26 Mar 2017

[0] Wild Man

Prologue

Emily mengendarai  lotus merahnya dengan kecepatan sedang. Dia terus bersiul hanya untuk sekedar mengusir rasa gugupnya. Sementara perumahan sudah semakin jarang terlihat di jalur hutan oak. Ia semakin mempercepat laju lotusnya untuk sampai di jalur paling sepi yang memungkinkannya untuk menjalankan rencananya.

Sementara di sampingnya Mason sudah berlumuran dengan darah. Darah terus merembes dari kepalanya yang bocor , membuat kuyup kemeja putihnya.

Emily sebenarnya merasa mual. Ia merasakan anyir darah yang semakin kuat menguar di kedua rongga hidungnya. Tapi masa bodoh dengan bau amis darah sialan itu. Ia hanya berusaha untuk menyenangkan diri setelah terbebas dari perbudakan Mason. Ya, Emily merasa Mason telah membelenggu kehidupannya.
Jalur jalan benar-benar sepi. Tidak ada satu rumah pun di jalur hutan oak. Dan Emily berharap tidak ada seorang pun yang lewat sebelum ia benar-benar siap.

Emily melihat satu pohon oak yang cukup besar di pinggir jalan. Dan pohon itu menjadi pertimbangan untuk dijadikan sasaran tabraknya. Emily segera berhenti tepat kurang lebih tiga meter dari pohon oak tersebut. Tangannya semakin berkeringat. Setir yang dia pegang licin gara-gara keringat sialan itu. Andrenalinnya semakin melonjak semenejak dia berangkat dari rumah tadi sore.
Dada Emily naik turun seiring dengan degup jantung yang semakin keras.

Kau harus yakin bahwa kau tidak akan celaka hanya dengan menabrak satu pohon oak. Yeah. Asal tidak telalu keras saja. perlahan Emily. Kau perlu menenangkan pikiranmu. Kencangkan sabuk pengamannya.

Emily mengencangkan sabuk pengaman dengan tangan yang gemetar. Sementara ia melirik Mason disampingnya. Ia hendak memasangkan sabuk pengaman tapi urung ia lakukan.

Biarkan saja ia terpental keluar dan kau perlu mendramatisir kejadian ini serapi mungkin.

Emily kembali mencengkram kemudi dan menarik nafas panjang.
Ya, perlahan saja. jangan telalu keras. Kau bisa membunuh dirimu sendiri jika kau tidak tenang.

Emily membuka matanya. Ada yang salah dengan rencananya. Kakinya yang sudah siap menginjak gas kembali berselonjor. Jujur. Ia sangat lelah. Tapi ia harus melakukan sesuatu sebelum segalanya terlambat. Emily keluar dari mobil dan mengambil sebuah pentungan besi yang ada di bagasi bagian belakang.
Dengan sempoyongan ia menuju depan mobilnya dan tanpa berpikir panjang menghantam bamper depan lotus dengan beruntun.

Aku harap tidak ada seorang pun yang mendengar suara hantaman itu.
Ya, tentu saja tidak ada yang mendengarnya. Di sini tidak ada siapa-siapa selain binatang malam dan pohon-pohon oak Emily.

Emily semakit semangat menghantam bagian depan mobil lotus itu hingga penyok di sana-sini. Kaca spion juga tak luput dari sasarannya. Lampu depan pun hancur dalam sekali pukul. Emily terengah-engah.

Sudah cukup.  Tapi kau perlu merusak pohon oak supaya sandiwaramu sempurna.

Emily membalikkan badannya dan segera menghantam pohon oak di depannya hingga kulit pohon itu terkelupas di beberapa bagian.

Setelah dirasa cukup, Emily segera masuk ke dalam mobil dengan keringat yang membasahi sekujur tubuhnya. Keringat yang keluar karena rasa takut, gugup, dan rasa capai yang menderanya secara bertubi-tubi.

Ia mengencangkan sabuk pengaman di pinggangnya. Kemudian dengan satu injakan di pedal gas, lotus itu menerjang pohon Oak di depannya. Emily memejamkan matanya dan berharap gas tidak terinjak terlalu dalam.

BRAK!!!

Emily terguncang. Tapi sabuk pengaman menahannya untuk tetap melekat di jok mobil. Sementara Mason yang kepalanya sudah tak berbentuk itu terpental ke depan. Darah yang masih merembes di kepalanya kini terciprat sempurna di kaca depan dan dashbor. Emily tersenyum dingin. Ia yakin sandiwaranya akan berhasil.

***

Emily keluar dari lotusnya setelah mengatur posisi Mason sedemikian rupa. Ia membiarkan kepala mason yang berlumuran darah itu menyembul keluar dari kaca yang sengaca dia pecahkan. Sementara tangannya terjulur keluar dengan kaki yang terangkat di sandaran jok mobil.

Sempurna.

Emily segera menghubungi nomor darurat  911 setelah meyakinkan dirinya bahwa semua akan baik-baik saja.

Tak berapa lama nada sambung pun terdengar dan Emily berusaha untuk mengatur suaranya.

“Yeah. Kumohon kalian segera datang ke sini. Aku…aku.. baik baik saja. tapi suamiku, oh aku harap kalian segera datang sebelum dia kehabisan darah.”
Emily terisak.

“Yeah, di jalur hutan oak sebelah utara. Ya? Tidak ada siapa-siapa di sini. Kami pulang dari liburan kami. Ya, suamiku mengantuk dan menabrak pohon oak."

Klik. 

Emily hanya perlu menunggu beberapa saat sebelum polisi itu datang. Tapi tampaknya ia perlu sedikit percikan darah. Maka ia merenggut dasi dari leher Mason dan mengusap-usap darah itu ke wajahnya.

Sempurna.
Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment