Nafsu kita umpamakan anjing piaraan, adapun jiwa kita adalah
majikannya. Jika kita tidak bisa mengendalikan anjing piaraan kita, bisa-bisa
kita yang diterkam oleh anjing tersebut. Nafsu selalu berusaha memberontak
untuk bisa lepas dari kendali jiwa. Hanya jiwa yang hanif yang akan bertahan
mengekang segala nafsu syahwatnya. Bahkan bisa saja nafsu itu sudah tidak ada
apa-apanya dibanding dengan keimanan yang sudah memenuhi rongga dadanya.
Hidupnya jiwa dengan keimanan yang suci, dan nafsu yang
selalu mengajak kepada keburukan akan jinak kepada kebaikan. Ia akan merasa
nikmat dalam muroqobah kepada allah. Setan tak akan pernah bisa mengendalikan
nafsu syahwatnya.
Adapun nafsu yang liar timbul karena tidak adanya tali iman
yang mengekangnya. Maka timbullah penyakit-penyakit hati yang tersebar karena
nafsu yang sudah membabi buta. Nafsu yang liar akan memunculkan sikap sombong
layaknya firaun. Namun kesombongan itulah yang menghinakannya. Nafsu liar
melahirkan kedengkian layaknya kedengkian qabil kepada habil.
Nafsu yang sudah
buta dengan kebaikan akan memunculkan sikap pembangkangan seperti kaum ad dan
tsamud yang menyia-nyiakan seruan rasul-nya, bahkan menantangnya. Nafsu yang
buruk mengajak kepada keserakahan yang tak jauh beda dengan keserakahan qarun
hingga allah berkehendak menenggelamkannya ke dasar bumi. Dan nafsu yang liar
adalah cerminan dari nafsu hewani yang bersifat ganas. Maka kezaliman,
kelaliman dan kesewenang-wenangan akan memebawanya pada penindasan terhadap
yang lain.
No comments:
Post a Comment