Dikotomi atau pemisahan ilmu adalah kesalahan besar yang bisa melemahkan peradaban islam. Dikotomi ilmu agama dengan ilmu non-agama adalah hal yang menghancurkan umat islam.
Tidak sepantasnya seseorang mengatakan bahwa fiqih adalah ilmu dari Alloh sementara matematika bukan ilmu dari Alloh. Jika begitu, bagaimana kita dalam menghitung harta zakat, bagaimana kita dalam menghitung harta warisan bagian demi bagian secara terperinci, bukankah itu dengan ilmu matematika.
Tidak sepantasnya pula orang mengatakan ilmu tauhid itu ilmu dari Alloh, sementara ilmu fisika ilmu yang bukan ilmu dari Alloh. Bagaimana kita menentukan hilal-awal bulan ramadhan-jika tidak menggunakan ilmu astronomi?
Dikotomi ilmu justru timbul karena sebab adanya sekulerisme, atau pemisahan antara agama dan negara. Agama hanya ibadah ritual belaka. Agama tidak boleh dibawa ke institusi pendidikan, tidak boleh dibawa ke dalam politik dan negara.
Hasilnya, institusi pendidikan sekuler hanya melahirkan orang-orang pintar tapi tidak bermoral, orang cerdas tapi tidak bertuhan, orang yang intelek tapi tidak mengenal spiritual.
Maka, alangkah eloknya sains jika disandingkan dengan ketauhidan. Alangkah eloknya jika sastra disandingkan dengan akhlak dan moral islam. Bukankah banyak ayat-ayat Quran yang berbicara tentang sains dan fenomena sosial?
Memang tidak ada dikotomi dalam ilmu, tapi kita harus mengenal prioritas dalam menuntut ilmu.
Setiap pribadi muslim harus tahu kewajibannya terhadap Alloh, harus tahu dasar-dasar tauhid, harus tahu tata cara ibadah ritual, maka dia wajib memahami ilmu tauhid dan ilmu Fiqih. Tidak ada terkecuali, setiap pribadi yang mengaku muslim harus memahaminya walau sebatas dasar-dasar saja sebagai bekal ibadah dan berpegang pada tauhid yang benar.
Tapi jika berbicasa sastra, sains, kedokteran, geografi dan lain sebagainya, haruskah setiap pribadi muslim memilikinya. Kita rasa tidak. Selama ada satu orang yang paham dan ahli dalam bidangnya masing-masing, maka kewajiban itu telah gugur. Fardhu kifayah, kewajiban telah ditunaikan.
Jadi, memahami ilmu agama adalah fardhu ain, dan memahami ilmu non-syariat adalah fardhu kifayah. Terlepas dari semua itu, kedua-duanya sangat penting dan fital.
Semoga bermanfaat.
No comments:
Post a Comment