Apa yang kamu ingat dari masa kecil kamu? Main
kelereng, lompat tali, petak umpet, gobak sodor, dan seabrek permainan anak
kampung lainnya. Ya, itu salah satunya yang saya ingat. Tapi ada satu lagi yang
juga menjadi kenangan saya semasa anak-anak. Yup, majalah anak-anak. Secara
saya termasuk anak yang baik dan rajin membaca. Hehe.
Awal rasa suka saya dengan buku adalah ketika
kelas 3 SD. Waktu itu kepala sekolah saya yang merangkap sebagai wali kelas
saya selalu mendorong untuk rajin membaca. Pak sahmad namanya. Ia selalu
membawa buku-buku bacaan ke dalam kelas dan membagikannya untuk kami. Maksud
saya meminjamkannya dari perpustakaan sekolah. Tahu kan, perpustakaan sekolah
di kampung isinya adalah buku-buku bacaan impress dari pemerintah. Nggak kayak
sekarang, yang mana buku bacaan anak-anak membludak. Tapi menurut saya, dari
segi kualitas, banyak buku-buku zaman dulu yang sangat berkualitas di banding
buku anak sekarang.
Selain buku, pak wali kelas yang baik hati dan
tidak sombong (mulai deh ngawur :0) juga sering membawa majalah anak-anak. Nah,
yang satu ini yang akan saya obrolin di sini. Setidaknya ada 3 majalah
anak-anak yang sangat berkesan untuk saya.
Majalah Si Kuncung
Majalah kuncung adalah majalah jadul dan tua
banget. Entah kenapa dinamai dengan si kuncung. Mungkin penamaan ini dari
gambar segerombolan anak yang memakai topi kuncung sembari membawa spanduk
bertuliskan “Si Kuncung.” Majalah dengan cover kertas HVS ini termasuk malajah
anak yang sangat saya gandrungi. Di halaman depan diiasi oleh gambar tangan
_waktu itu belum ada teknik gambar visual yang canggih seperti saat ini_yang
menceritakan kisah yang dimuat di dalam majalah. Kemudian halaman kedua, ada
rubrik aneh tapi nyata, seputar berita yang unik dan nyata. Kemudian di halaman
ketiga ada rubrik “kota jakarta, dikenal untuk di sayang.” Rubrik ini kental
jakarta banget. Berisi informasi yang fenomenal seputar jakarta dengan obrolan
dua bocah bernama si dul dan... satunya saya lupa. Di halaman selanjutnya ada
rubrik nenek limbak. Nenek yang misterius ini sebagai tempat curhat para
pembaca. Dan usut-punya usut, karakter si nenek limbak ini ternyata tidak ada
di dunia nyata. Ternyata yang selalu menjawab pertanyaan para pembaca adalah
dewan redaksinya, bukan nenek-nenek. Haha, bertahun-tahun si kuncung sudah
menipu pembacanya. Kemudian ada juga rubrik cerpen anak-anak yang mendominasi.
Ada juga rubrik pramuka yang memuat cerita terjemahan tentang petualangan.
Kadang tidak cukup satu edisi, dimuat dalam dua atau tiga seri. Ada juga rubrik
cerita bersambung, yang saya ingat adalah rubrik cerbung dengan format teks
sandiwara radio, ada juga rubrik cuplikan sejarah perjuangan bangsa yang memuat
cerita-cerita epik.
Rubrik yang paling saya suka adalah rubrik
kotak wasiat yang memuat kiriman cerita humor dan kocak dari para pembaca. Ada
juga cerita fabel dan tentunya rubrik soal-soal pelajaran sekolah. Biasanya
rubrik yang satu ini tidak pernah saya tengok satu halaman pun. Haha, secara
udah cape jawab soal di sekolah plus PR, moso’ harus mantengin soal pelajaran
di si kuncung juga. Haha.
Kemudian di halaman terakhir ada rubrik
korcil, alias koran kecil, memuat berita-berita yang berupa cuplikan. Dan di
cover belakang ada rubrik “tahukah kawan” yang memuat fakta-fakta unik.
Awalnya si kuncung terbit dalam 32 halaman dan
terbit seminggu sekali. Tapi sejak tahun 2000 si kuncung terbit 16 halaman.
Makin tipis. Dan sekarang, si kuncung hanya tinggal kenangan, alias tidak
terbit lagi.
Andaka
Majalah ini juga majalah yang sangat berkesan
untuk saya pribadi. Majalah ini tak jauh beda dengan majalah si kuncung. Sarat
dengan konten yang mendidik dan menghibur. Hanya saja beda tampilan. Andaka
beberapa kali berubah tampilan sejalan dengan perkembangannya. Di awal-awal
terbitnya, majalah andaka bercover kartun. Selain itu juga lumayan tebal dengan
rubrikasi yang beragam, diantaranya rubrik pramuka yang memuat artikel-artikel
kepramukaan. Kemudian di awal tahun 2002 andaka berubah tampilan dengan
“mejengnya” anak-anak manis layaknya majalah remaja pemilihan cover girl. Yup,
di setiap edisinya dihiasi dengan senyuman para modelnya yang ternyata juga
menjadi figur di rubrik profil di halaman depan.
Kemudian juga ada rubrik cerpen, fabel,
dongeng, cerita rakyat dan lain sebagainya.
Yang saya suka adalah rubrik humoria yang
memuat humor-humor segar. Selain itu ada juga rubrik IPTEK, asal tahu, komik,
dan lain-lain.
Di tahun 2008 andaka pernah memberi sisipan
majalah “Anak Bintaro.”
Dan terakhir kali saya melihat majalah andaka
adalah pada tahun 2010. Waktu itu saya tidak sengaja melihatnya di rak majalah
toko buku gunung agung pondok indah mall. Dikarenakan saya sudah gede dan nggak
doyan majalah anak-anak lagi, saya tidak membelinya.
Bobo
Nah, kalo yang satu ini majalah legendaris
anak-anak indonesia. Eksis sejak tahun 73-an bro. Kebayang, zaman orang tua
kita masih pada unyu-unyu juga udah ada. Tapi berhubung orang tua saya orang
kampung, mustahil mereka mengenal bobo. Hehe. Lha wong saya juga kenal bobo
telat pisan. Waktu itu hanya si kuncung dan andaka yang saya kenal, mengingat
memang si kuncung dan andaka adalah majalah P dan K yang didistribusikan
departemen pendidikan hingga ke sekolah-sekolah pelosok. Adapun bobo bukan
milik departemen pendidikan. Tapi penyebarannya termasuk besar. Mungkin anak-anak
kota sudah tidak asing dengan majalah yang satu ini.
Awal perkenalan saya dengan majalah bobo
adalah adanya cerita anak yang dimuat di buku pelajaran bahasa indonesia. Dan
cerita tersebut ditulis disadur dari majalah bobo edisi sekian tahun sekian. Di
buku pelajaran bahasa indonesia juga saya menemukan puisi yang disadur dari
majalah bobo edisi sekian tahun sekian. Nah, karena saya orangnya suka
penasaran, maka selalu saya pikirkan, bobo tuh seperti apa?
Dan rasa penasaran saya menjadi-jadi ketika
setiap hari minggu lewat televisi nenek saya, saya menonton acara anak-anak di
TV7_ sekarang trans 7_ada acara bona dan rong-rong yang ternyata ceritanya dari
majalah bobo. Kemudian ada juga cerita dari negeri dongeng dengan karakter
tokoh oki dan nirmala, yang juga bersumber dari majalah bobo. Kelak di bobo
edisi mendatang ada rubrik dear nirmala. Si nirmala selalu menjadi tempat
curhat penggemar bobo. Yah, kasusnya sama seperti si nenek limbak. Pembaca bobo
di tipu oleh si nirmala. Eh, bukan hanya ditipu dengan nirmala, tapi juga
dengan karakter bobo, si anak lelaki “kelinci,” coba aja kita baca surat
pembaca bobo yang rata-rata berbunyi,” apa kabar bo, bo, gimana kabarmu? Bo,
kamu umurnya berapa sih,” eh BTW, sejak tahun 73-an nyampe sekarang si bobo
nggak pernah tua-tua ya. Hehe.
Oke, kembali ke laptop, ketika saya masuk SMP
kelas satu, kebetulan ada teman dari jakarta yang tentunya kenal majalah bobo.
Aku ngerayu dia buat bawa majalah bobo. Akhirnya dia bawa buat saya. Baik ya.
Kagak! Dia ngejualnya kepada saya, bukan ngasih percuma. Ya, wajar sih, karena
ada istilah nggak ada makan siang gratis. Apalagi dia anak kota yang nggak
selugu anak kampung yang udik.
Saat itu yang dibawa majalah bobo edisi tahun
2000, sementara saya membacanya tahun 2006. Hihi.
Semenjak saya ikut paman ke jakarta, saya jadi
sering beli majalah bobo hingga bosan dibuatnya. Gimana nggak bosan, orang umur
sudah tua masih baca majalah anak-anak.
Tapi jika dibandingkan dengan majalah si
kuncung dan andaka, bobo termasuk majalah anak yang always bertahan dan
menyesuaikan zaman. Nah ini nih yang menurut saya nggak baik. Menyesuaikan
zaman, sampai-sampai bonus-bonusnya adalah poster artis dewasa. Juga sering
memuat profil dari film-film remaja dan dewasa. Ya wajar lah, kan zaman
sekarang nggak ada artis cilik layaknya tahun 2000-an.
Mantap Infonya Gann.. artis bugil
ReplyDeletemaksudnya??
Delete