Prologue
Emily mengendarai
lotus merahnya dengan kecepatan sedang. Dia terus bersiul hanya untuk
sekedar mengusir rasa gugupnya. Sementara perumahan sudah semakin jarang
terlihat di jalur hutan oak. Ia semakin mempercepat laju lotusnya untuk sampai
di jalur paling sepi yang memungkinkannya untuk menjalankan rencananya.
Sementara di sampingnya Mason sudah berlumuran dengan darah.
Darah terus merembes dari kepalanya yang bocor , membuat kuyup kemeja putihnya.
Emily sebenarnya merasa mual. Ia merasakan anyir darah yang
semakin kuat menguar di kedua rongga hidungnya. Tapi masa bodoh dengan bau amis
darah sialan itu. Ia hanya berusaha untuk menyenangkan diri setelah terbebas
dari perbudakan Mason. Ya, Emily merasa Mason telah membelenggu kehidupannya.
Jalur jalan benar-benar sepi. Tidak ada satu rumah pun di
jalur hutan oak. Dan Emily berharap tidak ada seorang pun yang lewat sebelum ia
benar-benar siap.
Emily melihat satu pohon oak yang cukup besar di pinggir
jalan. Dan pohon itu menjadi pertimbangan untuk dijadikan sasaran tabraknya.
Emily segera berhenti tepat kurang lebih tiga meter dari pohon oak tersebut. Tangannya
semakin berkeringat. Setir yang dia pegang licin gara-gara keringat sialan itu.
Andrenalinnya semakin melonjak semenejak dia berangkat dari rumah tadi sore.
Dada Emily naik turun seiring dengan degup jantung yang
semakin keras.
Kau harus yakin bahwa kau tidak akan celaka hanya dengan
menabrak satu pohon oak. Yeah. Asal tidak telalu keras saja. perlahan Emily.
Kau perlu menenangkan pikiranmu. Kencangkan sabuk pengamannya.
Emily mengencangkan sabuk pengaman dengan tangan yang
gemetar. Sementara ia melirik Mason disampingnya. Ia hendak memasangkan sabuk
pengaman tapi urung ia lakukan.
Biarkan saja ia terpental keluar dan kau perlu mendramatisir
kejadian ini serapi mungkin.
Emily kembali mencengkram kemudi dan menarik nafas panjang.
Ya, perlahan saja. jangan telalu keras. Kau bisa membunuh
dirimu sendiri jika kau tidak tenang.
Emily membuka matanya. Ada yang salah dengan rencananya. Kakinya
yang sudah siap menginjak gas kembali berselonjor. Jujur. Ia sangat lelah. Tapi
ia harus melakukan sesuatu sebelum segalanya terlambat. Emily keluar dari mobil
dan mengambil sebuah pentungan besi yang ada di bagasi bagian belakang.
Dengan sempoyongan ia menuju depan mobilnya dan tanpa
berpikir panjang menghantam bamper depan lotus dengan beruntun.
Aku harap tidak ada seorang pun yang mendengar suara
hantaman itu.
Ya, tentu saja tidak ada yang mendengarnya. Di sini tidak
ada siapa-siapa selain binatang malam dan pohon-pohon oak Emily.
Emily semakit semangat menghantam bagian depan mobil lotus
itu hingga penyok di sana-sini. Kaca spion juga tak luput dari sasarannya. Lampu
depan pun hancur dalam sekali pukul. Emily terengah-engah.
Sudah cukup. Tapi kau
perlu merusak pohon oak supaya sandiwaramu sempurna.
Emily membalikkan badannya dan segera menghantam pohon oak
di depannya hingga kulit pohon itu terkelupas di beberapa bagian.
Setelah dirasa cukup, Emily segera masuk ke dalam mobil
dengan keringat yang membasahi sekujur tubuhnya. Keringat yang keluar karena
rasa takut, gugup, dan rasa capai yang menderanya secara bertubi-tubi.
Ia mengencangkan sabuk pengaman di pinggangnya. Kemudian dengan
satu injakan di pedal gas, lotus itu menerjang pohon Oak di depannya. Emily memejamkan
matanya dan berharap gas tidak terinjak terlalu dalam.
BRAK!!!
Emily terguncang. Tapi sabuk pengaman menahannya untuk tetap
melekat di jok mobil. Sementara Mason yang kepalanya sudah tak berbentuk itu
terpental ke depan. Darah yang masih merembes di kepalanya kini terciprat
sempurna di kaca depan dan dashbor. Emily tersenyum dingin. Ia yakin
sandiwaranya akan berhasil.
***
Emily keluar dari lotusnya setelah mengatur posisi Mason
sedemikian rupa. Ia membiarkan kepala mason yang berlumuran darah itu menyembul
keluar dari kaca yang sengaca dia pecahkan. Sementara tangannya terjulur keluar
dengan kaki yang terangkat di sandaran jok mobil.
Sempurna.
Emily segera menghubungi nomor darurat 911 setelah meyakinkan dirinya bahwa semua
akan baik-baik saja.
Tak berapa lama nada sambung pun terdengar dan Emily
berusaha untuk mengatur suaranya.
“Yeah. Kumohon kalian segera datang ke sini. Aku…aku.. baik
baik saja. tapi suamiku, oh aku harap kalian segera datang sebelum dia
kehabisan darah.”
Emily terisak.
“Yeah, di jalur hutan oak sebelah utara. Ya? Tidak ada
siapa-siapa di sini. Kami pulang dari liburan kami. Ya, suamiku mengantuk dan
menabrak pohon oak."
Klik.
Emily hanya perlu menunggu beberapa saat sebelum polisi itu datang. Tapi tampaknya ia perlu sedikit percikan darah. Maka ia merenggut dasi dari leher Mason dan mengusap-usap darah itu ke wajahnya.
Emily hanya perlu menunggu beberapa saat sebelum polisi itu datang. Tapi tampaknya ia perlu sedikit percikan darah. Maka ia merenggut dasi dari leher Mason dan mengusap-usap darah itu ke wajahnya.
Sempurna.
No comments:
Post a Comment