Disini saya mengajak untuk bermuhasabah tentang hubungan
kita dengan al-quran sebagai pedoman hidup kita di dunia. Sebenarnya, muhasabah
ini lebih saya tunjukan untuk diri saya, tapi saya mengajak kita semua untuk
sama-sama bermuhasabah.
***
Sebelumnya, mari kita tanya kepada diri kita masing-masing,
seberapa sering kita mendengarkan music di setiap harinya? Kemudian pertanyaan
selanjutnya, seberapa sering kita mendengarkan murotal al-quran di setiap
harinya?
Jika kita lebih sering mendengarkan music dibanding murotal
al-quran, maka ada yang salah dengan hati kita. Apalagi ketika kita lebih
menikmati alunan music dibanding alunan ayat al-quran.
Lebih menyedihkan lagi apabila kita tidak pernah
mendengarkan lantunan ayat al-quran. Jangankan mendengarnya, membaca pun tidak
sama sekali. Naudzubillahi min dzalik.
Saya tidak ingin berbicara bagaimana dan apa hukumnya
mendengarkan music. Karena toh saya sendiri secara jujur mengakui masih
mendengarkan music. Walau tidak sembarang music didengarkan. Yang jadi
pertanyaan yang serius adalah;
Jika kita dihadapkan antara dua pilihan, yakni antara
mendengarkan murotal dan mendengarkan music. Mana yang akan kita pilih?
Jujur, di laptop saya ada koleksi murotal 30 juz plus nasyid
yang lumayan banyak. Saya sering lebih memilih mendengarkan lantunan nasyid
sembari menyelesaikan naskah atau tugas kuliah. Saya pikir, lebih baik
mendengarkan music sambil lalu, ketimbang membaca al-quran sambil lalu. Bukankah
ketika mendengarkan al-quran kita harus fokus pada ayat tersebut dan tidak
mengerjakan hal yang lainnya? Bukankah kita haram hukumnya mengabaikan ayat
al-quran yang dibaca?
“Dan apabila dibacakan Alquran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-A`râf [7]: 204).
Berarti jika saya mendengarkan al-quran sambil lalu, saya
termasuk orang yang mengacuhkan al-quran dong? Jadi saya percuma mendengarkan
al-quran?
Itu pikir saya. Sehingga saya ‘tidak tega’ mendengarkan ayat
al-quran sementara otak saya berkonsentrasi pada naskah yang saya ketik atau
tugas yang saya selesaikan.
Tapi, saya kembali berpikir, jika terus seperti ini, mau
kapan saya memulai mendengarkan murotal? Saya sadar bahwa ini perangkap setan
untuk menjauhkan saya dari ayat-ayat al-quran. Setan mencoba memberi saya alibi
yang sepintas masuk akal, tapi nyatanya salah besar.
Kita boleh kok mendengarkan ayat al-quran sambil lalu. Telinga
kita harus terbiasa dengannya sehingga ayat-ayat itu memiliki ‘posisi’ yang
signifikan di otak kita. Lagi pula, membaca al-quran itu lebih menenangkan dan
membuat kita relax. Coba aja sendiri.
Membicarakan tentang relaksasi dan al-quran, saya tetiba
teringat tayangan acara televisi yang menyatakan bahwa beberapa jenis music bisa
dijadikan sebagai terapi untuk menenangkan pikiran dan menyembuhkan penyakit. Lebih
mengejutkan lagi, konsep itu disampaikan oleh seorang mualaf yang tertarik
masuk islam setelah mempelajari music-musik timur tengah.
Kemudian beliau mendirikan satu klinik terapi yang mengobati
para pasiennya dengan alunan music timur tengah. Kenapa music timur tengah? Tak
tahulah, mungkinkah music timur tengah ada hubungannya dengan islam? Saya lagi-lagi
tak tahu dan harus bilang apa.
Yang jelas, jika kita membandingkan antara music dan
al-quran, maka jelas al-quran lebih hebat pengaruhnya dibanding music. Al-quran
bisa kita jadikan sebagai terapi untuk menenangkan jiwa dan memberi kedamaian
ke kedalaman batin kita. Karena Allah sendiri sudah berfirman bahwa al-quran
itu adalah Syifa atau obat penawar bagi hati yang mebacanya.
“Dan Kami turunkan dari Al-Qur`an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian” (QS. Al-Israa’: 82)
Lagi-lagi saya ingin mengatakan bahwa saya tidak ingin
membahas apakah music itu haram atau tidak. Yang jelas, saya ingin mengatakan
bahwa al-quran lebih bagus dijadikan sebagai terapi dibanding music. Karena Allah
sendiri sudah menjanjikan hal itu. Lebih dari itu, telah banyak bukti-bukti
yang mengiringi ayat ini. Baik bukti itu berupa riwayat shahih dari para
sahabat, ataupun penelitian modern dan testimony orang yang telah mencobanya.
Baiklah, saya sendiri akan memberi testimony di sini. Saya pernah
memiliki masalah sulit tidur alias insomnia. Kemudian saya mencoba mendengarkan
murotal al-quran. Subhanallah, beberapa hari setelah itu saya bisa tidur
nyenyak dan tidak memiliki keluhan berkaitan kualitas tidur saya.
Saya juga mulai membiasakan mendengarkan murotal di
sela-sela pekerjaan saya. Saya menyimpan murotal itu di computer kantor dan
mendengarkan murotal syaikh-syaikh yang saya sukai sembari menyelesaikan tugas
kantor.
Al-quran juga bisa dijadikan terapi ketika kita membacanya
atau tilawah. Saya berusaha istiqomah tiwalah setiap harinya. Menyempatkannya di
pagi hari dan sembari menunggu waktu shalat atau iqomah tiba.
Jika sebelumnya mengakhir-akhir waktu shalat hingga iqomat
di masjid terdengar, maka saya berusaha untuk beranjak dari kursi saya ketika
adzan terdengar. Sehingga saya bisa memiliki kesempatan untuk membaca al-quran
setelah melaksanakan shalat qabliyah.
Saran saya, berusahalah istiqomah untuk membuat jadwal
tilawah, syukur-syukur menghafal ayat-ayat al-quran. Dan tentunya mendengarkan
murotal sebagai keharusan sembari mengisi waktu luang atau sembari mengerjakan
pekerjaan kita.
Semoga sukses.
No comments:
Post a Comment