakan
rasa sedih pada tempat yang semestinya.
Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam juga sedih ketika
anaknya, Ibrahim meninggal dunia. Ya’kub Alaihi salam sedih ketika Yusuf
menghilang dari kehidupannya karena dibuang ke sumur oleh saudara-saudaranya.
Aisyah radiyallahu anha sedih ketika fitnah menimpanya. Kesedihan itu
manusiawi.
Bahkan kesedihan ada yang sangat dianjurkan. Sedih ketika
memilirkan dosa-dosa. sedih ketika menyadari bahwa amal kita masih sedikit
sementara dosa semakin menumpuk.
Ada sisi dimana kesedihan menjadi tercela ketika kesedihan itu
timbul dari nafsu dan bisikan setan. Sedih berlebihan sehingga menggugat takdir
ketika satu hal hilang dalam hidup kita. Sedih karena tidak bisa meraih
kekayaan dan jabatan dan banyak lagi macamnya.
Sedih juga kadang timbul dari dua sikap ektrem. Terlalu meremehkan
diri dan terlalu membanggakan diri. sedih karena kita menganggap diri kita
tidak berguna, dan sedih ketika kita mendapati kita tak sehebat yang kita kira. Sedih ketika penggemar
semakin menjauh, popularitas semakin menurun dan sejenisnya.
Jika kita hidup dengan selalu menyalahkan diri sendiri, maka
secara tidak langsung kita telah menyalahkan Allah Subhanahu wata'ala yang
menggariskan takdir kita.
Kesedihan yang tidak terkendali sering kali menimbulkan
bencana. Karena kesedihan ini dijadikan alat setan untuk mengendalikan nafsu
manusia. Di sisi lain kebahagiaan dibawa oleh malaikat dan menjadi bagian
orang-orang beriman.
Maka, ketika musibah melanda, selalu ingatlah Allah dengan
mengucapkan,
Ø¥ِÙ†َّا Ù„ِÙ„َّÙ‡ِ ÙˆَØ¥ِÙ†َّا Ø¥ِÙ„َÙŠْÙ‡ِ رَاجِعُونَ
Sesungguhnya kita milik Allah, dan kepada-Nyalah kita akan kembali (Quran surat al-Baqoroh ayat 156)
No comments:
Post a Comment