Ada sebagian psikolog yang menyatakan bahwa
keluh kesah dan meluapkan amarah adalah cara terbaik untuk melapangkan jiwa
yang tertekan dan sedih. Mengumbar setiap rasa yang ada di dalam dada dengan
sepuasnya.
Tapi tidak selamanya hal itu benar. Kecuali
jika memang keluh kesah dan luapan amarah itu hanya ditumpahkan di lembaran
diari. Lalu bagaimana halnya jika keluh kesah dan marah kita ungkapkan terhadap
orang-orang di sekitar kita dan media sosial? Seakan-akan hanya kita orang yang
paling merana di dunia. Seakan-akan tidak ada penderitaan yang lebih hebat dari
apa yang dikeluhkan.
Padahal, sejatinya hidup adalah ujian.
Kesenangan dan kesedihan akan selalu bergiliran seperti roda yang berputar.
Tidak ada manusia yang terbebas dari ujian tersebut. Sebagaimana difirmankan
Allah dalam Quran,
“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia
menguji kamu, siapa diantara kamu yang paling baik amalnya. Dan Dia Maha
Perkasa lagi Maha Pengampun [QS. Al-Mulk: 2]
Orang yang selalu berkeluh kesah adalah orang
yang lemah hatinya dan kerdil jiwanya. Menganggap masalahnya tidak akan bisa
terselesaikan dan tidak terganggungkan oleh jiwanya. Padahal setiap masalah
pasti ada solusinya dan jalan keluar yang bisa dicari dan bisa dipecahkan.
Lagi pula, Allah bahkan sudah menyatakan bahwa
Dia tidak mungkin menguji hamba-Nya di luar kesanggupannya.
“Allah tidak membebabi seseorang melainkan
sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang
diusahakannya dan dia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya
(al-Baqarah: 286)
Selain itu, keluh kesah adalah cermin dari
pribadi yang kurang tawakal sekaligus proyeksi dari lemahnya iman terhadap
Allah. Ia merasa hidupnya sendiri tanpa pernah menyadari bahwa Allah sebagai
pengatur takdir dan menentukan skenario kehidupannya. Allah sebagai sandaran
untuk meminta tolong dan perlindungan.
[lihat Ali Imran ayat 173]
Di hadapan manusia, orang yang selalu berkeluh
kesah akan dipandang sebagai seorang yang lemah dan rapuh. Citranya, hanya
butuh dikasihani dan diberikan rasa iba.
Jika keluh kesah bersumber dari pandangan
bahwa seakan kita yang paling merana, maka pikirkanlah bahwa ada orang yang
lebih menderita dari kita. Jika kita berkeluh kesah karena tidak bisa membeli
sepatu atau sandal, sadarlah bahwa ada orang yang kaki pun dia tidak punya.
Jika kita berkeluh kesah karena masalah ekonomi, sadarlah banyak orang yang
kelaparan dan kedinginan di tengah perang yang mencekam dan kehilangan keluarga
tercinta.


No comments:
Post a Comment