Tersebutlah, suatu hari seorang ikhwah mengajak seorang
teman sesama ikhwan untuk menghadiri sebuah kajian.
Kemudian si ikhwan yang diajak nanya,”Ustadznya siapa?”
Ikhwan tersebut menyebutkan nama ustadznya. Setelah itu
diikuti oleh kerutan dahi sang teman,”Saya nggak mau ikut kajiannya, dia kan
ustadz haroki. Saya kurang suka dengan jamaah haroki. Mereka menyimpang dari
jalan salaf”
Di kesempatan yang lain si ikwah diajak lagi oleh teman yang
lain untuk mengikuti kajian yang berbeda. Lagi-lagi si ikhwah tersebut
menanyakan siapa ustadznya. Setelah disebutkan nama ustadznya, lagi-lagi dengan
dahi berkerut dia menolak,”Saya hanya ngaji di kajian sunnah.
Maka, walaupun ilustrasi di atas hanya sebagai contoh,
banyak ikhwah-ikhwah kita yang mengaku meniti jalan salaf, tapi ternyata jauh
dari nilai salaf. Atau kalau tidak boleh dikatakan jauh dari nilai salaf, bisa
dibilang tidak mengaplikasikan seluruh akhlak para salaf.
Bagaimana bisa mereka melabelisasi pengajian dan ustadz
dengan label sunnah. Seakan-akan hanya kelompoknya yang sunnah dan pengajian di
luar kelompok mereka bukan pengajian sunnah. Justru ini mempersempit ‘lahan’
dakwah mereka.
Bagaimana label sunnah dan non sunnah itu sendiri datang
dari kelompok mereka dengan alasan untuk membedakan dari golongan bid’ah. Justru
mereka hanya membuat kesenjangan antara umat islam.
Mereka tidak mau membaca buku-buku atau kitab yang dikarang
dari ulama atau ustadz di luar kelompok yang mereka sebut salafi.
Mereka tidak dan sangat anti membaca buku dan kitab sayiid
qutb, yusuf qardawi dan al-maududi. Mereka anti membaca karya-karya ustadz
haroki dan hizbut tahrir. Mereka anti terhadap radio dan televisi dakwah selain
rodja.
Seperti katak dalam tempurung. Menganggap dunia hanya
naungan tempurung tempat dimana dia bernaung dan tinggal. Dibutakan oleh
fanatisme.
Padahal, kami yang tidak menisbatkan diri sebagai salafi pun
tidak separah itu. kami sangat hormat terhadap syaikh al-utsaimin, syaikh
al-bani, syaikh fauzan dan lain-lainnya. Mereka bukan hanya ulama bagi salafi,
tapi ulama juga bagi kami. Kami mencintai dan menyukai telaga ilmu mereka. Kami
membaca kitab-kitab mereka.
Tapi kami juga tidak anti membaca risalah Hasan al-bana,
Sayiid Qutb, Yusuf Qardhawi, dan al-Maududi.
Karena bagi kami, hikmah dan ilmu itu luas. Kami hanya
mengacu pada quran dan sunnah. Jika memang yang ditulis sayid qutb atau hasan
al-bana ada yang salah, maka itu tidak menutupi lautan hikmah yang mereka
berikan. Jika ada yang salah, kami tidak mencelanya. Tapi kami memakluminya. Barangkali
belum sampai ilmu tersebut kepada mereka. Atau barangkali ungkapan yang
dianggap salah tersebut, merupakan ungkapan atau uslub bersayap yang perlu
penafsiran.
Karena tidak mungkin, jika ulama sekaliber sayid qutb
mengajak kepada kesesatan jika dia menyadari apa yang diyakininya sesat.
Karena kami tidak ada apa-apanya dibanding sayid qutb yang –insya
Allah- syahid di tiang gantungan atau Hasan al-Bana yang menjadi martir
tercabik bom.
Kami tidak berani menyebut teman-teman haroki bid’ah karena
dakwah butuh kebersamaan jamaah. Toh yang berkoar sebagai pengikut salafi pun
terjangkit ashobiyah dan menepuk dada,’Kami salafi.’
Sempit pikiran tak mau bergaul dengan sesame muslim yang
berbeda hanya seujung kuku.
Bahkan berani menyesatkan yang –bisa saja- orang yang
disesatkan itu
Bagaimana mungkin mereka menganggap para aktifis haroki
adalah para pengkitut ashobiyah. Padahal mereka sendiri lebih ashobiyah. Istilahnya
maling teriak maling. Bagaimana tidak, mereka hanya wala dengan sesama mereka
dan ustadz di kalangan mereka. Mereka begitu bangga dengan golongan mereka,
seakan-akan golongan merekalah yang paling benar, yang diluar golongan mereka
bisa dipastikan salah dan menyimpang. Jika mau benar, ikutlah kami; salafi!!
Mereka mengatakan HAMAS dan ikhwanul muslimin sesat dan
menyimpang. Mereka bilang HAMAS lembek dan tidak bisa melindungi rakyat
Palestina. Padalah yang bilang itu sendiri belum pernah terjun jihad di
palestina.
Giliran Raja Arab Saudi –sang khalifah mereka- menerima Amerika
Serikat dengan penuh hormat dan takjim, tak sekalipun mulut mereka berkoar-koar.
Padahal kita tahu, ribuan saudara kita telah menjadi martir oleh bom-bom
Amerika Serikat laknatullah.
Semoga menjadi bahan perenungan.
No comments:
Post a Comment