Malam ini pesta prom. Aku tak yakin aku aklan tampil dengan baik dan menawan. Sudah tiga gaun aku coba dan cocokan dengan postur tubuhku yang biasa-biasa saja. Tapi tetap saja tak ada yang memuaskan hatiku. Hmmm, setidaknya aku akan menguras waktu dan tenagaku hanya untuk mengacak-acak seluruh lemari bajuku. Bayangkan, hanya untuk menemukan sepotong gaun yang kukira cocok untuk kukenakan malam ini. Kenapa separah ini?
Alex yang membuatku gila seperti ini. Ya, siapa lagi kalau bukan lelaki berwajah oval yang memiliki mata biru cemerlang itu. Aku benar-benar telah membuat diriku setolol keledai hanya gara-gara memikirkan dia. Tapi masa bodoh dengan ketololanku itu, karena aku sangat menikmati debaran jantungku ketika aku membayangkan senyum lebar alex di hadapanku.
Dua jam kemudian aku sudah mendapatkan sepotong gaun yang kukira benar-benar cocok untuk pesta prom mala mini. aku baru saja akan mengenakannya ketika pintu kamarku diketuk dengan keras.”eva!! kau membuatku menunggu lebih lama. Sepuluh menit lagi aku akan meninggalkanmu jika kau belum siap juga!”
Aku mendengus keras. Seperti biasa, Jocelyn memang cerewet layaknya ibu-ibu yang kesepian karena ditinggal suaminya pergi selama berbulan-bulan lamanya. Padahal, aku juga tak pernah protes dengan apa yang ia lakukan.”okay, aku akan selesai lima menit lagi. Tunggu saja!”seruku dengan jengkel
“lihat saja. Aku akan meninggalkanmu jika kau berbohong.”serunya tak kalah keras. Aku mencibirkan bibirku. Bagaimana pun juga, kehadairan Jocelyn sangat berarti. Selama ini ia telah berjasa banyak dengan memberikan tumpangan gratis untuk berangkat kuliah. Pesta, atau bahkan belanja sekali pun. Tanpa kehadiran Jocelyn, emma tak akan pernah bias keluar dan pergi kemana-mana. Lagi pula, Jocelyn sepertinya sangat paham seluk beluk jalanan kota. Sementara emma, sudah beberapa kali ia tersesat di jalanan ketika tidak bersama Jocelyn. Padahal sudah dua tahun ia tinggal di kota sini.
Aku sudah selesai dengan urusan baju gaunku. Tak lupa kusapukan mascara dan eyeliner. Bedak tipis aku oleskan di kedua pipiku. Aku tak akan susah-susah memilih high heels, toh aku hanya menyukai high heels merahku. Jadi kuambil dan kuikenakan di sepasang kaki jenjangku.Perfect!
“oke! Aku siap. Ayo kita berangkat gadis cerewet! Seruku sembari membuka pintu kamar. Jocelyn hanya mencibir dan melangkah di depanku. Mendahuluiku menuruni tangga pualam. “kita akan terlambat jika aku tak mengingatkanmu tadi.”
“omong kosong Jocelyn, kau memang selalu satir di depanku.”jawabku dengan jengkel. Inilah resiko berteman dengan orang yang rajin menggoyangkan lidahnya.
***
Jocelyn langsung meloncat turun. Ia tak ada kendala dengan gaun panjangnya. Lagi pula, ia tidak suka memakai high heels yang terlalu tinggi. Anehnya, walau pun dengan tampilan yang sangat sederhana, Jocelyn selalu tampil cantik dan menarik. Para lelaki selalu meliriknya ketika ia berjalan. Senyum bibir merahnya dan rambut blondenya yang bergelombang mampu menyihir kaum pria. Ah, Jocelyn memang gadis yang beruntung.
Aku segera bergabung dengan beberapa temanku yang sudah dulu hadir di pesta sejak sore tadi. Jocelyn sekarang yang membuntuti langkahku.”hei, kau mau kemana?”
Aku melirik Jocelyn dengan senyuman penuh arti,”aku akan menenamani alex minum.”
Jocelyn terbelalak dan bersuit dengan keras.”wow! rupanya kau bisa mendapatkannya?”
Aku tersenyum lebar dan kurasakan hidungku kembang kempis. Siapa yang tidak akan iri ketika seorang wanita mampu menaklukan alex yang ganteng dan berwajah menawan itu. Pasti banyak yang ngiri kepadaku. Termasuk Jocelyn temanku.
Aku tak menemukan alex diantara kerumunan orang-orang di lantai bawah. Maka aku berinisiatif untuk mencarinya ke lantai dua. Aku menyusuri anak tangga yang terbuat dari marmer. Di atas aku tak ada menemukan siapa pun. Aku menghela nafas dan mengedarkan pandangan. Dimana alex berada? Aku melangkah ke loteng dan aku menemukan beberapa pasang anak muda yang sedang bermesraan. Dan tiba-tiba jantungke berdetak hebat ketika aku melihat dua sosok anak muda yang sedang duduk di lantai. Tidak! Aku bahkan tidak percaya dengan apa yang aku lihat. Alex tengan merengkuh mesra Diana. Gadis belanda yang menjadi bintang model majalah itu. Oh tuhan, aku benar-benar ingin mati sekarang juga. Kenapa aku selalu mempercayai alex? Kenapa selama ini aku tak pernah menaruh curiga kepadanya. Alih-alih mempercayai segala apa yang ia ucapkan kepadaku. Ternyata semua palsu dan hanya manis luarnya saja. Aku tidak akan marah kepadanya. Lagi pula aku tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Diana yang memiliki tubuh menawan itu. Benar apa yang aku katakana, aku terlalu tolol untuk bisa mencintai alex. Ya, aku tolol setengah mati. Tapi aku juga berhak untuk menangis di saat-saat seperti ini.
Aku berlari menyusuari koridor. Aku tak peduli dengan pesta prom. Aku tak peduli dengan acara minum-minum dan segala kesenangannya mala mini. Aku hanya ingin menangis sendiri. Langkah-langkah kakiku berirama ritmis di lantai marmer. Aku ingin menyendiri dan aku memutuskan untuk duduk di halaman belakang saja. Tidak ada siapa-siapa disana. Tapi baru beberapa langkah kakiku menginjak tangga, dari arah kananku yang bersebelahan dengan lorong menuju lantai bawah tanah, sebuah tangan mencengkramku dari arah belakang. Oh tuhan, cengkramannya begitu kuat dan terasa dingin sedingin es. Bahkan aku dibuat shock. Kenapa sedingin itu?
Aku menolehkan kepalaku dan kudapati seorang lelaki dengan tubuh yang tinggi dan tegap berada tepat di belakangku. Mata hijaunya menatapku tajam. Tatapannya juga sedingin kulitnya. Rambutnya yang pirang terlihat acak-acakan dan apa adanya. Sepertinya pria ini tidak menyisir rambut selama seminggu lamanya. Tapi aku ingin berkata jujur, pria ini lebih tampan daripada alex sekali pun. Aku mengagumi ketampanannya.
Tapi otakku berproses dengan cepat dan aku menyimpulkan hal yang sebenarnya aku kurang yakin dengan apa yang aku pikirkan. Jangan-jangan pria ini seorang vampire. Ya, bukankan vampire itu dingin dan berwajah kaku? Itu sih apa yang aku ketahui dari cerita-cerita.
Pria itu mnyeringai lebar. Aku terbelalak kaget sekaligus tidak merasa ragu dengan asumsiku. Mataku menangkap dua buah taring di kedua sisi gerahamnya.
Tiba-tiba saja lututku gemetaran ketika vampire tampan itu memelukku dan mulai mendekatkan bibirnya ke leherku.
Aku membelalakan mata dan memekik tertahan. Tidak! Dia akan mengisap darahku hingga habis! Dia akan membunuhku di sini.
“tolong jangan sakiti aku,”ujarku lirih.
Vampire itu tak menggubris apa kata-kataku. Mana mungkin seekor singga melepaskan kijang buruannya. Dan itu terdengar konyol bukan. Memikirkan hal itu, aku hanya bisa menangis dan menangis. Aku tak tahu, apa yang mesti aku lakukan karena yang aku tahu, aku memikirkan nyawaku sendiri yang akan lenyap beberapa detik selanjutnya.
Vampire tampan itu mulai menjilati leherku. Lidahnya juga sedingin es. Pori-pori kulitku ikut merinding ketika aku merasakan air liurnya menetes di leher jenjangku. Tapi vampire itu terdiam beberapa saat lamanya. Ia melepaskan pegangannya dan membalikan badanku hingga berhadap-hadapan dengannya. Ia kembali menatap leherku.
“kau….dari mana kau dapatkan kalung itu?”ujarnya dengan nada dingin. Matanya masih lekat dengan leherku. Aku merasa bingung, kenapa ia Tanya-tanya tentang kalungku segala? Aku terdiam dan berusaha memikirkan untuk lari saat itu juga.
“kau membeli kalung itu?”tanyanya kemudian.
Aku tidak mempedulikan pertanyaan vampire bodoh itu dan segera lari dari hadapannya. Padahal, siapa yang bodoh, aku atau vampire itu? Karena vampire itu segara menangkap tubuhku dengan gerakan cepat layaknya seekor burung hantu yang memburu tikus yang tidak berdaya.
Bibirku bergetar ketakutan. “kau boleh ambil kalungku tapi kau jangan bunuh aku.” Mohonku dengan penuh harap. Padahal siapa pun tahu, bahwa kalung yang kau kenakan adalah kalung berharga yang telah diwariskan secara turun temurun. Kalung itu adalah warisan buyutku. Bahkan teman-teman kuliahku sendiri mengetahui hal itu karena aku selalu membanggakannya. Liontin dengan bentuk hati sebelah itu benar-benar benda berharga dalam hidupku. Lagi pula, mom pernah bilang supaya aku menjaganya dan mewariskan kalung liontin itu kelak kepada anakku. Tapi untuk saat ini lain ceritanya. Tentunya nyawaku sendiri lebih berharga dibanding seuntai kalung liontin itu. Hanya orang tolol yang mempertahan kalungnya sementara ia sendiri mengorbankan nyawanya. Lalu untuk apa kalung itu jika ia mati?
Vampire tampan itu mengaitkan jari telunjuknya hingga kalung itu terangkat di depan hidungku.”dari mana kau dapatkan kalung ini?”
Aku menelan ludahku dan tak habis piker, kenapa vampire itu menyukai kalung liontinku. Aku masih terdiam ketika vampire itu menyingkapkan jas yang ia kenakan dan membuka kancing paling atas dari kemeja abu-abunya.”kau bisa lihat, aku punya kalung liontin yang sama persis dengan apa yang kau kenakan.”ujarnya sembari mengangkat kalungliontin yang serupa dengan kalung liontinku dari lehernya yang jenjang dan lebar.
Aku terbelalak kaget. Kenapa bisa begitu?
“jawab pertanyaanku. Darimana kau dapatkan kalung itu.”
Aku menghela nafas dan mencoba mengurangi rasa gugup yang mengusai hatiku.”kalung ini pemberian ibuku. Ibuku mendapatkannya dari nenekku. Dan nenekku juga mempunyainya dari buyutku sendiri.”terangku panjang lebar.
“siapa nama buyutmu?”tanyanya lebih lanjut.
“aku tak ingat siapa nama buyutku. Lagi pula ia telah meninggal dunia puluhan tahun yang lalu sebelum aku ada di bumi ini.’ujarku dengan nada tinggi. Aku merasa dipermainkan. Sekarang aku tidak takut dengan vampire tampan itu. Toh dia tidak jadi membunuhku hanya karena kalng liontinku.
Vampire itu menyeringai lebar dan nyaliku kembali ciut ketika aku kembali melihat sepasang taring yang –tanpaknya- tajam di kedua sisi gerahamnya.”aku ingin tahu siapa nama buyutmu. Jadi, kau bisa memberitahuku besok!’ujarnya.
Aku menganggukan kepalaku cepat-cepat dan mencoba berharap vampire itu pergi dari hadapanku. Ternyata dugaanku tidak melesat. Vampire itu meloncat keluar dai jendela lantai dua layaknya kelelawar yang berkelebat. Aku bisa melihatnya bertengger di dahan pohon terendah sebelum melesat pergi entah kemana.
aku menghela nafas panjang. Nyawaku hamper saja melayang. Andai aku tidak memakai liontin itu, Mungkin riwayatku sudah tamat mala mini juga. Aku tidak peduli dengan janjiku kepada vampire sialan itu. Toh dia tak akan pernah tahu dimana rumahku dan diaman aku kuliah. Sementara yang ia tahu, ia pernah bertemu aku di gedung tempat pesta ini. Aku bersumpah, tidak akan mendatangi tempat ini untuk sisa hidupku.
***
Aku terperanjat kaget ketika aku membuka jendela kamarku. Sesosok lelaki telah duduk di balik jendela. Tanpaknya ia menjejakkan kakinya di kisi-kisi bawah jendela. Aku merasa mau pingsan ketika menyadari siapa sosok itu. Ia adalah vampire yang kemarin.
“matanya yang hijau menatapku dengan tatapan ramah.”selamat pagi nona. Ngomong-ngomong, aku kemarin lupa menanyakan namamu.”
Aku menggerakan kepalaku dengan kikuk dan berharap ini hanya mimpi. Tapi ini nyata ketika vampire tampan itu meloncat ke kamarku tepat ketika aku hendak menutupnya kembali.
“jadi siapa nama buyutmu?”tanyanya tak sabaran.
Aku merasa gugup memandang tatapannya.’aku lupa menanyakannya kepada ibuku.”
Vampire itu mendengus jengkel.”kau memang gadis bodoh yang lamban.”
Aku hanya diam dan tak ingin membalas hinaannya. Lagi pula untuk apa meladeni kata-kata seorang vampire kalau kamu masih ingin hidup.
“oke, aku akan kembali besok dank au harus segera mencari tahu siapa buyutmu.”ujarnya lebih lanjut dan melangkah menuju jendela. Tapi beberapa saat lamanya ia kembali tertegun dan menolehkan kepalanya kepadaku.”siapa namamu?”
“eva”jawabku masih tanpa ekspresi.
“oh, nama yang bagus. Perkenalkan, aku felix.”jawabnya dan segera menyelinap keluar jendela dan segera melesat dengan secepat kilat. Aku berharap tak ada orang yang melihatnya di bawah apartemen sana. Jika ada yang melihat keberadaannya, bisa jadi orang-orang menganggapku telah melakukan affair dengan seaorang hantu.
Aku kembali termenung dan merasa frustasi sekaligus penasaran. Kenapa vampire itu merasa tertarik dengan nama buyutku? Apakah ada hubungannya antara vampire bernama felix itu dengan kalung liontin dan buyutku? Jangan-jangan, buyutku telah mencuri kalung liontin ini dari bangas vampire dan mereka akan membalas dendam terhadap keturunannya termasuk diriku. Ah, aku bahkan tak sanggup untuk membayangkannya.
Aku merencakan akan pergi dari rumah mulai malam ini. Aku tak ingin vampire bernama felix itu menemuiku. Rencanaku akan menginap di rumah Jocelyn dan tak akan pulang hingga malam besoknya lagi. Hanya demi menghindari vampire sialan itu. Tapi aku akan tetap menanyakan kepada mom perihal nama buyutku. Aku sudah terlanjur penasaran.
***
“oke eva, aku mau mandi dulu.”ujar Jocelyn dan beranjak ke kamar mandi. Aku mengangguk dan mulai melanjutkan membaca novel. Tapi mataku berhenti menyusuri baris demi baris tulisan di lembaran yang aku baca ketika aku menagkap sesosok bayangan dari gorden tipis jendela aparteman Jocelyn. Aku kembali merinding karena aku yakin felix mengetahui keberadaanku.
“buka jendela atau aku akan mendobraknya.”serunya dengan keras.
Aku gelagapan dan kembali gemetaran. Kakiku melangkah dengan pelan dan membuka jendela. Sosok felix menyeringai lebar dan menatapku dengan tatapan dingin.”aku tak ingin mengobrol disini. Aku akan menunggumu di taman. Kalau kau tak datang juga. Aku akan menerormu sepanjang mala mini!”serunya mengultimatum.
“di taman yang mana?”tanyaku dengan nafas yang memburu.
‘di taman aparteman ini. Saat ini juga!”serunya dan melesat pergi.
Aku menghela nafas. Rupanya aku percuma menghindar darinya. Felix akan tahu dimana pun aku berada.
“hai eva, sedang apa kau?”Tanya Jocelyn yang sudah kembali dari kamar mandi. Rambut blondenya masih terlihat basah.
Aku jadi searba salah.”ah tidak! Aku hanya ingin menghirup udara segar.”jawabku sekenanya.
“kamarku terasa sumpek ya.”
Aku hanya tersenyum hambar dan pura-pura melihat arloji jinggaku yang melingkar di pergelangan tangan kananku.”aku harus pulang sekarang juga. Mom menelponku.”
Jocelyn menggedikkan bahunya.”apa boleh buat? Padahal kau sudah bearjanji akan menemaniku belanja.”
“aku janji menemanimu di lain waktu. Tapi untuk saat ini aku tidak bisa.’jawabku dan segera mengambil tasku.”bye….”
***
Aku berjalan gontai menyusuri bangku demi bangku taman dan duduk di salahsatunya. Pikiranku kacau oleh praduga-praduga yang muncul secara tiba-tiba. Tak berapa lama, angin bersemilir dari arah sampingku dan mataku mendapati sosok vampire felix sudah duduk di sampingku.
“kenapa kau selalu bisa mengetahui keberadaanku?”tanyaku penasaran.
Felix tertawa dan menatapku tajam.”mudah, aku bisa membaui darahmu dalam jarak dua mil; perjalanan.”
Aku mengangguk dan aku punya ilmu baru sekarang. Percuma kita menjauh dari saeorang vampire jika ia bisa mengetahui kita dari jarak yang sangat jauh
Aku tahu apa yang ia inginkan maka aku segera menyebutkan nama buyutku.”namanya harry.”
“harry?”ujarnya dengan nada heran.”harry kan nama laki-laki?”
“ya. Nama buyutku harry.”jawabku.
“yang kumaksud adalah buyut perempuan. Bukan buyut laki-lakimu.”
Aku mengerutkan keningku. Ya, aku tahu nama keduanya. Beruntung mom memberi tahu semua silsilah keluargaku kemarin. Mom memang selalu antusias ketika bercerita tentang seluk beluk keluarga.
“kalau tidak salah…namanya jenny.”
“jane maksudmu?”ujarnya dengan cepat.
Aku menganggukan kepalaku.”ya, tepatnya jane. Aku ingat-ingat lupa. Lalu kenapa kau sampai tahu namanya?”
“karena dia kekasihku dulu.”
glek! Aku merasa tak bisa berbuat apa-apa. Antara percaya dan tidak percaya, aku menatap sosok felix dengan tatapan tanda Tanya. Mana mungkin itu bisa terjadi, sementara felix terlihat sangat muda. Bahkan mungkin lebih muda beberapa tahun dari eva sekali pun
” Kau masih muda?”
“hai, kau belum tahu jika kaum vampire tak akan pernah tua. Kami akan tetap dengan umur yang kami miliki semenjak tubuh kami bertransformasi menjadi seorang vampire.”
“jadi umurmu sudah puluhan tahun.”
“tepatnya aku berumur seratus lima puluh tahun.”
“jadi, apa hubungannya antara kalung liontin ini? Apakah kalung yang aku pakai pemberianmu kepada buyut perempuanku sebagai kekasih?”
Felix menganggukan kepalanya. Mata birunya menerawang langit yang biru tanpa awan.
***
“aku berjanji akan mencintaimu sampai akhir hayatmu jane.”ujar felix dengan penuh perasaan.
“bukankah kau seorang vampire dan aku manusia?”Tanya jane sangsi. Mata abu-abunya seakan menunggu jawaban.
“kenapa? Apakah aku salah mencintaimu.”ujar felix. Tangannya yang kekar mengeluarkan kotak kecil dari saku jeansnya.”aku ingin memberimu kalung liontin ini sebagai tanda kesetiaan kita. Setengah dari bentuk hati liontin ini ada di leherku dan setengahnya lagi ada di lehermu.”
Jane berkaca-kaca ketika tangan kekar felix mengalungkan liontin berbentuk setengah hati itu di lehernya yang putih laksana pualam.
“aku berjanji akan melindungimu dan melindungi anakmu yang masih kecil itu.”
“kau juga harus berjanji akan menjaga semua keturunan dari anakku.”pinta jane sembari menatap anaknya yang tertidur pulas.
“ya, aku berjanji untuk itu.”ujar felix mantap. Ia mendekap tubuh jane yang terisak-isak di bahunya.
***
Mata felix berkaca-kaca.”saying, beberapa hari setalah itu, aku mendapati jane sudah tidak bernyawa. Seseorang telah membunuhnya dan…”kali in felix menangis tersedu-sedu.”memperkosanya.”
Eva menelan ludah. Ia tak menyangka bahwa ia bisa mengetahui cerita buyutnya dari mantan kekasih buyutnya yang seorang vampire.
“maka aku berusaha untuk mencari pembunuhnya. Aku mendapatkannya ketika tanpa sengaja menguping obrolan para lelaki berandal di kafe pinggir kota. Saat itu juga aku mengisap darah iblis mereka hingga tanpa sisa. Tapi sayangnya, aku kembali kecanduan darah manusia. Padahal aku sudah berjanji kepada jane untuk tidak meminum darah selain darah hewan.”ia kembali berurai air mata.
Eva hanya terdiam dan membayangkan darah belepotan memenuhi mulut dan dada felix. Bulu kuduknya berdiri dan darahnya kembali berdesir.
“tapi sejak melihat kalung liontinnya melingkar di lehermu, aku teringat janjiku pada jane.”akunya sembari menatapku.”aku berterimakasih atas itu.”
Eva mengangguk pelan.”jadi, ketika kau jatuh cinta dengan buyutku, dia sudah menjadi janda.”
Felix mengangguk.”bahkan seperti yang kau tahu, jane sudah mempunyai anak ketika aku mengenalnya. Anak itu bernama Catherine.”
“ya, itu nenekku sendiri.”ujar eva.”bagaimana mungkin kau bisa jatuh cinta kepada buyutku.?”
Felix tertawa dan mendengus pelan.’itulah cinta. Bahkan aku sendiri tidak mengerti kenapa aku bisa jatuh cinta kepada manusia. Termasuk tidak mengertinya diriku saat ini. Aku juga mulai menyukaimu eva. Sejak pertemuan kemarin, ada getaran cinta di hatiku.”
Eva tearcekat kaget.
“jangan kau katakan bahwa kau manusia dan aku vampire.”ujar felix sebelum eva sempat bicara.
‘tapi aku akan bertambah tua dan keriput. Sementara engkau abadi.”
“eva, aku tak pernah memikirkan hal itu. Yang aku tahu, aku ingin mencintai tanpa hal apa pun yang menyertainya.”
Eva taerdiam dan kembali tergugu. Bingung.
Kesempatan dapat Uang ... share ya 5.E.E.8.0.A.F.E. F4n5833771n9 ^_^
ReplyDelete