Sejak kelas 5 SD saya sudah mengenal majalah
yang satu ini. Awalnya saya tidak sengaja membaca buku koleksi kakak ipar saya
yang beragam, salah satu yang saya ingat adalah majalah tarbawi dengan
sampulnya yang sudah hilang entah kemana, edisinya pun saya lupa.
Pertama kali baca tarbawi saya sangat
terkesan. Saya ketagihan membacanya. Entah kenapa, sensasi yang ditinggalkan
dari majalah ini sangat berbeda dengan majalah islam kebanyakan. Tampaknya
tarbawi memang khusus didedikasikan untuk bacaan islami “bergenre” tazkiyatun
nafs”. Ya, artikel-artikelnya sarat dengan perenungan yang mendalam. Banyak
artikel yang mengandung hikmah dan pelajaran yang patut direnungkan.
Selain itu, sisi lain dari tarbawi yang tidak
pernah saya lupakan adalah gaya bahasanya yang mengalir ringan dan tiada beban.
Selain itu, pemilihan kata dan diksi yang sastrawi membuat saya tidak bosan
untuk terus menyimaknya.
Adapun rubrikasinya saya tidak bisa mendetail
dalam menyebutkannya. Ingat-ngat lupa. Yang saya tahu, semua rubriknya memakai
bahasa arab. Seperti rubrik dirosat yang intinya semacam kajian utama, kemudian
ada juga rubrik kisah atau pengalaman hidup yang dikirim pembaca, saya lupa
nama rubriknya. Ada juga rubrik ruhani yaitu berupa perenungan mendalam tentang
berbagai hal. Kemudian juga ada sisipan di halaman-halaman tertentu berupa kata-kata
mutiara dari para salaf.
Sayangnya, kejayaan majalah tarbawi tidak bisa
bertahan lama, semakin hari tampaknya majalah tarbawi semakin “meredup.” Kenapa
saya katakan begitu? Karena saya lihat, konten isi tarbawi tidak seberagam yang
dahulu. Satu demi satu rubriknya semakin berkurang. Selain itu jumlah iklan
yang tayang pun sama berkurang. Hingga akhirnya, pada tahun 2014 saya tidak
menemukan lagi majalah tarbawi. Tarbawi sudah tidak terbit lagi.
Saya mencoba searching di google tentang
kenapa tarbawi tidak terbit lagi. Usut punya usut ternyata beberapa awak
redaksinya yang anggota dewan tidak mempunyai waktu lagi untuk mengurus majalah
tersebut. Katanya sih.
Saya juga pernah nanya ke salah satu stafnya
di islamic book fair 2014- yang saya tahu itu adalah tahun terakhir saya
mengunjungi stand tarbawi- karena memang di tahun itulah tarbawi sudah tidak
terbit. “mas, majalah tarbawi sudah tidak terbit lagi ya.”
Si mas tersenyum kecil dan bilang,”belum.
Belum terbit lagi mas”
Belum di sini berarti majalah tarbawi tidak
benar-benar mati. Ada kemungkikan bisa terbit lagi. Ya, semoga aja memang
begitu.
No comments:
Post a Comment